Mohon tunggu...
Money

MLM(Multi Level Marketing) menjadi Dalang dibalik gharar di Era millenial

6 Maret 2018   23:32 Diperbarui: 6 Maret 2019   13:26 2911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: i2.wp.com

Di era milenia, MLM atau Multy Level Marketing, adalah bisnis yang sudah tak asing saa ini. Bisnis MLM seakan akan sudah menjamur diman mana dan penuh akan harapan harapan bagi sebagian orang yang berani bermimpi besar. Akan tetapi dibalik semua kesuksesan MLM ternyata didalam MLM banyak terdapat unsur gharar ( spekulasi) atau sesuatu yang tidak ada kejelasan yang diharamkan syariat. Yang pada awalnya  dari penjualan tersebut mengaharap keuntungan yang banyak,tetapi tidak mengetahui apakah berhasil untung atau rugi.

Gharar menurut Bahasa arab yang memiliki arti bahaya,resiko.[1] yang mana dalam asal makna al-khatar,yaitu sesuatu yang tidak diketahui pasti benar atau tidaknya. Dari arti itu, gharar dapat berarti sesuatu yang lahirnya menarik, tetapi dalamnya belum jelas diketahui. Bisnis gharar dengan demikian adalah jual beli yang tidak memenuhi perjanjian dan tidak dapat dipercaya, tidak diketahui harganya, barangnya, dan kondisi barangnya.[2] Dengan demikian antara yang melakukan transaksi tidak mengetahui batas batas hak yang diperoleh melalui transaksi tersebut.[3] Di dalam kontrak bisnis berarti melakukan sesuatu secara membabibuta tanpa pengetahuan yang mncukupi, atau mengambil resiko sendiri dari suatu perbuatan yang mengandung resiko tanpa mengetahui dengan persis apa akibatnya, atau memasuki kancah resiko, tanpa memikirkan konsekuensinya. Menurut imam Ibnu Taimiyah, gharar itu dilibatkan apabila seseorang tidak tahu apa yang tersimpan bagi dirinya pada akhir suatu kegiatan bisnis atau jual beli. Pada intinya, konsep gharar dapat dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama, adalah unsur resiko yang menagandung keraguan,probabilitas dan ketidakjelasan secara dominan. Sedangkan kelompk kedua adalah unsur meragukan yang dikaitkan dengan penipuan, atau kejahatan oleh satu pihak terhadap pihak lainnya.

 

  Menurut Sarjana Barat, Maxime Rodinson yakni "segala perolehan yang didapatkan dari peluang dari penyebab yang tidak ditentukan sebelumnya adalah dilarang. Dengan pengertian ini, maka aan menjadi sesuatu yang salah untuk menyuruh seorang pekerja meguliti binatang dengan menjanjikan kepadanya separuh kulit binatang trebut sebagai imbalan hasil kerjanya, atau menyuruh seorang pekerja menggiling bulir padi dengan menjanjikannya bekatul dari proses penggilingan yang dilakukannya, dan seterusnya. Hal ini dilarang karena sangat tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti rusak atau tidaknya kulit binatang tersebut dalam proses pengerjaannya, atau untuk mengetahui seberapa banyak bekatul yang akan dihasilkan."[4] Kemudian seiring banyaknya tafsir dari berbagai hadist, sehingga Sarjana Barat, Frank Vogel  mengemukakan ringkasan gharar berdasarkan kategori tingkat resiko  yang meliputi spekulasi murni, perolehan yang belum pasti, dan ketidaktepatan. Ia menyimpulkan bahwa " Kemungkinan interpretasi terahadap hadis hadist gharar adalah hanya melarang risiko yang mengamsumsikan keberadaan suatu objek yang di transaksikan ( oleh penjual dan pembeli), tidak hanya sekedar harganya. Didalam hadist hadist tersebut, resiko semacam itu timbul: 1) Karena para pihak yang bertransaksi "kurang pengetahuannya" ( jahl atau tidak menyadari) terhadap suatu objek. 2) Karena objek tidak ada pada saat dilakukan transaksi,atau 3) Karena objek terhindar dari pengawasan para pihak yang bertransaksi. Oleh karena itu, para ulama biasa menggunakan salah satu di antara tiga kategori di atas utuk mengidenifikasi jenis jenis risiko yang dapat dikatakan sebagai gharar''[5]

 

  Menurut  ulama Islam, Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa menafsirkn aturan gharar sebagai pelarangan ketiadaan barang dan ketiadaan pengetahuan sangat membatasi kebebasan kontrak, yang menimbulkan legalisme buta dan menghambat kesejahteraan manusia dengan cara tidak semestinya. Gharar adalah sesuatu yang menyebabkan keburukan maysir sebagaimana tercantum dalam Al-Quran. Dengan berusaha mengembalikan gharar pada makna "resiko", Ibnu Taimiyah menerjemahkan sebagai "keraguan antara kebaikan dan kerusakan." Jual beli gharar seperti itu dilarang karena jual beli tersebut melibatkan maysir atau perjudian. Gharar merupakan sebuah persoalan tingkat ketidakpastian , tidak dapat dihilangkan sepenuhnya dari kontrak. Jadi, jika sebuah kontrak hanya mengandung sedikit gharar,maka kontrak tersebut berlaku.[6]

 

    Penerapan Gharar dalam kehidupan sehari hari yang menimbulkan keraguan dan probabilitas yaitu:

 

  • Menjual ikan dalam air

 

Menjual ikan yang belum ditangkap itu tidak dibenarkan dan tidak sah sebagai barang milik. Sama halnya dengan menjual ikan yang pernah ditangkap lalu kemudian dilepas kembali ke dalam kolam sehingga untuk menangkap kembali mendapatkan kesulitan juga dianggap  tidak sah dan batal, karena jaminan untuk sampai ke pepmbeli diragukan

 

  • Menjual burung di udara

 

Berjual beli barag di udara ataupun burung yang pernah ditangkap, kemudian lepas kembali adalah berlawanan dengan ketentuan dengan kebebasan. jadi ha ini juga tidak boleh, karena burung itu tidak ada pemiliknya,disamping itu pengirimannnya kepada pembeli tidak mungkin dapat dilaksanakan.

 

  • Menjual hewan yang masih dalam kandungan berupa janin

 

Menjual janin yang masih dalam kandungan, atau anak turun yang belum ada janinnya tidak boleh karena Nabi SAW telah melarangnya.

 

  • Menjual tangkapan yang masih ada didalam perangkap

 

Tidak dibenarkan menual binatang tangkapan yang masih ada dalam perangkap karena tujuan penjualnya tersebut mengandung unsur Gharar. Yaitu mungkin ia memperoleh tangkapan akan tetapi mungkin juga ia tidak memperoleh tangkapan sama sekali.

 

Semua jenis transaksi tersebut diatas dan yang sejenis lainnya yang mengandung unsure Gharar dilarang oleh Nabi. Pada jenis transaksi ini, tidak ada jaminan bahwa penjual mampu mengantar barang barang yang yang mungkin telah ia terima penjualannya, dikarenakan barangnya belum ada ditangannya. Apa yang belum pasti yang ada di air, udara atau dalam kandungan yang belum ada atau lahir atau apa apa yang ada di luar jangkauan tangan pembeli tidak dapat menjadi barang komoditas yang sah dalam transaksi menurut Hukum Islam.[7]

Bagaimana dengan PHP di era millenial ini? Apakah termasuk gharar? Terus simak update artikel ini.

       

Daftar pustaka:

 

Suhrawardi K.Lubis, Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta Timur: Pena Grafika, 2012.

 

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta:PT.Dana Bhakti Wakaf,1996.

 

Muhammad, lukman R. Fauroni, Visi Al-qur'an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Salemba Diniyah,2002.

 

Ibrahim Warde, Keuangan Islam dalam Perekonomian Global, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2009.

 

Frank E.vogel dan Samuel L Hayes, Hukum Keuangan Islam: Konsep,Teori dan Praktik, Bandung: Nusamedia,2007.

 
  
 

[1] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta:PT.Dana Bhakti Wakaf,1996,hlm. 363.

   

[2] Muhammad, lukman R. Fauroni, Visi Al-qur'an tentang Etika dan Bisnis, Jakarta: Salemba Diniyah,2002, hlm 138 ,156

   

[3] Ahmad Muhammad al-asal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem,Prinsip,dan Tujuan Ekonomi Islam, Bandung; Pustaka Setia,1999, hlm.93 dan 95.

   

[4] Ibrahim Warde, Keuangan Islam dalam Perekonomian Global, Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2009, hlm.126

   

[5] Ibid.,hlm.127.

   

[6] Frank E.vogel dan Samuel L Hayes, Hukum Keuangan Islam: Konsep,Teori dan Praktik, Bandung: Nusamedia,2007,hlm.335.

   

[7] [7] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Yogyakarta:PT.Dana Bhakti Wakaf,1996,hlm. 164,165.

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun