Demi mengejar penerimaan pajak, pemerintah berencana untuk menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR. Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan Indonesia mengatakan bahwa pihaknya akan melaksanakan beberapa skema tarif pada rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN).
Skema yang pertama adalah skema tarif tunggal, yang berarti hanya ada satu tarif yang berlaku untuk memungutan pajak penambahan nilai (PPN). Skema inilah yang digunakan oleh Negara Indonesia saat ini dimana adanya biaya PPN sebesar 10%
Skema yang kedua adalah skema multitarif. Menurut Sri Mulyani, rencana menaikkan pajak pertambahan nilai atau PPN dinilai lebih adil karena pada skema multitarif PPN yang akan dikenakan akan lebih murah untuk barang atau jasa tertentu dan akan lebih mahal untuk barang -- barang mewah. Tetapi rencana ini masih dalam kajian dan jika akan direalisasikan perlu adanya perubahan UU tentang PPN.
Adanya rencana kenaikan PPN tersebut, mengundang banyak opini dari para pengusaha dan ekonom. Menurut mereka, rencana kenaikan PPN tersebut akan terus menekan daya beli masyarakat. Karena jika rencana kenaikan PPN tersebut terlaksana, hal tersebut akan membuat harga jual barang -- barang akan meningkat.
Harga yang meningkat tersebut yang dikhawatirkan akan menurunkan daya beli masyarakat mengingat adanya pandemic Covid -- 19 banyak sekali masyarakat yang terkena PHK atau kesulitan untuk mencari uang. Para pembisnis khawatir karena sebelum adanya kenaikan PPN penjualan mereka sudah menurun apalagi adanya kenaikan PPN.
Apabila pengananan Covid -- 19 belum dapat dikendalikan, turun nya daya beli masyarakat juga akan menurunkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Penurunan PDB dapat membuat ekonomi Indonesia akan mengalami resesi.
Sehingga pembisnis dan ekonom meminta pemerintah untuk melakukan diskusi kembali terkait rencana kenaikan PPN.
Sumber :