Mohon tunggu...
Dheni Ramadhan
Dheni Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Program S-1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menanggulangi Kemiskinan Menurut Islam

11 Desember 2021   14:26 Diperbarui: 11 Desember 2021   15:10 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.pexels.com

Pandemi Covid-19 tidak hanya membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarakat Indonesia, melainkan juga dampak buruk yang begitu besar bagi perekonomian. Masalah sosial klasik yang timbul akibat dari buruknya perekonomian ialah kemiskinan. Kemiskinan saat ini bukanlah suatu masalah baru yang dihadapi oleh banyak orang. Kemiskinan sudah menjadi hal yang lumrah di balik buruknya suatu keadaan sosial dan perekonomian. Bahkan bagi beberapa orang kemiskinan terjadi layaknya sebuah warisan dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Namun, hal tersebut bukan berarti semua orang sudah terbiasa dengan kemiskinan. Kemiskinan juga dapat menjadi momok menakutkan yang tidak diharapkan kedatangannya.  

Menurut sumber yang didapat, pada 15 Juli 2021, BPS merilis laporan bahwa pada Maret 2021 sebesar 10,14% atau sebanyak 27,6 juta penduduk Indonesia berstatus miskin. Angka tersebut cenderung naik jika dibandingkan dengan kondisi pada awal pandemi Covid-19, Maret 2020 sebesar 9,78% atau sebanyak 26,5 juta penduduk Indonesia yang berstatus miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa sepanjang Maret 2020 hingga Maret 2021 terdapat peningkatan jumlah orang miskin sebesar 1,1 juta orang. Hal ini juga diikuti oleh menurunnya tingkat kesejahteraan penduduk selama pandemi Covid-19.

Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut bukanlah angka yang kecil. Lalu, apa saja langkah yang telah dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan di masa pandemi Covid-19.

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Organisasi, Birokrasi dan Teknologi Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sudarto menuturkan, pemerintah telah berupaya untuk menanggulangi kemiskinan di masa adaptasi kebiasaan baru akibat pandemi Covid-19.

Salah satu cara  yang dilakukan yakni dengan menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan bantuan pangan nontunai (BPNT) kepada masyarakat.

"Jumlah untuk sembako bansos, PKH dan BPNT kita tingkatkan jadi perlindungan sosial, kita anggarkan Rp 203,9 triliun, terdiri dari PKH. Ini sebenarnya program lama tapi kita tambah jumlahnya," kata Sudarto pada acara Siposium Nasional Kesehatan, Ketahanan Pangan, Kemiskinan, Dies Natalis ke-64 Universitas Hasanuddin, secara virtual, Selasa (1/9/2020).

Pemerintah turut serta memberikan subsidi khususnya untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Serta melakukan penempatan dana pemerintah dalam sektor perbankan sebagai bentuk atau wujud bantuan untuk para pelaku usaha.

 "Perbankan kita minta untuk meminjamkan dana mural tersebut kepada dunia usaha, jaminan untuk pinjaman korporasi kemudian penjaminan modal kerja dan sebagainya," tutur Sudarto.

Sebenarnya pemerintah telah banyak melakukan langkah dalam mengentaskan masalah kemiskinan pada masa pandemi Covid-19. Namun, yang menjadi pertanyaan besar saat ini ialah adakah cara pengentasan atau penanggulangan kemiskinan yang berdasarkan tuntunan agama, khususnya dalam hal ini agama Islam.

Sebagai agama mayoritas atau pemeluk terbanyak di Indonesia, tentunya Islam memiliki fondasi keagamaan yang kuat. Islam selalu menuntun umatnya ke jalan yang baik, tidak terkecuali dalam urusan duniawi yang dalam hal ini ialah masalah perekonomian. Islam memiliki banyak cara untuk menanggulangi masalah-masalah yang terjadi dalam bidang ekonomi dan sosial. Dalam bahasan ini, kita menitikberatkan pada masalah kemiskinan yang terjadi belakangan ini. Berikut dijelaskan bagaimana cara yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan menurut tokoh Islam.

Ibnu Hazm mengingatkan bahwa kondisi kemiskinan selalu tumbuh dalam situasi tingkat konsumsi atau kebutuhan yang lebih tinggi daripada pendapatan yang mampu memenuhi kebutuhan. Hal ini terjadi akibat laju populasi yang meningkat dengan cepat (akibat kelahiran atau migrasi). Kesenjangan saat keadaan orang kaya mempengaruhi struktur administrasi, cita rasa, dan berbagai pengaruh yang lain, seperti kenaikan pada tingkat harga dalam aktivitas ekonomi.

Berkenaan dengan harta yang wajib untuk dikeluarkan zakatnya, Ibnu Hazm memperluas jangkauan serta ruang lingkup kewajiban sosial lain di luar zakat, yang wajib dipenuhi oleh orang kaya sebagai wujud kepedulian dan tanggung jawab sosial mereka terhadap orang miskin, anak yatim, dan orang yang tidak mampu atau yang lemah secara ekonomi. Salah satu pandangan Ibnu Hazm yang menarik dalam masalah ini adalah sebagai berikut:

"Orang-orang kaya dari penduduk setiap negeri wajib menanggung kehidupan orang-orang fakir miskin di antara mereka. Pemerintah harus memaksakan hal ini terhadap mereka jika zakat dan harta kaum muslimin tidak cukup untuk mengatasinya. Orang fakir miskin itu harus diberi makan dari bahan makanan yang semestinya, pakaian untuk musim dingin dan musim panas yang layak, dan tempat tinggal yang dapat melindungi mereka dari hujan, panas matahari, dan pandangan orang-orang yang lalu-lalang," ungkap Ibnu Hazm.

Dari pernyataan di atas terbukti bahwa sebenarnya Islam juga telah mengatur bagaimana caranya untuk menanggulangi kemiskinan. Hal yang perlu diperhatikan ialah bagaimana peran penting orang-orang kaya untuk membantu orang-orang fakir dengan harta yang dimilikinya. Sehingga terdapat aksi saling menolong agar orang-orang fakir tersebut tidak jatuh lebih dalam pada jurang kemiskinan.

Sebenarnya, apapun cara yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, baik secara keilmuan umum maupun keilmuan agama hasil akhir yang diharapkan ialah tertanggulanginya kemiskinan itu sendiri. Sehingga, tidak menjadi masalah apabila dalam penanggulangan kemiskinan hanya condong pada salah satu keilmuan saja. Namun, tidak menutup kemungkinan jika cara yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan itu dikolaborasikan antara keilmuan umum dan keilmuan agama. Sehingga terdapat kesinambungan antara aspek duniawi dan aspek agama dalam penanggulangan kemiskinan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun