Mohon tunggu...
Dhenok Hastuti
Dhenok Hastuti Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger

penyayang binatang, penikmat kopi, penyuka musik dan film, pembaca buku yang buruk, dan penulis yang terus belajar; mari berkunjung ke rumahku: http://www.dhenokhastuti.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Working Class Heroes, Wiji Thukul, dan Tukul Arwana (catatan kecil di Hari Buruh 2012)

1 Mei 2012   10:38 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terlepas dari penilaian subjektifku, Tukul Arwana mungkin sudah menjadi pahlawan. Euforia sentimen irasional 'wong cilik' yang melihat sosok dari kalangannya bisa muncul meraksasa sedemikian rupa. Dilengkapi dengan buaian mimpi akan kemewahan yang telah dimahfumi dan diterima sebagai sajian yang wajar dari sebuah industri media. Lantas bagaimana dengan Wiji Thukul?

Laki-laki bernama asli Widji Widodo (lahir di Sorogenen, Solo, 26 Agustus 1963) ini dibesarkan oleh kelurga tukang becak. Ia gemar menulis puisi sejak SD dan melanjutkannya dengan dunia teater saat masuk bangku SMP. Thukul sempat mengenyam pendidikan hingga kelas dua Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) Solo jurusan tari. Untuk menunjang hidupnya dan keluarganya, Thukul bekerja sebagai pedagang koran, menjadi calo karcis bioskop, dan menjadi tukang plitur di sebuah perusahaan mebel. Meski demikian ia aktif mengajak anak-anak di kampungnya untuk berkegiatan teater dan dan melukis. Ia juga bergabung dengan Jaringan Kerja Kesenian Rakyat (Jakker).

Sejak semula Thukul sudah terlibat dalam sejumlah aksi massa. Pada tahun 1992 ia ikut demonstrasi memprotes pencemaran lingkungan oleh pabrik tekstil PT Sariwarna Asli di Solo. Lalu pada 1994 ia pernah ditangkap dan dipukuli militer karena memimpin aksi massa petani di Ngawi. Tahun 1995 ia mengalami cedera mata kanan karena dibenturkan pada mobil oleh aparat sewaktu ikut dalam aksi protes karyawan PT Sritex. Thukul terlibat aktif dalam pembentukan Partai Rakyat Demokratik, PRD. Lima hari setelah deklarasi PRD, terjadi kerusuhan, penyerbuan kantor DPP PDI Megawati di Jalan Diponegoro, Jakarta. Pada peristiwa 27 Juli 1996 tersebut pihak militer menuduh PRD sebagai dalang. Partai dan organisasinya dilarang, tapi Thukul tetap bergerak. Puisi-puisinya muncul di bawah tanah, baik terbit di majalah PRD Pembebasan maupun dalam bentuk fotokopi. Tersebar dari tangan ke tangan. Satu bait dari puisinya yang berjudul Peringatan menjadi sangat terkenal dan terus diteriakkan dalam berbagai aksi mahasiswa di berbagai kota, yaitu “hanya ada satu kata, lawan".

Rekam jejak Wiji Thukul menunjukkan masih ada komunikasi antara dia dan kawan-kawan aktivisnya pada tahun 1998, sebelum kemudian menghilang. Pada April 2000, istrinya, Sipon menyampaikan laporannnya ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Sudah jelang petang, John Lennon masih bernyanyi: "A working class hero is something to be..."

Dan malam nanti, sementara layar dengan gambar bergerak menampilkan para perempuan berpupur tebal, bergincu merah menyala, dan bergaun indah tertawa ceria di antara gurauan yang entah artinya apa, seorang perempuan di sebuah sudut kota lain sedang mengingat ungkapan suaminya:
...
aku pasti pulang
mungkin tengah malam dini
mungkin subuh hari
pasti
dan mungkin
tapi jangan
kau tunggu
...
(15 Januari 1997)

Lima tahun sudah berlalu. Pada akhirnya ungkapan itu  hanya menjadi Catatan, persis seperti sang suami menjuduli puisinya.

*1 Mei 2012: untuk semua yang terpinggirkan... (oleh kekuasaan, apapun wujudnya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun