Mohon tunggu...
Dhenny
Dhenny Mohon Tunggu... Lainnya - Seminaris tahun keempat Medan Utama

ig : fxdhenny

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Memilih" Sebagai Bentuk Partisipasi Dalam Pesta Demokrasi 2024

11 Agustus 2022   10:43 Diperbarui: 11 Agustus 2022   10:53 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kurang dari dua tahun mendatang, tepatnya pada tanggal 14 Februari 2024 rakyat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi yang pada puncaknya akan dilaksanakan pemilihan serentak presiden dan calon presiden masa jabatan 2024 – 2029. Dalam pemilu tersebut, diperkirakan generasi milenial (orang yang lahir sekitar tahun 1981 – 1996) dan generasi Z (orang yang lahir sekitar tahun 1997 - 2012) akan mendominasi suara pada pemilu 2024 nanti.

Meskipun demikian, tak dipungkiri bahwa peluang generasi muda terutama pemilih pemula (masyarakat yang berusia 17-21 tahun) untuk tidak menggunakan hak pilihnya juga akan tetap ada, atau bahkan meningkat. Berkaca pada pemilu 2009, data yang diperoleh dari tim Litbang Kompas mengenai partisipasi pemilih pemula didapatkan bahwa 13,6% pemilih pemula menyatakan diri untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias golput.

Berdasarkan data di atas, sebenarnya, apakah boleh tidak menggunakan hak pilih alias golput ini dilakukan? Apakah ini termasuk perilaku tindak pidana? Lantas hal apa yang dapat kita lakukan sebagai generasi muda untuk turut ambil bagian dalam pesta politik ini?

 

Pengertian golput

Sebelum membahas lebih jauh mengenai golongan putih ini, perlu dimengerti arti dari kata golput ini. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian golput adalah warga masyarakat yang menolak memberikan suara dalam pemilihan umum sebagai tanda protes.[i] 

Pertanyaan lain yang muncul seputar golput lainnya adalah apakah tindakan golput ini merupakan tindakan yang melanggar hukum? Apakah orang yang golput bisa dipenjarakan atas dasar golput ini?

Merujuk pada dasar hukum pemilu, hak turut serta dalam pemerintahan telah dijamin dalam pasal 44 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang pada intinya menyatakan setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam permilihan umum. Oleh karena itu, pada dasarnya individu yang pada hari pemilihan memilih untuk tidak memilih dilindungi suaranya atas dasar hukum.

Meskipun golput dilindungi oleh Undang-Undang, namun kita perlu hati-hati, bila didalam  tindakan golput sudah masuk unsur paksaan, ancaman, atau iming-iming uang atau unsur yang lain ini sudah termasuk tindak pidana. Dasar hukum ini jelas tertulis dalam pasal 284 UU Pemilu.
Dan bila terbukti melakukan hal demikian orang yang mempengaruhi atau mengajak untuk tidak menggunakan hak pilihnya dapat dipidana dengan pidana sebagaimana diatur dalam UU pemilu Pasal 515 UU Pemilu dan Pasal 523 ayat (3) UU Pemilu sebagai hukuman atas tindak pidana tersebut.[ii]

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya golput merupakan sebuah ekspresi politik, hak politik warga negara untuk memilih tidak memilih dan itu dilindungi oleh konstitusi. Dan mestinya golput itu kita anggap sebagai bagian dari dinamika politik.

Namun bila demikian, secara praktis, apakah tidak menggunakan hak pilih alias golput itu dianjurkan? Apakah dampaknya?

Golput merupakan cara yang salah dalam menyalurkan ekspresi politik. Mari kita lihat fakta pemilu yang terjadi di negara Paman Sam, pemilu 2016, yang di mana sebagian besar masyaraknya golput dalam pemilihan umum.

 

Pemilu 2016 di Amerika Serikat

Menurut data hasil pemilihan presiden Amerika Serikat pada tanggal 10 November 2016, kurang lebih 50% warga Amerika Serikat tak menggunakan hak suranya dalam pemilihan umum, alias golput.[iii] Pemilu 2016 ini merupakan pemilu dengan tingkat partisipasi masyarakat paling rendah selama lima kali terakhir.

Data yang diambil dari CNN menunjukkan bahwa hanya ada sekitar 126 juta pemilih yang memakai hak suaranya dalam pemilu tersebut. Ini menunjukkan bahwa hanya sekitar 55% dari seluruh warga Amerika Serikat yang menggunakan hak pilihnya.

Karena hal ini, pasca pemilu Amerika Serikat mengalami gejolak atau ketidakstabilan politik. Rakyat tidak menyangka bahwa Donald Trump yang menjadi presiden ke-45, bukannya Hillary Clinton seperti yang mereka harapkan.

Ekspresi ketidakpuasan rakyat diwujudkan dengan demonstrasi yang terjadi pasca Donad Trump diumumkan sebagai pemenang. Bahkan disebutkan bahwa sebagian masyarakat California pada Rabu, 9 November 2016 menuntut California memerdekakan negara bagian ini atau Calexit (California Esit) jika benar terbukti Donald Trump yang akan menjadi presiden. Selain itu, terjadi juga demonstrasi-demonstrasi lain yang berakhir anarkis dan aksi demo ini menyebar ke berbagai kota.

Sungguh disayangkan peristiwa di atas terjadi. Maka, telah terbukti nyata efek buruk golput dalam pemilihan umum 2016 yang terjadi di Amerika Serikat.

 

Ketidakpercayaan terhadap pemerintah

Menurut saya penyebab utama seseorang golput dalam pemilu karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan yang ada. Jika memang demikian apa yang bisa kita lakukan? Apakah kabur dan melarikan diri dari dunia politik? Dan itu diekspresikan dengan golput dalam pemilu?

Perlu diingat, politik bukan hanya sekadar mengenai para elite politik yang ribut memperdebat tentang kekuasaan mereka, namun lebih dari itu. Menurut Najwa Shihab dalam salah satu kesempatannya sebagai narasumber di sebuah acara TV swasta, mengatakan bahwa politik merupakan rangkaian kebijakan publik yang berpengaruh di setiap lini kehidupan kita, mulai dari kita lahir hingga pada saat nanti kita mati, tentang Undang-Undang pemakaman, dan lain sebagainya. Maka dapat dibayangkan betapa besar peran politik dalam hidup kita dan kita memilih untuk mengindarinya?

Saya pikir, jika menurut Anda ada sesuatu yang salah dengan sistem pemerintahan yang ada, maka benahilah! Jangan lari! Salah satu caranya adalah dengan memberikan suara pada saat pemilu dilaksanakan. Dengan memilih secara tidak langsung, kita ikut membenahi sistem pemerintahan yang kotor itu. Dengan menyalurkan suara, kita juga ikut turut serta dalam mempertahankan kesatuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun