Inovasi sebagaimana di definisikan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) tahun 2014 disebutkan sebagai suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan suatu gagasan yang memiliki unsur kebaharuan (novelty) dan kemanfaatan (expediency). Ketika membicarakan terkait sebuah inovasi, apakah inovasi tersebut harus sesuatu yang besar?
Menurut kalian bagaimana tanggapan terkait inovasi yang tidak hanya mengandung unsur kebaharuan akan tetapi juga besar?
Pada kenyataannya, inovasi tidak harus besar? Kenapa, karena bisa saja inovasi besar akan tetapi dampak yang ditimbulkannya besar karena kata kunci dari inovasi sebagaimana dari pengertian sebelumnya ialah kebaharuan dan kebermanfaatan (memiliki dampak) ketika dijalankan. Sehingga ketika inovasi yang dikeluarkan besar akan tetapi tidak menimbulkan dampak yang besar, maka inovasi tersebut dapat dikatakan tidak efisien dan efektif.
 Inovasi yang dapat dilakukan terbagi menjadi 8 (delapan) area, yakni produk, konsep, metode, proses, hubungan, teknologi, sumber daya manusia dan struktur organisasi.
Pada kesempatan Modul Nusantara, Kebhinnekaan 5 yang dilakukan oleh kelompok 7 Mahasiswa Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka Inbound Universitas Jember, kami melakukan kunjungan ke salah satu desa yang berhasil mengembangkan potensi desa melalui inovasi desa wisata, yakni Desa Kemiri, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur.Â
Sebelum seperti sekarang dikenal sebagai desa wisata, Desa Kemiri sudah terkenal sebagai salah satu desa yang memiliki potensi sebagai produsen kopi Jember karena letaknya yang berada di wilayah Gunung Argopuro. Topografi Desa Kemiri yang merupakan dominan pegunungan membuat rata-rata penduduknya merupakan petani ataupun buruh tani maupun buruh perkebunan.
Potensi hasil perkebunan berupa kopi yang memiliki nilai ekonomi tinggi masih belum mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat desa, terlebih ketika pada tahun 2006 sebuah peristiwa yang melanda Desa Kemiri membuat desa tersebut harus menata kembali kehidupan mereka. Pada tahun 2006, Desa Kemiri sempat dilanda banjir bandang yang hingga saat ini masih meninggalkan bekas yang mendalam bagi masyarakat Desa Kemiri. Tidak hanya berdampak pada pemukiman, akan tetapi juga kehidupan perekonomian masyarakat yang dominan sebagai petani dan buruh tani.
15 tahun sudah berlalu, Desa Kemiri sekarang telah memiliki wajah baru sebagai Desa Wisata berkat inovasi yang dilakukan oleh pemuda desa, gotong royong masyarakat serta partisipasi komunitas pemberdaya masyarakat. Inovasi yang diangkat oleh pemuda desa merupakan inovasi yang termasuk ke dalam area konsep.Â
Desa Kemiri yang mulanya hanya dikenal dan dipandang dengan simpati sebagai desa yang pernah mengalami peristiwa bencana alam serta kondisi masyarakat yang terkurung dalam keterpurukan hal tersebut membuat para pemuda dengan semangat, kegigihan dan tekad yang kuat untuk mengubah desa dengan membawa konsep perekonomian kretif dan sekarang dikenalah dengan Desa Wisata.
Desa Wisata Kemiri dikelola langsung oleh pemuda desa dan bekerjasama dengan komunitas pemberdaya masyarakat serta pesantren yang berada di desa. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Mas Ilham (pemuda desa) yang merupakan pengelola Desa Wisata Kemiri, saat kami berkujung Desa Kemiri sedang melakukan beberapa perbaikan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tarik desa wisata ini.
Kami disambut oleh pihak pengelola Desa Wisata Kemiri dan dibawa ke Cafe Sawah yang merupakan salah satu bagian dari destinasi yang ada di desa tersebut. Menikmati susana persawahan yang asri dan nilai tradisi Jawa yang dimasukan ke dalam konsep bangunannya dapat membawa pengunjung merasakan damainya susanan pedesaan dan menjauhi ramai serta padatnya kehidupan kota.Â
Setiap hari Sabtu dan Minggu, cafe Sawah juga menawarkan Live Musik hingga pukul 16.00 WIB. Setelah disambut dengan hangat serta seduhan sereh yang wangi serta makanan jadul singkong goreng dan pisang rebus, kami di ajak untuk mengunjungi salah satu destinasi yang terkenal lainnya di Desa Kemiri, yaitu JCC (Jember Coffe Center).
Melewati persawahan dan ladang masyarakat, kami juga melewati Kali Putih yaitu kali yang pada tahun 2006 meluap dan mengakibatkan banjir bandang. Pada saat kami melewati sungai tersebut, kali sedang surut dan terlihat banyak sekali bebatuan dan ada yang menarik perhatian kami semua, yakni pada sisi seberang terdapat batu gunung yang sangat besar. Menurut penuturan Mas Ilham, batu tersebut ialah batu yang terbawa saat banjir bandang dan hingga sekarang masyarakat sering memberikan persembahan dengan keyakinan agar dijauhkan dari kejadian yang dulu.
Setelah melewati kali, kami masuk ke pesantren dan jalan sebentar di jalan permukiman warga sebelum akhirnya sampai ke JCC atau Jember Coffe Center. Mas Dicky, sebagai pengelola JCC menyebutkan bahwa JCC sebenarnya sebagai wadah pengelolaan kopi, akan tetapi saat ini telah berkembang sebagai tempat edukasi dan pusat pengelolaan kopi masyarakat Desa serta menjadi cafe yang mana hal ini sebagai sarana penarik minat wisatawan untuk berkunjung.
Cafe yang berada di gunung, JCC menawarkan pemandangan yang luar biasa bagi penikmat kopi untuk menikmati seduhan kopi dari barista yang telah memiliki sertifikat. Hamparan persawahan dan gunung serta susana asri dan sejuk yang ditawarkan menjadi nilai potensial bagi JCC. Pada kesempatan tersebut kami diberitahukan pengetahuan terkait kopi, seperti di Indonesia terdapat 3 jenis kopi, yakni robusta, arabika dan liberka.Â
Perbedaan ketiga jenis kopi tersebut, seperti kopi robusta yang bijinya lebih besar atau kopi liberka yang memiliki garis tengah biji berwarna putih serta berkesempatan langsung untuk mencicipi olahan kopi serta belajar membuat latte art bersama barista. Pengalaman ini benar-benar pengalaman yang luar biasa bagi saya yang menyukai kopi, khusunya kopi arabika. Ada teman-teman penikmat kopi juga di sini?
 Â
Setelah mengunjungi JCC, kami diajak ke tempat budidaya anggrek, ada banyak jenis anggrek yang dibudidayakan. Akan tetapi, saya sendiri salah fokus dengan kehadiran kucing berbulu putih dengan mata sebiru langit yang menyambut kedatangan kami. Tidak terlalu lama kami berkeliling di tempat budidaya anggrek karena sudah waktunya makan siang, sehingga kami langsung kembali ke Cafe Sawah untuk menikmati makan siang.
Makan siang kali ini benar-benar nikmat, karena tidak hanya makan bersama teman-teman mahasiswa dari seluruh Indonesia, akan tetapi juga karena makan siang yang terlihat sederhana dengan telur dadar, ikan kering, sayur lalap dan sambal, akan tetapi juga hal ini ditambah menjadi syahdu dengan iringan live musik koplo yang tidak pernah tertinggal. Hal ini juga menjadi pengalaman yang unik bagi saya mahasiswa dari Kalimantan Selatan ketika berada di tanah Jawa, yakni di mana pun saya pasti mendengar iringan musik koplo. Jawa dan musik Koplo memang sudah menjiwa sekali.
Suasana semakin meriah ketika teman-teman mulai menyumbangkan suara emas mereka dan yang terakhir penampilan paling epik dengan lagu yang paling juara, yakni penampiran Dosen Pembimbing Lapangan kami yang menyumbangkan suara beliau dengan membawakan lagu "Ojo Dibandingke"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H