Mohon tunggu...
Dhena Aldhalia
Dhena Aldhalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan 2019 Universitas Lambung Mangkurat

TMI: MBTI aku INTJ, tidak terlalu suka keramaian, dan suka baca buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bersahabat, Bergembira, Belajar dan Berkarya di Tanoker Ledokombo

24 September 2022   11:11 Diperbarui: 24 September 2022   11:28 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama Pak Suporaharjo dan Ibu Ciciek, dok. pribadi

                                                                                   Bersahabat, bergembira, belajar dan berkarya

Mungkin, empat kata yang sebelumnya aku ucapkan terlihat biasa-biasa saja, terlihat tidak ada makna istimewanya karena kita pasti memiliki sahabat, berteman, dari hal tersebut kita pasti bergembira saling belajar juga dan bahkan mungkin menciptakan suatu karya pula. Akan tetapi, pernahkah kita terpikir bahwa, bersahabat, bergembira, belajar dan berkarya merupakan suatu landasan, suatu pondasi yang kuat dalam membentuk Tanoker Ledokombo.

Tanoker Ledokombo merupakan komunitas yang dibangun pada tahun 2009 oleh Bapak Suporaharjo dan Ibu Farha Ciciek. Komunitas Tanoker Ledokombo berada di Kacamatan Ledokombo yang merupakan salah satu wilayah dengan mayoritas orang tua di sana berprofesi sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) berdasarkan pemaparan Jurnal Nasional.

Setelah berkunjung ke tempatnya langsung dan berkesempatan bertemu dengan Bapak Supoharjo dalam kegiatan Modul Nusantara di Universitas Jember ada satu cerita yang beliau ceritakan yang menurut saya hal ini benar-benar menarik. Kisah Bapak Supoharjo yang awal mula kembali ke desa di Kecamatan Tanoker ini, dulunya beliau tinggal di Jakarta, kemudian pindah ke kampung. Melihat halaman rumah yang luas dan pertanyaan dari anak beliau tentang permainan zaman dulu yang Bapaknya mainkan menurut saya menjadi salah satu cikal bakal hadirnya Komunitas Tanoker Ledokombo.

Enggrang. Dulu tidak seperti sekarang, hal sederhana pun dapat menjadi suatu permainan. Cukup hal sederhana dapat membuat kita bergembira, dapat bertemu kawan, dapat belajar dan juga berkarya. Dengan kondisi lingkungan dimana banyak anak-anak yang ditinggal orang tua mereka untuk bekerja sebagai TKI, anak-anak kurang perhatian orang tua, kesepian dan tidak ada yang memberikan pelajaran, maka dari hal tersebutlah Pak Suporaharjo dan Ibu Ciciek (panggilan akrab beliau) membangun komunitas Tanoker Ledokombo untuk menjadi sebuah wadah di mana anak-anak dapat bermain, belajar, bergembira dan berkarya.

Oh, iya, saat datang kami langsung disambut dengan hangat dan ramah, kemudian diberikan mahkota dari Janur yang memiliki makna cahaya yang datang. Beliau mengatakan bahwa kami mahasiswa PMM Inbound Universitas Jember merupakan cahaya yang datang ke Tanoker Ledokombo.

Pada kesempatan ini, Pak Suporaharjo memberikan pemaparan terkait tema "Mewujudkan Wista melalui Strategi Pemberdayaan Masyarakat di Komunitas Tanoker Ledokombo". Sebagai anak Ilmu Pemerintahan sendiri saya sangat tertarik ketika beliau memaparkan permasalahan pemberdayaan masyarakat, sebab dari perkuliahan yang saya tempuh beberapa kali saya berkunjung di desa di daerah saya sendiri khususnya untuk melihat bagaimanna Pemerintah Desa ini memberdayakan desanya, memberdayakan masyarakatnya, dan memberdayakan sumber daya yang ada di desanya.

Pemberdayaan masyarakat yang Pak Supoharjo lakukan bersama komunitasnya tidak hanya terkait pemberdayaan yang partisipatif (mengajak masyarakat ikut serta), akan tetapi pemberdayaan yang hadir dan menjadi bagian dalam wilayah tersebut. Pak Supoharjo sendiri memaparkan bahwasanya dalam meberdayakan masyarakat setidaknya kita berpegang pada 4 alur dari Appreciative Inquiry, yaitu discovery (menemukan), dream (mimpi), design (merancang), dan destiny (mewujudkan).

Dan Pak Suporaharjo juga berpegang bahwa setiap hal baik yang kita lakukan walaupun dengan ukuran yang kecil, maka hal tersebut akan memberikan dampak yang pasti sebagaimana dalam teori dalam bentuk diagram bahwasanya setiap kita melakukan hal-hal atau kebiasaan baik walaupun dalam ukuran yang kecil, maka dalam 1 tahun kita dapat merasakan dampak kebiasaan baik yang dilakukan setiap hari sebesar 37 kalinya. Walau terlihat tidak besar, akan tetapi hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan dan hal tersebut juga berlaku pada kegiatan atau kebiasaan buruk yang kita lakukan berulang setiap harinya, maka dalam kurun waktu 1 tahun kita dapat merasakan dampaknya sebesar 37 kali lebih buruk.

Hal ini yang menurut saya ilmu yang benar-benar luar biasa yang bisa saya petik dari sosok Pak Suporaharjo dan Ibu Ciciek yang mengabdi dalam Komunitas Tanoker Ledokombo. Kebiasaan baik yang dilakukan pak Suporaharjo setiap harinya dalam 1 tahun dan tiap tahunnya memperlihatkan hasil yang lebih baik dengan bukti bahwa dulunya permainan Enggrang yang menjadi salah satu kegiatan yang ada di Komunitas Tanoker dapat membawa anak-anak bermain, belajar hingga berkarya sampai ke tingkat internasional (tampil di Thailand) serta membawa dampak pada perekonomian di desa dengan agenda-agenda mingguan, bulanan dan tahunan yang dilakukan Komunitas Tanoker Ledokombo.

Foto bersama Kelompok 7 Modul Nusantara Universitas Jember, dok. pribadi
Foto bersama Kelompok 7 Modul Nusantara Universitas Jember, dok. pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun