Mohon tunggu...
Dhenny
Dhenny Mohon Tunggu... Seminaris tahun keempat Medan Utama

ig : fxdhenny

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tugas, Nilai, dan Refleksinya

10 September 2022   22:20 Diperbarui: 10 September 2022   22:35 1049
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pemberian tugas oleh guru kepada para murid di sekolah bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami suatu pembelajaran. Sebagai hasil akhir dalam pengerjaan tugas, seorang guru biasanya memberi nilai atau score sebagai parameter keberhasilan siswa dalam menangkap dan memahami suatu materi pembelajaran. Dari nilai yang didapatkan muridnya, seorang guru dapat mengetahui tingkat pemahaman siswa. 

Hal ini bertujuan agar sang guru dapat melakukan evaluasi yang berguna dalam meningkatkan kualitas mengajar guru tersebut dalam mendidik dan mengembangkan diri tiap-tiap muridnya. 

Dengan evaluasi yang baik dan benar dari pribadi guru, kemampuan siswa dapat lebih baik kedepannya. Biasanya nilai dari setiap tugas dicatat dan disusun menjadi laporan kinerja siswa berupa rapor yang diberikan setiap akhir semester. Dari rapor tersebut seorang siswa dapat dinyatakan layak atau mungkin tidak untuk naik ke jenjang pendidikan selanjutnya.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa fungsi nilai (score) dalam pembelajaran bagi siswa pertama-tama berguna sebagai parameter keberhasilan siswa dalam menangkap dan memahami materi yang telah diberikan. Nilai juga dapat menjadi bahan evaluasi siswa dan guru demi terciptanya pembelajaran yang lebih menarik. Lebih jauh, fungsi dari nilai itu sendiri berguna dalam menentukan sang murid layak atau tidak untuk naik kelas atau mungkin tinggal kelas.

Ironi

Namun menjadi sebuah ironi dan keprihatinan bagi penulis tatkala melihat siswa yang melakukan berbagai macam cara kotor dalam usahanya memperoleh nilai yang baik. Seorang siswa rela mencontek demi mendapatkan nilai yang memuaskan, entah dalam pengerjaan tugas yang diberikan oleh guru dengan melihat hasil pekerjaan orang lain, juga ketika ulangan dengan bekerja sama dengan peserta lain. Tentu dalam konteks ulangan, ini merupakan kerja sama yang negatif.

Padahal bila dirunut dari makna etimologi kata ulangan itu sendiri, berarti pengulangan atau sesuatu yang pernah dijelaskan dan itu diulang, hanya dalam penerapannya siswa tidak diperkenankan membuka catatan dalam bentuk apapun. 

Ulangan atau evaluasi itu sendiri berguna dalam mengukur pencapaian kompetensi akademik peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga secara berkelanjutan, kemajuan peserta didik dapat dipantau, dievaluasi, dan dibenahi sehingga dapat lebih mengembangkan kemampuan peserta didik. Oleh karena itu peserta didik perlu mengerjakannya dengan sungguh-sungguh dan bekerja secara individu.

Menurut penulis motivasi atau faktor pendukung yang kuat yang melatarbelakangi fenomena mencontek ini adalah akibat dari pola berpikir pragmatis, di mana pola pikir semacam ini mengedepankan pola berpikir praktis supaya aku (siswa) dapat memperoleh nilai yang baik tanpa usaha yang berarti. Selain pola berpikir pragmatis yang cenderung mengharapkan suatu hal secara praktis. 

Penulis juga berpendapat bahwa terdapat pergeseran makna dari kata nilai  itu sendiri. Nilai tidak lagi dipandang sebagai parameter atau tolak ukur keberhasilan siswa, namun nilai lebih dipandang sebagai suatu tujuan yang perlu digapai. Nilai yang sempurna dianggap lebih sebagai sesuatu yang harus dicapai dari pada sesuatu yang dapat dievaluasi dan diperbaiki. 

Pola berpikir yang seperti inilah yang perlu dikritisi dan ditanggapi secara baik dan bijaksana. Siswa perlu diberi pemahaman mendasar tentang esensi dari nilai itu sendiri.

Esensi nilai

Lalu, langkah apa yang sebaiknya dapat ditempuh guna meluruskan alur berpikir yang salah ini? Salah satu cara yang baik dan perlu dilakukan adalah menanamkan pengertian mengenai esensi dari nilai itu sendiri. 

Pengertian yang dimaksud bahwa nilai bukan semata-mata suatu tujuan yang harus diraih, tetapi lebih kepada suatu tolak ukur apakah diri saya sendiri (siswa) sudah paham dan mengerti dengan atau belum mengenai suatu materi pembelajaran.

Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan membenahi pola berpikir yang keliru. Pola pikir keliru yang dimaksud di sini merupakan pola berpikir atau paradigma dalam memandang para siswa. 

Dalam masyarakat Indonesia, secara umum, seorang murid dikatakan pintar jika nilai matematika, bahasa Inggris, atau fisikanya tuntas dan memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimum atau biasa disebut KKM. Cara pandang yang seperti inilah yang oleh Albert Einstein diibaratkan sebagai seekor ikan yang percaya bahwa ia bodoh jika ia dinilai dari kemampuannya memanjat pohon.

Semua murid adalah unik. Setiap murid memiliki kelemahan dan keunggulannya sendiri-sendiri, dan dari setiap kelemahan dan kekuatan diri murid ini, peran guru seyogyanya masuk dan memberi motivasi yang menumbuhkan dan mengembangkan. Motivasi yang membangun dan mengembangkan ini membuat setiap murid merasa bahwa dirinya bisa dan akhirnya mau untuk berkembang.

Value

Lantas nilai (dalam konteks ini value) apa yang bisa diambil dari masalah di atas? Selanjutnya agar lebih mudah membedakan nilai sebagai pernyataan kuantitatif dan nilai sebagai makna kualitatif, penulis akan menggunakan kata score dan value. 

Score bukanlah semata-mata merupakan sebuah tujuan yang harus dicapai dan harus digapai. Memang score merupakan hal yang penting dalam menentukan prestasi siswa ke depan, tetapi hal yang jauh lebih bermakna dari pada score adalah mengenai suatu value atau makna yang diperoleh di balik perjuangan siswa menggapai score. 

Value merupakan sebuah makna yang terkandung dalam suatu pengalaman yang telah dialami manusia. Dengan menyadari makna akan suatu peristiwa, manusia dapat menjadi lebih bijak dalam memilih dan bertindak. 

Contohnya Budi yang mendapat nilai 60 dalam Penilaian Tengah Semester bahasa Latin. Namun dalam pengerjaan Penilaian Tengah Semester itu, Budi mengerjakankanya dengan jujur. 

Ia berupaya menghidupi studinya dalam proses belajarnya. Meski nilai yang didapatkan di bawah KKM, namun karena usaha dan kerja kerasnya, terkandung pula suatu value yang berharga dan dapat menjadi bekal hidup Budi kedepannya. Oleh karena itu, belajar bukan hanya demi score, namun juga value yang terdapat di dalamnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun