Mohon tunggu...
Syarief Kate
Syarief Kate Mohon Tunggu... Freelancer - Simple dan Senang Berbagi

| Menjadi insan yang bermanfaat bagi yang lain | Penulis Buku : ~Sudut Kota~ ~Biarkan Aku Menulis~ ~Negeri Seribu Alasan~ ~Demokrasi Rasa Kopi~ Founder Home Writing Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrasi Milenial Zaman Now

28 Maret 2019   10:32 Diperbarui: 28 Maret 2019   10:40 774
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semua tentu tidak asing lagi dengan pendapat Abraham Linkoln yang mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Demokrasi sebagai sistem yang telah disepakati dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia patut diapresiasi. Secara prosedural demokrasi di Indonesia belum optimal karena ada indikasi 'kecurangan'. Seperti dalam pemilu yang masih dihiasi berbagi problem klasik berupa kampanye hitam, politik uang, saling mencela bahkan perkusi terhadap lawan politik dan lain sebagainya. Dan pendidikan politik oleh partai politik juga belum berjalan maksimal.

Kesadaran rakyat untuk berpartisipasi dalam pemilu pun mengalami fluktuasi sehingga muncullah kelompok 'swing voters'. Hal ini disebabkan karena subtansi berdemokrasi yakni kesejahteraan rakyat belum terjewantahkan dalam sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai amanat konstitusi.

Rakyat Indonesia terutama milenial zaman sekarang digiring dan dilirik ketika pemilu dengan janji kampanye. Akan tetapi, para elit ketika terpilih melupakan rakyat dan malah sibuk mensejahterakan diri, kelompok dan golonganya. Sehingga demokrasi telah berubah pola dari rakyat, oleh rakyat dan untuk kalangan elit semata.

Rakyat telah diberi hak dan kebebasan untuk memilih calon presiden, legislatif, perwakilan daerah, gubernur, bupati, kepala desa bahkan sekaliber
RT/RW.  Akan tetapi esensi demokrasi yang sebenarnya jauh panggang dari  api. Kesejahteraan rakyat dalam pusaran tanda tanya dan dijadikan lahan
bisnis semata. Bahkan rakyat hanya  dijadikan 'tumbal' atas nama kepentingan pribadi sehingga terjadilah pertengkaran dan adu domba
diantara mereka. Rakyat berselisih, sementara para calon tetap kumpul di warung kopi.

Selain itu, harapan terhadap perwakilan rakyat yang telah duduk di kursiempuknya belum juga bekerja sesuai apa yang digariskan. Sebagian anggota dewan sibuk mempertontonkan hal yang menggelitik. Saling menyindir, mencela, mengeluarkan kata kotor sampai adu jotos dalam sidang yang 'katanya' terhormat. Semestinya adu argumenlah yang ditonjolkan untuk melahirkan peraturan yang memihak kepada rakyat.

Mestinya eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak saling 'mencatut' tetapi berkolaborasi untuk mencari dan memenuhi kebutuhan rakyat. Semoga ke depan kedewasaan berdemokrasi di Indonesia berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi itu sendiri. 

Rakyat tidak lagi ditekan untuk memilih calon tertentu, dibungkam pendapatnya, dibatasi ruang aspirasinya dan yang paling penting kesejahteraannya bisa tercapai. Selain itu, kelak terpilih sosok pemimpin yang tidak mengedepankan sikap egois, anti kritikan, dan hanya membagi kekayaan negara di tengah jeritan rakyat. 

Negeri ini butuh sosok negarawan yang mampu berdikari  dalam semua aspek. Sebab generasi milenial dapat menggoreng kembali jejak digital janji kampanye pemimpin negaranya. Diera milenial semua yang telah disampaikan oleh para calon pemimpin terekam dengan jelas sehingga tidak ada alasan dan lari dari tanggung jawab untuk mewujudkan esensi demokrasi tanpa kecuali.

Milenial Zaman Now

Milenial zaman now adalah sosok yang memiliki banyak potensi, kemauan dan kemampuan menangkap peluang, berkreativitas dan berinovasi serta menyukai tantangan, Oleh karena itu apapun yang dimilikinya, maka semestinya kaum milenial mempunyai semangat yang menggelora agar berkontribusi nyata terhadap perubahan dunia dan kemajuan bangsa dalam segala bidang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun