Mohon tunggu...
Dheni Indra Kusuma
Dheni Indra Kusuma Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Pengamat Ekonomi dan Perencana Keuangan

Seorang pengajar dan praktisi yang akan terus belajar, menulis, berbagi ide dan berkarya demi kehidupan yang lebih positif dan seimbang bagi diri sendiri, sesama dan lingkungan. Email: dni.indra@gmail.com dheni.indra@accountant.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Polusi Visual Politik

26 Februari 2019   18:00 Diperbarui: 27 Februari 2019   11:10 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polusi adalah sebuah kata yang identik dengan adanya gangguan pada lingkungan sekitar yang diakibatkan oleh pencemaran baik bersifat padat, udara, maupun cair pada tingkat tertentu. Sedangkan visual identik dengan rupa dan perupaan. Bagaimana bila perpaduan kedua kata tersebut bergabung menjadi satu dan berisi mengenai informasi politik? Itulah fenomena yang akhir-akhir ini kita saksikan di lingkungan sekitar kita.

Tahun politik 2019 telah dimulai. Pemandangan mengenai bendera partai politik, spanduk, reklame, banner, dan baliho yang berisikan calon wakil rakyat telah menghiasi sepanjang jalan yang ada. Padahal, sepanjang jalan telah disesaki oleh papan-papan iklan komersial. Sudah ada beberapa keluhan masyarakat mengenai gangguan yang dirasakan. 

Pandangan terhadap rambu lalu lintas yang terhalang oleh alat peraga kampanye dan pemasangan alat peraga kampanye yang dilakukan secara 'asal' di tiang listrik, pohon, dan tempat-tempat lain yang tidak semestinya dapat mengganggu pandangan dan membahayakan pengguna jalan dalam berkendara.

Coba kita cermati, iklan yang dilakukan oleh calon wakil rakyat memiliki kesan yang sama setiap periode. Senyum khas, gelar akademis lengkap, serta jargon politik terukir jelas pada setiap iklan yang terpasang. Media yang digunakan tidak mengalami perubahan. 

Papan reklame, baliho, spanduk, dan media visual lainnya masih populer sebagai alat promosi jati diri calon wakil rakyat. Promosi memang perlu dilakukan, terlebih bila calon wakil rakyat dirasa kurang dikenal oleh masyarakat.

Revolusi Industri 4.0

Kita telah memasuki era revolusi industri 4.0, suatu era perubahan besar yang terjadi pada berbagai macam sektor industri. Suatu keadaan yang memaksa berbagai sektor untuk melakukan perubahan besar agar tidak kalah bersaing. 

Teknologi telah merubah segalanya menjadi efektif, efisien dan ekonomis. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa calon wakil rakyat kita tidak mengikuti era perubahan besar ini dan masih menggunakan cara 'lama' guna menarik suara dari masyarakat?

Kita sebagai masyarakat dan calon pemilih wakil rakyat tidak hanya perlu sekadar ingin mengetahui nomor urut, foto, serta nama lengkap beserta gelar calon wakil rakyat. Kita perlu informasi trade record calon tersebut. Masalahnya, calon politikus ini masih menggunakan metode 'lama' dalam penyampaian informasinya. Bahkan menjadi polusi visual dijalanan dan tidak menyediakan informasi yang kita butuhkan.

Calon pemilih potensial bagi calon politikus sekarang adalah generasi milenial. Generasi yang 'melek' teknologi dengan 'gadget' dan internet dalam genggaman tangan. Seharusnya calon politikus mulai memikirkan bagaimana caranya generasi milenial ini dapat mengenal 'Who Am I' dengan menggunakan pendekatan promosi yang berbeda, yang sesuai dengan pendekatan generasi milenial.

Disruption

Calon wakil rakyat seharusnya melakukan disruption pada kegiatan politiknya. Melakukan promosi dengan cara yang berbeda. Melihat fenomena hari esok dan membawanya pada saat ini dengan bantuan teknologi. Memaparkan visi, misi dan trade record mereka dalam suatu kemasan yang menarik, dalam bentuk teknologi tentunya. Sehingga generasi milenial dapat mengenal mereka dengan pendekatan milenial.

Banyak teknologi yang dapat digunakan. Misalnya, menggunakan fasilitas komersil media sosial seperti instagram, facebook, ataupun twitter, atau mungkin dengan alat peraga videotron bersama-sama dengan calon politikus lain untuk menyampaikan jati diri atau menggandeng youtuber untuk melakukan rekaman tanya jawab seputar politik yang kemudian akan di upload pada channel youtube, mungkin juga dengan membuat scan QR Quote yang berisikan informasi mengenai visi, misi, trade record dan segala informasi yang akan disampaikan oleh calon politikus tersebut. Pada akhirnya, promosi dapat dilakukan menggunakan fasilitas sms blast yang berisikan link channel youtube atau scan QR Qoute yang telah dibuat tadi pada daerah tertentu sesuai dengan daerah pemilihan.

Dengan demikian, disruption yang dilakukan calon politikus dalam hal promosi ini dapat menekan biaya, menciptakan inovasi promosi yang kreatif, lebih informatif dan mudah diakses, smart, menghemat waktu dan akurat. 

Calon pemilih potensial, yang merupakan generasi milenial dapat mengenal lebih dekat calon wakil rakyat mereka hanya dengan gadget pada genggaman tangan mereka. Dan tentu saja yang utama, polusi visual dapat dihilangkan.

Dheni Indra Kusuma SE., M.Si., Ak., CFP., Dosen STIE YKPN Yogyakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun