Mohon tunggu...
Delvis Sonda
Delvis Sonda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Paradoks Demokrasi di Indonesia

10 September 2024   01:50 Diperbarui: 10 September 2024   01:55 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: Delvis Sonda

Pemikiran tentang demokrasi bukanlah konsep yang muncul secara orisinal di Indonesia. Sebelum era modern, konsep demokrasi sudah berkembang di Yunani kuno, yang dikenal sebagai pusat pengetahuan awal. Yunani, khususnya kota Athena, menerapkan sistem demokrasi sederhana berupa demokrasi perwakilan, di mana warga dipilih secara acak untuk posisi administratif dan yudisial, sementara legislatif dipegang oleh seluruh warga. Konsep ini menjadi cikal bakal bagi perkembangan demokrasi modern.

Seiring waktu, ide demokrasi terus mengalami perkembangan, terutama setelah Renaisans dan Revolusi Prancis di Eropa pada abad pertengahan. Pemikir-pemikir politik Eropa memperluas ide tersebut, termasuk teori trias politica.

Di Indonesia, konsep demokrasi diperkenalkan melalui mahasiswa yang belajar di Eropa, seperti Mohammad Hatta. Mereka melihat bahwa demokrasi dapat menjadi alat penegakan keadilan. Hatta, misalnya, dapat membela dirinya dalam pengadilan Belanda, meskipun ia dituduh melakukan pelanggaran. Pembelaannya, yang berjudul "Indonesia Vrij" atau "Indonesia Bebas", mendorong masuknya ide demokrasi ke Indonesia yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda.

Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 menandai awal penerapan sistem demokrasi di negara ini. Sejak saat itu, demokrasi Indonesia telah mengalami berbagai perubahan, melalui empat periode: Demokrasi Parlementer (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1966), Demokrasi Pancasila (1966-1998), dan Demokrasi Reformasi (1998-sekarang).

Saat ini, kita terus berusaha menguatkan demokrasi di Indonesia. Namun, setelah perjalanan panjang tersebut, penting untuk merenung dan mengevaluasi posisi demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi sering kali berbenturan dengan kepentingan politik, yang mengakibatkan pengurangan makna demokrasi sebagai sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat. Demokrasi sering tereduksi menjadi formalitas politik, mengabaikan aspek kebebasan berpendapat dan kesejahteraan rakyat, dan menjadi sekadar demokrasi elektoral.

Demokrasi Indonesia saat ini tampaknya terjebak dalam formalitas elektoral, di mana pemilihan umum hanya menjadi rutinitas tanpa makna mendalam. Ini menimbulkan masalah seperti pemborosan anggaran dan polarisasi sosial. Misalnya, pada Pemilu 2024, anggaran yang dialokasikan lebih dari 71,8 triliun rupiah, belum termasuk anggaran tambahan dan pengawasan.

Monopoli demokrasi oleh elit politik sering kali melibatkan politik identitas yang memecah belah. Narasi "kita vs mereka" memperdalam perpecahan antara kelompok pendukung calon yang berbeda. Masyarakat yang kurang memahami politik sering kali menjadi apatis dan hanya mengikuti arus opini publik, memungkinkan elit politik menguasai demokrasi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada masa Orde Baru, rezim tersebut mengklaim menerapkan Pancasila dalam setiap aspek pemerintahan, namun sebenarnya memonopoli demokrasi, memastikan kemenangan pemilu yang sama dan membredel pers kritis. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) juga menjadi masalah besar.

Reduksi makna demokrasi menjadi dua aspek: pertama, penyempitan menjadi sekadar demokrasi elektoral, dan kedua, monopoli oleh elit politik. Kurangnya dukungan dari kelompok penekan juga menyebabkan demokrasi kehilangan fungsinya. Masyarakat seharusnya berperan sebagai kelompok penekan untuk menjaga integritas demokrasi.

Namun, pemahaman politik yang tidak merata membuat banyak elemen masyarakat menjadi apatis atau terlalu fokus pada urusan pribadi. Hanya beberapa kelompok, seperti mahasiswa dan buruh, yang aktif sebagai kelompok penekan, sementara sebagian besar masyarakat tetap menjadi pemilih yang mengikuti arus opini publik.

Demokrasi pada awalnya dihadirkan untuk menawarkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Namun, penyelenggara demokrasi sering kali memonopoli dan mereduksi makna serta fungsinya. Demokrasi seharusnya mencakup kebebasan berpendapat, kesejahteraan rakyat, penegakan hukum, perlindungan HAM, dan keadilan sosial. Kita harus terus berjuang untuk mencapai demokrasi yang paripurna dan menjaga semangat demokrasi di tengah perjalanan panjang yang harus dilalui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun