Mohon tunggu...
Dhenim Prianka
Dhenim Prianka Mohon Tunggu... -

Still Learning Writing | Videographer @whirpoolvideos & @InkGlowProd

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Dibalik Gemerlap Industri Showbiz

19 November 2013   15:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:57 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dibalik sebuah konser musik yang hebat pasti terdapat promotor yang hebat pula. Memiliki pekerjaan sebagai promotor event musik merupakan hal yang sangat menantang, tidak mudah tapi juga menjanjikan keuntungan ekonomi. Konser musik internasional di Indonesia diawali pada tahun 1975 ketika Deep Purple band asal Inggris sukses memanjakan para penggemarnya di Jakarta. Saat itu Majalah Aktuil dan Buena Ventura Group bertindak sebagai promotor menggelar konser dua hari berturut-turut di Stadion Utama Gelora Bung Karno, kelas penonton dibagi menjadi lima yaitu Kelas VIP A dengan harga tiket Rp 7.000, VIP B seharga Rp 5.000 serta kelas I, II dan III, dengan harga tiket paling murah berada di kelas III dengan seharga Rp 1.000. Maklum harga tiket pada saat itu hampir sama dengan harga sebuah tiket Ke Bali pulang pergi.

Mulai saat itu lahberbagai konser bermunculan hingga kini. Saat ini promotor jadi bisnis yang menjanjikan, karena kebutuhan manusia akan sebuah hiburan tidak akan pernah habis terutama musik yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Jika melihat dari perkembangannya, telah terjadi perubahan yang sangat besar dalam bisnis promotor di Indonesia. Jika pada Tahun 1975 para promotor hanya menggunkan media cetak untuk melakukan promosi, berbeda halnya dengan generasi promotor pada saat ini yang lebih banyak memilki sarana untuk melakukan sebuah promosi. Promosi dalam sebuah event sangatlah berpengaruh bahkan bisa jadi penentu keberhasilan sebuah acara konser.

Dunia promotor musik merupakan industri dan bisnis yang berbahaya, tertutama jika konser yang dilaksanakan mengalami kegagalan seperti yang terjadi pada Bobby Yoga, yaitu promotor asal Jogjakarta yang akhirnya bunuh diri setelah Konser yang diadakannya mengalami kegagalan. Itulah mengapa perhitungan dan pengalam sangat diperlukan. Belum lagi di tambah persaingan promotor saat ini yang dimodali oleh dana-dana besar sehingga mampu mendatangkan artis-artis yang cukup mahal. Gebrakan para promotor-promotor baru termasuk mengejutkan. Mereka sukses mendatangkan nama-nama besar yang juga menyedot animo penonton, meski mungkin harga tiket yang ditawakan terdengar fantastis. Pada akhirnya yang dirugikan akhirnya penonton. Namun industri hiburan di Indonesia temasuk yang paling menggairahkan ditambah penonton yang berni membayar mahal untuk menyaksikan artis idolanya.

Oleh karena itu mulai saat ini janganlah kita terlalu menganggap remeh para promotor yang dahulu selalu mendatangkan artis-artis besar yang kini tidak lagi senekat dulu lagi. Karena wajar jika mereka lebih memilih ntuk vakum sejenak dan lebih memperhitungkan untung rugi yang lebih merinci dikarenakan perubahan dalam aspek ekonomi dan perkembangan musik yang ada saat ini.

Dhenim Prianka | Tugas Penulisan Artikel | Jurnalistik 5.E | 6662110619

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun