Salah satu penyair yang sudah akrab di telinga pecinta puisi adalah Sapardi Djoko Damono. Buku-buku kumpulan puisinya seperti "Hujan Bulan Juni" dan "Melipat Jarak" adalah salah satu bukti eksistensi Beliau dalam perpuisian Indonesia. Barangkali ketika mendengar nama SDD satu sajak yang menjadi 'Ruh' adalah yang berjudul "Aku Ingin Mencintaimu Dengan Sederhana". Sebuah sajak yang bahkan sampai tertulis rapi di hamper seluruh undangan pernikahan.
Saya pribadi adalah salah satu penggemar Beliau. Salah satu puisi yang sering saya baca berulang-ulang adalah puisi berjudul "Dalam Doaku".
Puisi ini adalah sebuah puisi sederhana dengan kata-kata yang sederhana pula, namun begitu membacanya, serasa diajak untuk mengarungi keluasan imajinasi dengan permainan majas-majasnya: Majas Personifikasi, Depersonifikasi, Sintesa, Repetisi, Alegori dan lainnya. Citraan yang digunakan dalam puisi ini pun lengkap, mulai dari citraan penglihatan, pendengaran dan citraan gerak.
Baca juga: Kajian Unsur Kosakata dan Diksi dalam Puisi "Sepatu" Karya Sapardi Djoko Damono
Berikut puisinya:
Dalam Doaku
dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang semalaman
tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam
doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan
pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau
entah dari mana
dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang
hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap
di dahan pohon mangga itu
maghrib ini di dalam doaku
kau menjelma angin yang turun sangat pelahan dari nun di sana,
bersijingkat di jalan kecil itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu,
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di
rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku, yang
dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang
entah batasnya, yang setia mengusut rahasia demi rahasia,
yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku