Dari sepenggal kisah ini, kita bisa belajar bahwa banyak hal bisa diselesaikan dengan jalan bertemu, bertatap muka, berdiskusi, bertukar pikiran untuk memperoleh jalan keluar yang terbaik, yang bisa diterima semua pihak. Bukan saling memaki di sosial media, bukan saling menghina karena memiliki sudut pandang yang berbeda. Bukan saling menghujat karena berita-berita yang tidak layak mendarat di otak. Andaikan saja kita semua mau membuang jauh-jauh ego kita, merendahkan hati, lebih mawas diri, lebih peka. Mungkin kita tidak perlu meributkan hal-hal yang tidak berguna. Hal-hal semu yang sebenarnya tidak ada. Bukankah kita memilki satu rumah yang harus tetap kita jaga keutuhannya yang bernama Indonesia?
Pengejawantahan sila kelima terwujud dalam konflik kelima dalam film ini tentang makna hukum dan keadilan yang sempat menjadi bias atas nama ego dan keserakahan. Film LIMA ditutup dengan akhir yang membahagiakan, dengan bersatunya para tokoh utama yang saling melindungi, saling menyayangi, saling menghormati dan saling bekerja sama dalam sebuah rumah yang terlihat asri dan damai.
Saya sendiri masih cukup optimis bahwa jika kita sebagai anak bangsa tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur Pancasila, yang merupakan buah pikiran para pendiri bangsa yang digali dari kearifan lokal bumi pertiwi dan tidak berpaling darinya. Niscaya kita bisa tetap menjaga rumah kita yang bernama Indonesia.
Bagaimana dengan anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H