Indonesia diketahui memiliki berbagai macam ragam suku bangsa yang melahirkan berbagai macam budaya, disetiap daerah yang ada di Indonesia tentunya memiliki ciri khas yang berbeda pula. Seperti halnya sekarang ini banyak masyarakat suku Bugis-Makassar yang terkenal dengan adatnya yaitu perihal perkawinan yang sangat kental dengan istilah "Uang Panai".Â
Di kalangan masyarakat Bugis-Makassar memang menjadi suatu adat kebiasaan yang dianggap suatu hal yang menarik perhatian, pasalnya apabila seorang gadis akan menikah yang ditanyakan ialah "berapa uang panai'ta?" pertanyaan tersebut sering dilontarkan kepada para pria kepada si gadis pujaan hatinya dan itu tentu mempunyai peran penting dalam pernikahan masyarakat suku Bugis-Makassar.
Besaran jumlah uang panai' bisa dibilang menjadi adu gengsi bagi masyarakat Bugis-Makassar, pasalnya dalam beberapa kejadian belakangan ini banyak kaum pria yang menunda pernikahannya untuk mengumpulkan uang panai'nya demi menikahi gadis pujaan hatinya. Tak tanggung-tanggung besarnya uang panai' tergantung dari faktor sang perumpuan apabila memiliki kasta, marga dan pendidikan dengan tingkatan yang berbeda maka jumlah uang panai' juga tentu akan berbeda.
Namun jika dikaji dalam islam uang panai' sebanarnya bukanlah bagian dari syarat sah menikah dan bukan pula salah satu kewajiban yang harus ditunaikan dalam sebuah pernikahan karena pernikahan dalam islam ialah suatu ikatan yang sangat kuat dan dipandang suatu hal yang suci serta mulia, dalam QS. Ar-Ruum 30;22 diterapkan sebagai salah satu dari kesekian banyak nikmat Allah Swt kepada hambanya dan sebagai kekuasaan dan Kebesarannya.
Adapun arti penting dalam sebuah pernikahan yang telah di syari'atkan ialah dapat menghimpun serta menyatukan dua insan yang berbeda untuk menyatukan dua kelompok keluarga besar yang asalnya terdiri dari dua keluarga yang tidak mengenal.Â
Berdasarkan asumsi tersebut dalam al-Qur'an maupun Hadis diperintahkan untuk menyegerakan suatu pernikahan bagi yang mempunyai kemampuan dan kesiapan fisik maupun mental. Adapun maksud disyari'atkan pernikahan tersebut adalah upaya dalam pengembangan masyarakat dengan keturunan yang saleh, dan usaha yaitu rumah tangga yang sakinah.Â
Adapun tahapan-tahapan mengenai prosesi pernikahan setelah diadakan peminangan (khitbah) diantaranya akad nikah kehadiran wali dan saksi, kewajiban memberi mahar dan sampai acara perayaan pernikahan yang islami dengan maksud tidak melebih-lebihkan. Seperti dalam Hadis Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda bahwa "Sesungguhnya pernikahan yang paling besar keberkahannya adalah paling ringan maharnya" (H.R. Ahmad).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H