"Tolong bila bertemu bapak/ibu ini, jualannya dilarisi ya... bapak/ibu itu jualan opak, biar cepat pulang ke rumah dan bertemu keluarga yang ditinggalkan karena berjualan."
Sering kali kita menerima dan membaca pesan yang sejenis seperti ini di media sosial. Sebuah kejadian yang terlihat oleh mata, kemudian dikemas sedemikan rupa sehingga menjadi konten yang bersifat persuasif kepada siapa saja yang melihat dan membacanya.
Selalu ada pro dan kontra mengenai postingan tersebut. Era perkembangan teknologi digital dan media sosial memberikan dampak yang sangat besar dalam kehidupan manusia. Sebuah foto dengan caption yang persuasif akan dapat menggerakkan setiap pembacanya untuk mengikuti ajakan tersebut.
Tidaklah salah apabila kita mengikuti ajakan informasi tersebut karena digerakkan oleh rasa empati dan kemanusiaan. Hanya saja, untuk beberapa kalangan yang kontra merasa bahwa konten tersebut dapat dimanfaatkan oleh orang-orang untuk mencari keuntungan.Â
Hal empati dan kemanusiaan akan digunakan sebagai 'tameng' untuk kepentingan pribadi orang-orang tersebut. Lepas dari semua hal pro dan kontra yang ada, adalah tugas kita sebagai pembaca untuk bijak dalam mengambil inti sari pada setiap informasi yang beredar.
Usaha yang telah dilakukan oleh bapak/ibu penjual opak tersebut tentunya patut kita contoh dan kita beri apresiasi. Sebuah tindakan inspiratif di tengah keras dan sulitnya kehidupan dan perekonomian saat ini. Usia bukanlah batasan untuk kita dapat bekerja, berjualan maupun berkarya dengan apa yang kita punya.Â
Hanya saja, seringkali kita dihadapkan permasalahan bahwa apa yang kita lakukan dan usahakan ternyata kurang mendapat penghargaan dari lingkungan sekitar. Apa yang kita kerjakan tidak mendapatkan apresiasi dan tidak dihargai. Apa yang kita jual ternyata tidak laku. Apa yang kita karyakan ternyata tidak dihargai oleh orang sekitar. Tekanan psikologis ini sering kali membuat kita menjadi berhenti bekerja, berjualan, dan berkarya.
Sinergi Ekonomi
Sebagai makhluk sosial dan hidup di lingkungan masyarakat sekitar, kita tidak dapat hidup sendiri tanpa memperdulikan lingkungan sekitar. Kita masih perlu akan bantuan orang lain, seberapapun mampu dan kuatnya kita. Bulan Ramadan adalah saat yang tepat bagi kita untuk berbagi kepada sesama. Berbagi kepada orang lain yang tidak seberuntung kita. Hidup berbagi dan amal akan mengurangi kesenjangan. Mengurangi jarak antara si miskin dan si kaya.
Tanpa kita sadari, dengan beramal, kita akan memberikan dampak positif bagi stabilitas keamanan dan perekonomian Indonesia. Berdampak positif bagi keamanan karena akan mengurangi hasrat untuk merampok dan mencuri, meskipun bukan berarti dapat menghilangkan keterjadian merampok dan mencuri.Â
Berdampak positif bagi perekonomian Indonesia karena perputaran uang akan merata. Bahkan manfaat nilai uang akan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Gap yang terjadi antara masyarakat ekonomi atas dengan masyarakat ekonomi bawah dapat ditekan.
Lepas dari fenomena "Larisi" jualan bapak/ibu ini, kita juga bisa larisi produk dari pihak lain. Larisi restoran fastfood karena dibalik restoran tersebut, ada pegawai yang bergaji UMR.Â
Larisi tempat nongkrong seperti UpNormal, dan lainnya karena dibalik tempat nongkrong tersebut, ada petugas cleaning service yang sedang mencari nafkah. Larisi produk-produk elektronik, sepeda motor, mobil, dan lainnya karena dibalik produk tersebut, terdapat ribuan buruh yang mengandalkan pendapatan dari sana. Larisi semua yang ada disekitar kita, maka semua akan berputar kembali kepada kita.
Dheni Indra Kusuma, SE., M.Si., Ak., CFP
Dosen STIE YKPN Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H