Mohon tunggu...
Dhey
Dhey Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

I write anything I want

Selanjutnya

Tutup

Puisi

A Letter to My Dad

11 Oktober 2016   15:51 Diperbarui: 11 Oktober 2016   16:08 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah, kata demi kata yang kususun dalam sajak ini tak lain tak bukan adalah pelampiasan dari segala rindu yang tak mungkin  kita bayar lewat sebuah pertemuan lagi.

Kau dengan surga yang telah mendekapmu erat, dan aku dengan dunia yang pernah kau singgahi dulu.

Ayah, tak bisakah kita sekedar menukar peluk lewat sebuah mimpi? Atau saling berbincang, meski terhalang nisan dan tanah.

Ayah, andaikala aku bisa merekam semua nasihatmu yang selalu abai kudengar di masa-masa nakalku.

Atau sekedar memandangmu seksama, melihat kerut di wajahmu yang harusnya membuatku sadar bahwa begitu kejam hari-hari yang kau lalui untuk keluarga kecil ini.

Hari ini masih sama seperti dulu, matahari masih dengan sinar hangatnya, hujan masih sibuk membasahi hati yang kering dan awan pun kadang biru kadang kelabu.

Hari-hariku masih sama, dengan segala kesibukan dan kehidupan yang terus menemapku, membentuk karakterku perlahan dan menjadikanku kebal dengan segala kerikil yang ada.

Hanya saja, ayah, ada kalanya dimana aku begitu merindukanmu, segala waktu bersamamu yang telah menemani 19 tahunku, caramu mencintaiku yang sedikit kumengerti. 

Sudah berapa ribu doa dan airmata yang kerap kulepaskan, demi rindu yang tak pernah terlampiaskan. Sudah berapa banyak kenangan yang dipaksa diputar, karena kita sudah tidak diizinkan menciptakan kenangan baru lagi.

Ayah, hadirlah ke mimpiku. Peluk aku sebentar, usap tangisku sejenak. Bawa pergi semua rindu yang telah menggunung ini. Beri aku sayapmu. Beri aku ketegaranmu ntuk menghadapi hari-hari tanpamu.

Tangerang Selatan, 11 Oktober 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun