Mohon tunggu...
Dhea kaban
Dhea kaban Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi angkatan 2021

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kebudayaan Membentuk Intisari Kepribadian Anak

15 September 2022   10:40 Diperbarui: 15 September 2022   10:59 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sangat sering dikemukakan bahwa orangtua merupakan guru yang memberi dasar pembelajaran bagi seorang anak. 

Secara umum, orangtua tidak mengajari anak tentang ilmu nyata dengan konsep teoritik. Tetapi orangtua mengajari anak tentang nilai-nilai, peraturan dan cara untuk memandang dunia, khususnya dari segi latar belakang suku, budaya dan agama yang dianut keluarga tersebut. 

Penentuan karakter anak pada dasarnya ditentukan oleh seberapa efektifnya keluarga tersebut berhasil menanamkan nilai nilai yang dianggap baik, untuk menstimulasi pola pikir anak yang akan membentuk karakter dalam diri anak tersebut.

APA ITU BUDAYA DALAM KELUARGA?

Budaya dalam keluarga merupakan salah satu BAB penting dari buku pelajaran yang diajarkan orangtua kepada anak. karena itu budaya penting dalam pembentukan karakter anak dalam keluarga itu.

Dalam keluarga saya, ada beberapa nilai nilai dalam budaya yang masih diteruskan maupun sudah tidak lagi diajarkan karena beberapa faktor pengalaman dan perubahan situasi zaman sekarang. 

Saya memiliki latar belakang suku batak karo dan dalam suku ini, setiap anak dalam keluarga akan mendapatkan marga yang diturunkan dari marga yang dibawa sang Ayah. Dalam buku Samovar yang berjudul Communication Between Cultures, menyatakan bahwa salah satu fungsi keluarga yaitu memberi nama keluarga pada anak.

NILAI BUDAYA DALAM KELUARGA

Marga yang dibawa masing masing anak, pada dasarnya dianggap punya sistem garis perjodohan. Dalam suku ini, jika seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki dinilai cocok menurut garis marga dari sudut pandang suku, maka mereka akan disebut "impal". 

Seorang anak perempuan akan dianggap cocok dengan anak laki laki, jika marga yang dipunya anak perempuan tersebut sama dengan marga ibu dari anak laki laki tersebut. Jika memiliki kesamaan ini, maka biasanya mereka akan dianggap cocok jika menjadi pasangan dan membangun rumah tangga. 

Nilai ini dipercaya karena budaya ini merasa bahwa pasangan yang cocok dinilai dari bibit, bebet dan bobotnya. Jadi jika mengambil calon pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang sama dan punya silsilah keluarga yang sama maka akan meminimalisir perbedaan yang akan menimbulkan perdebatan kelak. Selain itu juga, nilai ini dianggap bisa mempererat tali persaudaraan dan mempertahankan kekentalan prinsip dan peraturan dalam suku.

Kepercayaan ini dibawa dan diajarkan oleh kakek dan nenek saya yang berasal dari keluarga ibu, dan diajarkan kepada setiap anak dalam keluarga ( ibu saya dan saudaranya). Ibu saya terdiri dari 7 bersaudara, 4 anak laki laki dan 3 anak perempuan. Nilai yang dipercayai ini kemudian diajarkan dan diterapkan dalam keluarga Ibu saya pada masa itu. 

Oleh karena nilai ini dianggap harus diterapkan karena dianggap merupakan salah satu keputusan yang baik, maka kakek dan nenek saya mengharuskan, setidaknya anak laki laki bungsu dan anak perempuan bungsu dalam keluarga harus melaksanakan nilai ini. 

Prinsip ini benar dilaksanakan oleh anak laki laki bungsu. Kehidupan pernikahan berjalan normal, hingga beberapa tahun kemudian memiliki permasalahan hingga akhirnya harus berpisah. Dari kejadian ini, anak perempuan bungsu dalam keluarga akhirnya tidak lagi diharuskan untuk melaksanakan perjodohan tersebut.

Bukan hanya berakhir disitu saja, tetapi hingga sekarang keluarga saya berhenti memaksakan sistem tersebut dan nilai itu tidak lagi diharuskan untuk dilaksanakan oleh setiap anak dalam keluarga. 

Mengingat dari kejadian masa lalu yang akhirnya menjadi pengalaman dan menimbulkan sudut pandang baru, nilai ini mulai dipertimbangkan dan tidak lagi dipaksakan untuk harus dilaksanakan. Keluarga kami lebih percaya apapun latar belakang, suku, budaya yang dianut oleh calon pasangan si anak kelak, itu tidak lagi menjadi patokan utama dalam menentukan layak tidaknya dirinya. 

Tetapi sikap dan perilaku si calon pasangan terhadap satu sama lainnya lah yang menjadi standar utama dalam menentukan layak tidaknya hubungan tersebut tetap terjalin dan dibawa kejenjang yang lebih serius.

Terlebih dari itu semua, banyak nilai nilai budaya positif yang diajarkan turun temurun dari keluarga. Mulai dari cara berpikir, bersikap dan bertindak. Budaya batak terkenal dengan ketegasan peraturannya, oleh karenanya dapat dikatakan anak yang tumbuh dalam suku ini memiliki tingkat kesopanan dan tata krama yang ideal, terlebih cara mereka bersikap pada orang yang lebih tua. 

Ketegasan ini juga turun temurun diajarkan hingga anak tumbuh dengan ketegasan yang sama yang mendorong tumbuh kembang anak menjadi seorang yang mempunyai prinsip.

Kebudayaan dan juga nilai nilainya punya banyak sekali makna dalam kehidupan kita masing masing. Kebudayaan menjadi salah satu alasan yang membuat setiap manusia punya sisi istimewa. Nilai nilai yang ditanam dalam diri kita masing masing membentuk pola pikir dan sudut pandang yang berbeda beda dan hal itulah yang membuat kita punya keunikannya masing masing. 

Oleh karena itu, budaya dan nilai nilai positif nya sangat penting untuk terus dilestarikan dan dikembangkan dari generasi ke generasi.

Samovar, L.A, Porter, R.E, McDaniel, E.R, Roy, C.S. (2015). Communication:Between Cultures. 14th edition. Cengage Learning. Boston:USA

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun