Mohon tunggu...
Dhea Apriano Aurora
Dhea Apriano Aurora Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Biologi Universitas Andalas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Penting Gak Sih Burung Maleo (Macrocephalon maleo) Dikonservasi?

28 Desember 2021   20:43 Diperbarui: 28 Desember 2021   21:10 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalian tau ga sih apa itu Macrocephalon maleo atau biasa disebut dengan Burung Maleo? Nah, Burung Maleo ini merupakan salah satu satwa endemik Pulau Sulawesi dan merupakan satu-satunya burung di dalam genus tunggal Macrocephalon. Berdasarkan data terbaru tahun 2021 yang dirilis oleh IUCN, burung ini statusnya masuk ke dalam kategori Endangered (kritis menuju kepunahan) dan ditetapkan sebagai salah satu jenis satwa yang dilindungi oleh CITES dengan status Appendix I (dilarang untuk diperdagangkan). 

Jika burung ini punah, maka tidak hanya kehilangan spesies endemik, tetapi juga kehilangan genus endemik karena  Macrocephalon merupakan satu-satunya genus yang berada di famili Megapodiidae. Selain langka, burung ini ternyata unik karena burung ini merupakan burung anti-poligami (setia). Apabila pasangannya mati, burung ini tidak akan bertelur lagi

Burung Maleo ini memiliki ciri-ciri, yaitu bulu berwarna hitam, kulit sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki berwarna abu-abu, paruh berwarna jingga dan bulu sisi bawah berwarna merah muda keputihan, serta di atas kepalanya terdapat tanduk (jambul keras) berwarna hitam yang berfungsi untuk mendeteksi panas bumi yang sesuai untuk menetaskan telurnya. Biasanya betina berukuran lebih kecil dan berwarna lebih kelam dibandingkan dengan jantan. Burung Maleo ini tidak suka terbang walaupun sayapnya cukup panjang dan lebih senang berjalan kaki daripada terbang. Burung Maleo memiliki ukuran telur yang besar, yaitu mencapai 5 kali lebih besar dari telur ayam dengan berat diantara 240-270 gram per-butirnya.

Apa sih alasan perlunya Burung Maleo itu dikonservasi?

a. Merupakan burung Anti-poligami (Monogami)

Burung ini hanya memiliki satu pasangan. Apabila pasangannya mati, maka burung ini tidak akan bertelur lagi. Artinya dengan berhentinya burung ini bertelur, maka tidak akan ada keturunan dari burung ini selanjutnya. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan populasi burung ini.

b. Hidup di habitat tertentu

Burung ini biasanya hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegunungan yang memiliki mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Alasan burung ini menetap di daerah yang seperti itu karena di daerah dengan sumber panas bumi itu, Burung Maleo itu mengubur telurnya di dalam pasir. Artinya, burung Maleo ini hanya bisa hidup di tempat yang memiliki sumber panas bumi. Apabila habitatnya sudah diganggu oleh manusia, maka habitat dari burung ini akan terganggu dan rusak. Hal tersebut yang akan menyebabkan burung ini kesulitan untuk mencari habitatnya, bahkan mengalami kematian.

c. Banyak diburu untuk kepentingan masyarakat

Burung Maleo dan juga telurnya dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi dan juga diperjualbelikan karena harganya yang relatif tinggi. Selain itu, burung ini juga digunakan dalam upacara adat. Apabila hal tersebut terjadi secara terus-menerus, maka hal ini akan menyebabkan kepunahan dari spesies ini.

d. Lemahnya penegakan hukum

Saat ini penegakan hukum tindak kejahatan pada burung endemik sangat lemah, walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1990. Padahal dampak dari masalah tersebut  sangat besar, yaitu dapat menyebabkan kerusakan lingkungan burung endemik tersebut.

Karena banyak faktor yang menyebabkan burung ini terancam punah atau resiko kepunahannya yang tinggi, maka perlu dilakukannya tindakan penyelamatan demi upaya konservasi, baik secara in-situ dan ex-situ. Informasi diversitas genetik sangat penting karena dapat memberikan tujuan dan arah pengembangan konservasi serta sering dijadikan sebagai indikator keberhasilan dalam kegiatan konservasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara pendekatan molekuler. Dengan adanya pendekatan molekuler ini, kita bisa melihat tingkat keragaman genetik intraspesies dan dapat mengetahui hubungan kekerabatan (filogenetik) dari spesies tersebut. Namun, masih belum banyak penelitian tentang molekuler Burung Maleo ini. 

Penelitian yang berkaitan tentang keanekaragaman genetik Burung Maleo ini pernah dilakukan oleh Budiarsa dkk . Penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keanekaragaman genetik dengan menggunakan marka molekuler intron satu gen rhodopsin pada Burung Maleo yang mewakili populasi berhabitat di hutan . Gen rhodopsin merupakan gen yang bermanfaat untuk taksa burung. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan cara Polymerase Chain Reaction .

Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 7 holotipe dengan keanekaragaman nukleotida sebesar 0,0037-0,013 dan menjelaskan bahwa Burung Maleo yang mewakili populasi berhabitat di pesisir pantai memiliki keanekaragaman holotipe dan nukleotida lebih rendah dibanding populasi yang mewakili hutan. Dari hasil yang telah didapatkan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada populasi Burung Maleo yang mewakili habitat di pesisir pantai itu tidak terjadi perkawinan antar individu yang berholotipe beda dikarenakan isolasi geografis.

Upaya konservasi lainnya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat penangkaran Burung Maleo. Penangkaran Burung Maleo dibangun untuk menyelamatkan dan melindungi satwa endemik itu dari ambang kepunahan akibat perburuan liar. Burung Maleo termasuk dalam daftar satwa dilindungi seperti tertuang di dalam Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Satwa ini juga termasuk dalam daftar burung dengan kategori langka dan dilindungi secara internasional oleh lembaga konservasi dunia.

Langkah-langkah penangkaran burung maleo dimulai dengan cara mencari telurnya. Tempat penangkaran yang ada bisa menampung 100-150 butir telur Burung Maleo. Telur-telur Burung Maleo dari alam bebas ini setelah dibawa ke penangkaran, langsung ditanam atau dikubur di dalam lubang dengan ukuran tertentu dengan kondisi dibuat mirip seperti di alam bebas.

Cara meletakkan telur juga harus benar karena jika tidak, telur Burung Maleo tidak menetas sampai waktunya. Masa penangkaran telur Burung Maleo berlangsung 65-95 hari. Salah satu penangkaran Burung Maleo ini telah terbentuk di Desa Tuva dan Saluki pada tahun 2005. Kelompok ini bernama Cagar Maleo yang kemudian menjalin mitra dengan Balai Besar TNLL dalam melakukan berbagai kegiatan konservasi dan selalu dilibatkan dalam kegiatan pelestarian flora dan fauna di kawasan TNLL termasuk menjaga populasi maleo.

Penulis :

Dhea Apriano Aurora (1910422011) dan Sherly Jadespi (1910423015)

Penulis merupakan mahasiswa Strata-1, Jurusan Biologi, Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun