ABSTRAK
Fenomena radikalisme di kalangan mahasiswa telah menjadi isu serius yang menantang nilai- nilai kebangsaan, termasuk semangat bela negara yang berlandaskan Pancasila. Artikel ini membahas faktor-faktor yang menyebabkan radikalisme berkembang di lingkungan akademik, seperti ketidakpuasan sosial, pengaruh ideologi ekstrem, krisis identitas, dan peran media sosial. Dampak dari radikalisme terhadap mahasiswa meliputi erosi nilai kebangsaan, disintegrasi sosial, gangguan terhadap sistem pendidikan, dan ancaman terhadap stabilitas nasional. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan pendekatan strategis yang melibatkan penguatan pendidikan bela negara, peningkatan pengawasan di lingkungan kampus, keterlibatan aktif mahasiswa dalam isu sosial, serta kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, dan masyarakat. Artikel ini menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai agen perubahan yang konstruktif dalam menjaga keutuhan bangsa melalui penanaman nilai- nilai bela negara yang kuat.
Kata Kunci: Radikalisme, mahasiswa, bela negara, nilai kebangsaan, pendidikanÂ
ABSTRACT
 The phenomenon of radicalism among students has become a serious issue that challenges
 national values, including the spirit of defending the country based on Pancasila. This article
 discusses the factors that cause radicalism to develop in the academic environment, such as
 social dissatisfaction, the influence of extreme ideologies, identity crises, and the role of
 social media. The impact of radicalism on students includes erosion of national values, social
Â
disintegration, disruption of the education system, and threats to national stability. To face this challenge, a strategic approach is needed that involves strengthening state defense
 education, increasing supervision in the campus environment, active involvement of students
 in social issues, as well as collaboration between the government, educational institutions and
 society. This article emphasizes the importance of the role of students as constructive agents
 of change in maintaining the integrity of the nation through instilling strong national defense
 values.
 Keywords: Radicalism, students, defending the country, national values, education
Latar belakang penulisan artikel :
     Radikalisme di kalangan mahasiswa telah menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa diharapkan menjadi agen perubahan yang berperan dalam menjaga keutuhan dan persatuan nasional. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sebagian dari mereka justru terjerumus dalam ideologi-ideologi radikal yang mengancam stabilitas sosial dan politik negara. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran bahwa nilai-nilai kebangsaan, termasuk semangat bela negara, mulai tergeser oleh pengaruh paham ekstrem yang bertentangan dengan Pancasila. Dalam konteks bela negara, mahasiswa memiliki peran penting untuk menjaga dan mempertahankan identitas kebangsaan yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan semangat Bhinneka Tunggal Ika. Nilai bela negara bukan hanya berbicara tentang kesiapan fisik untuk membela tanah air, tetapi juga komitmen terhadap persatuan, toleransi, dan kebhinekaan. Namun, pengaruh radikalisme yang menyebar melalui berbagai saluran, termasuk media sosial, membuat sebagian mahasiswa lebih tertarik pada narasi-narasi yang menjanjikan perubahan drastis dan instan, meskipun melalui cara-cara yang bertentangan dengan konstitusi dan prinsip-prinsip kebangsaan.
Salah satu penyebab maraknya radikalisme di kalangan mahasiswa adalah krisis identitas dan ketidakpuasan sosial. Mahasiswa yang sedang berada dalam fase pencarian jati diri cenderung menjadi target empuk bagi kelompok-kelompok radikal yang menawarkan alternatif ideologi sebagai solusi atas berbagai masalah, seperti ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, dan kegagalan pemerintah dalam memenuhi ekspektasi publik. Mereka melihat radikalisme sebagai jalan pintas untuk mengekspresikan ketidakpuasan, mereka, tanpa menyadari bahwa hal ini justru mengancam keutuhan negara yang seharusnya mereka bela.Selain itu, lemahnya pendidikan karakter dan kebangsaan di berbagai lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi, turut berkontribusi terhadap fenomena ini. Kurikulum yang lebih berfokus pada aspek akademis dan kurang mengintegrasikan pendidikan nilai-nilai kebangsaan dan bela negara membuat mahasiswa kurang memiliki kesadaran yang kuat terhadap pentingnya mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Kampus yang seharusnya menjadi wadah pengembangan intelektual dan dialog terbuka malah sering menjadi tempat penyebaran ideologi-ideologi radikal, terutama ketika kontrol dari pihak kampus lemah atau kurang efektif.
Radikalisme di kalangan mahasiswa bukan hanya ancaman terhadap stabilitas sosial- politik, tetapi juga menimbulkan tantangan serius bagi upaya pemerintah dalam menanamkan nilai-nilai bela negara. Di tengah era globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi informasi, ideologi-ideologi radikal semakin mudah diakses oleh mahasiswa melalui berbagai platform digital. Hal ini menambah kompleksitas upaya untuk mencegah penyebaran radikalisme di lingkungan akademik, karena selain tantangan di dunia nyata, radikalisme juga menyebar dengan cepat di dunia maya. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan pendekatan yang komprehensif dan strategis guna menghadapi tantangan ini. Pemerintah, pihak kampus, serta masyarakat sipil harus bekerja sama untuk mengembangkan program- program pendidikan dan penyadaran yang lebih efektif dalam memperkuat nilai-nilai kebangsaan dan bela negara di kalangan mahasiswa. Pendekatan yang digunakan harus adaptif dan relevan dengan situasi sosial mahasiswa saat ini, sehingga mereka tidak hanya memahami konsep bela negara secara teoretis, tetapi juga menjadikannya sebagai bagian dari identitas dan tanggung jawab mereka sebagai warga negara.
   Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengkaji fenomena radikalisme di kalangan mahasiswa, menganalisis penyebab-penyebabnya, serta memberikan rekomendasi tentang langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk menangkalnya. Dengan demikian, diharapkan nilai-nilai bela negara dapat kembali ditegakkan, dan mahasiswa dapat menjalankan peran mereka sebagai agen perubahan yang konstruktif dalam menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Metode Penelitian :
   Dalam penulisan artikel ini penulis menggunakan metode studi kepustakaan dengan mengambil dari berbagai sumber seperti buku-buku yang berhubungan dengan topik penulisan ini. Penulis menganalisis berbagai informasi dari berbagai sumber, mencari keterkaitan dengan topik yang dibahas dalam artikel ini, dan menghubungkan ide-ide yang ada dalam referensi sehingga menjadi kajian pustaka yang menampilkan hasil analisis yang sesuai dengan topik yang dibahas.
PembahasanÂ
Radikalisme
    Radikalisme di kalangan mahasiswa merupakan fenomena kompleks yang berkaitan erat dengan berbagai aspek sosial, politik, dan budaya. Artikel ini bertujuan untuk menggali secara mendalam faktor-faktor yang menyebabkan radikalisme berkembang di lingkungan akademik, mengidentifikasi dampak radikalisme terhadap mahasiswa dan nilai-nilai kebangsaan, serta menawarkan langkah-langkah strategis untuk menangkalnya dalam konteks nilai bela negara. Menurut Hornby (2000: 691), radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar. Dalam bahasa Inggris kata radical dapat bermakna ekstrim, menyeluruh, fanatik, revolusioner, ultra dan fundamental. Sedangkan radicalism artinya doktrin atau praktik penganut paham radikal atau paham ekstrim. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik.Radikalisme, berasal dari kata radikal yang berarti secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); amat keras menuntut perubahan (undang-undang pemerintah dan sebagainya); maju dalam berpikir atau bertindak.Sedangkan radikalisme adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrim dalam suatu aliran politik. Sementara Sartono Kartodirdjo (1985: 38), mengartikan radikalisme sebagai gerakan sosial yang menolak secara menyeluruh tertib sosial yang sedang berlangsung dan ditandai oleh kejengkelan moral yang kuat untuk menentang dan bermusuhan dengan kaum yang memiliki hak-hak istimewa dan yang berkuasa. Sedangkan Sarlito Wirawan Sarwono (2012) menyatakan bahwa radikal adalah afeksi atau perasaan yang positif terhadap segala sesuatu yang bersifat ekstrim sampai ke akar-akarnya. Sikap yang radikal akan mendorong perilaku
    individu untuk membela secara mati-matian mengenai kepercayaan, keyakinan, agama atau ideologi yang dianutnya. Faktor-faktor penyebab radikalisme adalah faktor pemikiran, faktor ekonomi, faktor politik, faktor sosial, faktor psikologis, dan faktor pendidikan.
Faktor penyebab radikalisme di kalangan mahasiswa. Radikalisme di kalangan mahasiswa dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang beragam dan kompleks. Pertama, ketidakpuasan sosial dan politik, ketidakpuasan terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang ada di Indonesia menjadi salah satu penyebab utama radikalisme di kalangan mahasiswa. Mahasiswa sering kali merasa kecewa dengan adanya ketimpangan ekonomi, ketidakadilan sosial, korupsi, serta kebijakan pemerintah yang dianggap tidak memadai. Kekecewaan ini dapat membuat mahasiswa merasa frustasi dan mencari jalan keluar melalui ideologi radikal yang menawarkan perubahan cepat dan drastis, meskipun melalui cara-cara yang berlawanan dengan konstitusi.
Kedua, pengaruh ideologi ekstrem, ideologi radikal yang bersifat ekstrem, baik berbasis agama maupun ideologi politik sering kali menjadi daya tarik bagi mahasiswa yang tengah mencari makna dan arah hidup. Kelompok-kelompok radikal menawarkan narasi yang meyakinkan, bahwa perubahan yang signifikan hanya bisa terjadi melalui perlawanan terhadap sistem yang ada. Mahasiswa yang rentan, terutama mereka yang sedang mencari jati diri, dapat dengan mudah terpengaruh oleh ideologi yang menawarkan kepastian dan tujuan hidup yang kuat. Ketiga, pengaruh media social, media sosial memainkan peran besar dalam penyebaran paham radikal. Di era digital ini, platform-platform seperti facebook, youtube, twitter, dan telegram menjadi saluran utama bagi kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda dan merekrut anggota baru. Mahasiswa yang aktif di dunia maya rentan terpapar konten-konten ekstremis, yang sering kali dibungkus dalam narasi menarik seperti keadilan, kebebasan, atau perjuangan melawan ketidakadilan. Radikalisasi online ini berlangsung cepat karena minimnya kontrol dan pengawasan terhadap konten yang beredar.
    Keempat krisis identitas dan pencarian jati diri, Fase pencarian identitas adalah periode yang umum dialami mahasiswa. Di usia remaja dan awal dewasa, mahasiswa sering kali mencari makna hidup dan merasa bingung tentang posisi mereka dalam masyarakat. Krisis identitas ini bisa membuat mereka lebih rentan terhadap ideologi radikal yang menawarkan kepastian, tujuan, dan rasa memiliki. Kelompok radikal memanfaatkan situasi ini dengan memberikan solusi ekstrem terhadap masalah-masalah yang dialami mahasiswa. Kelima, lemahnya pendidikan karakter dan nilai kebangsaan, sistem pendidikan, terutama di perguruan tinggi, sering kali lebih berfokus pada aspek akademis dan kurang menekankan pendidikan karakter dan nasionalisme. Hal ini membuat mahasiswa tidak memiliki pemahaman yang kuat terhadap nilai-nilai kebangsaan, seperti Pancasila, toleransi, dan persatuan. Kurangnya pendidikan karakter ini membuat mahasiswa lebih mudah terpengaruh oleh paham-paham yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebangsaan dan bela negara. Institusi pendidikan tinggi sering kali gagal memberikan landasan moral dan kebangsaan yang kokoh bagi mahasiswa.
   Keenam, keterlibatan kelompok radikal di lingkungan kampus, beberapa kelompok radikal aktif beroperasi di lingkungan kampus, baik secara terbuka maupun tertutup, dengan tujuan merekrut mahasiswa untuk terlibat dalam gerakan radikal. Mereka menggunakan berbagai metode, mulai dari diskusi-diskusi tertutup, kajian ideologi, hingga perekrutan melalui kegiatan-kegiatan sosial yang pada awalnya tampak positif. Kampus menjadi sasaran karena dianggap sebagai tempat yang subur untuk menyebarkan ideologi, mengingat mahasiswa sedang berada dalam fase pengembangan pemikiran dan keterbukaan terhadap gagasan baru. Ketujuh, kekecewaan terhadap institusi dan ketidakmampuan menyuarakan aspirasi. Mahasiswa yang merasa aspirasinya tidak didengarkan atau tidak memiliki saluran untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka sering kali mencari jalan alternatif, termasuk melalui gerakan-gerakan radikal. Ketika saluran resmi seperti organisasi mahasiswa, kampus, atau bahkan media tidak memberikan ruang bagi mereka untuk menyampaikan pandangan, mereka mungkin terlibat dalam gerakan-gerakan bawah tanah yang lebih ekstrem. Radikalisme kemudian dilihat sebagai satu-satunya cara untuk melakukan perubahan. Faktor kedelapan adalah faktor ekonomi dan social, mahasiswa dari latar belakang ekonomi yang kurang menguntungkan sering kali merasa bahwa sistem yang ada tidak adil dan tidak memberikan peluang yang setara. Mereka mungkin merasa bahwa pemerintah atau negara tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, sehingga lebih mudah terpengaruh oleh ideologi radikal yang menawarkan solusi radikal terhadap masalah-masalah sosial-ekonomi. Situasi ini diperparah dengan adanya ketimpangan akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan kesejahteraan. Kemudian faktor yang terakhir adalah penyempitan ruang dialog dan kebebasan berpendapat, jika ruang dialog terbuka dan kebebasan berpendapat di kampus atau di masyarakat semakin menyempit, mahasiswa mungkin merasa tertekan dan mencari jalur alternatif untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka. Radikalisme sering kali muncul sebagai respons terhadap kurangnya ruang untuk menyampaikan kritik atau
pandangan alternatif dalam situasi yang semakin tertutup atau represif. Secara keseluruhan, radikalisme di kalangan mahasiswa merupakan hasil dari kombinasi berbagai faktor internal dan eksternal, seperti kondisi sosial-ekonomi, pengaruh ideologi ekstrem, lemahnya pendidikan karakter, dan kurangnya ruang dialog terbuka. Peningkatan pemahaman akan faktor-faktor ini sangat penting untuk merumuskan strategi pencegahan yang efektif, guna melindungi mahasiswa dari pengaruh radikalisme dan menjaga keutuhan serta stabilitas bangsa.
Dampak radikalisme terhadap mahasiswa dan nilai nilai belanegara
Radikalisme berdampak signifikan terhadap mahasiswa dan negara. Mahasiswa yang terpapar paham ini cenderung mengembangkan sikap kaku, menganggap pemikirannya benar sendiri, dan berpotensi terlibat dalam tindakan kekerasan. Hal ini dapat mengalihkan fokus mereka dari pendidikan, menyebabkan kegagalan akademik, serta merusak reputasi institusi pendidikan. Di tingkat nasional, radikalisme mengancam persatuan dan integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena ideologi ekstrem dapat memecah belah masyarakat dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Oleh karena itu, penting untuk memperkuat pendidikan bela negara di kalangan mahasiswa sebagai benteng terhadap pengaruh radikal. Radikalisme memberikan dampak mahasiswa dan nilai-nilai bela negara. Pertama, dampak utama adalah erosi nilai kebangsaan, di mana mahasiswa yang terpapar ideologi radikal cenderung mengabaikan prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945, serta kehilangan rasa cinta terhadap tanah air. Hal ini menyebabkan lemahnya identitas nasional dan meningkatnya intoleransi di antara kelompok mahasiswa. Kedua, radikalisme memicu disintegrasi social di lingkungan kampus, di mana mahasiswa yang terlibat dalam gerakan ekstrem cenderung menutup diri dari interaksi dengan rekan-rekan yang memiliki pandangan berbeda, menciptakan polarisasi yang dapat memicu konflik. Ketiga, radikalisasi dapat mengganggu proses pendidikan, karena mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan radikal sering mengabaikan studi akademis, menurunkan prestasi, dan mengalihkan fokus mereka dari pengembangan diri yang seharusnya menjadi prioritas di perguruan tinggi.
Selain itu, radikalisme mengancam stabilitas nasional dengan potensi menciptakan generasi yang lebih suka menggunakan cara-cara kekerasan untuk menyampaikan aspirasi politik mereka, yang pada gilirannya dapat merusak tatanan sosial dan keamanan negara. Terakhir, radikalisme melemahkan kesadaran bela negara, di mana mahasiswa kehilangan rasa tanggung jawab untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa dan menjaga persatuan, beralih ke agenda-agenda yang justru merugikan. Semua dampak ini menunjukkan bahwa radikalisme tidak hanya mempengaruhi individu mahasiswa, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas dan keutuhan bangsa secara keseluruhan.
Langkah-langkah strategis mengatasi radikalisme di kalangan mahasiswa
Mahasiswa merupakan bagian dari warga negara yang memiliki kewajiban untuk melakukan bela negara yang disesuaikan dengan perannya sebagai agen perubahan dan agen pembangunan. Mahasiswa sebagai agen perubahan, harus melakukan perubahan karena perubahan itu sendiri harga mutlak dan pasti terjadi, baik itu perubahan pada tatanan masyarakat yang bersifat materialistikmaupun perubahan ideologi atau nilai. Adapun Mahasiswa sebagai agen pembangunan, harus memiliki peran dalam membangun bangsa baik segi politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan hak asasi manusia. Mahasiswa sebagai kader muda bangsa, menjadi bagian utama yang harus mendapat penanaman bela negara, karena kenyataannya potensi ancaman yang dihadapi Indonesia tampakya akan lebih banyak muncul dari dalam negeri, yakni disintegrasi bangsa, keresahan sosial karena ketimpangan ekonomi dan pelanggaran HAM, upaya penggantian pancasila, dan potensi konflik antar kelompok atau golongan serta yang sekarang marak adalah munculnya paham radikalisme. Kesadaran bela negara merupakan sikap moral dan implementasi profesionalisme, sehingga dalam aktualisasinya mampu menjadikannya sebagai unsur utama kekuatan bangsa dalam menghadapi berbagai macam ancaman.
Mengatasi radikalisme di kalangan mahasiswa memerlukan langkah-langkah strategis yang komprehensif. Pertama, penting untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dan nilai- nilai kebangsaan ke dalam kurikulum perguruan tinggi, sehingga mahasiswa memahami dan menghayati prinsip-prinsip Pancasila dan UUD 1945. Selain itu, penguatan pengawasan di lingkungan kampus sangat diperlukan untuk mengawasi kegiatan organisasi mahasiswa dan mencegah penyebaran paham radikal. Menciptakan ruang dialog terbuka antara mahasiswa dan pihak kampus, serta antar mahasiswa dengan masyarakat, juga sangat penting untuk membangun pemahaman dan toleransi. Selain itu, pemberdayaan organisasi mahasiswa dalam kegiatan sosial positif dapat menyalurkan energi mahasiswa ke arah yang konstruktif. Kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat juga menjadi kunci dalam menciptakan program-program pencegahan radikalisasi. Mengingat peran media sosial, meningkatkan literasi digital di kalangan mahasiswa akan membantu mereka mengenali dan menanggapi informasi ekstremis dengan kritis. Selanjutnya, menyediakan layanan konseling untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa yang mengalami krisis identitas akan membantu mereka merasa lebih terhubung dan kurang rentan terhadap ideologi radikal.
Kemudian, promosi budaya toleransi melalui kegiatan seni dan olahraga dapat meningkatkan interaksi positif di antara mahasiswa dari berbagai latar belakang, mengurangi potensi radikalisasi. Upaya lain adalah dengan melalui program kegiatan untuk mahasiswa berupa pendidikan umum (general education). General education adalah program yang berupa mata kuliah atau kegiatan di dalamnya menumbuhkan penghargaan bersama, berpikir kritis, kemampuan berbahasa kemudian solidaritas anak bangsa untuk meredam radikalisme.
Terdapat Beberapa pengertian tentang Pendidikan Umum (general education), antara lain: (1) Pendidikan yang berkenaan dengan perkembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidupnya; (2) Program pendidikan yang membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa dan mahasiswa; (3) Program pendidikan bagi semua orang dan menitikberatkan kepada internalisasi nilai pada diri seseorang agar memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan warga dunia agar senantiasa berpikir kritis, konstruktif, ilmiah, menghormati gagasan orang lain, dan emosi stabil dengan dilandasi prinsip-prinsip etika dan moral. Dalam SK Mendiknas No.008-E/U/1975 disebutkan bahwa pendidikan umum ialah pendidikan yang bersifat umum, yang wajib diikuti oleh semua siswa dan mahasiswa dan mencakup program pendidikan moral pancasila yang berfungsi bagi pembinaan warga negara yang baik. Dengan langkah- langkah ini, diharapkan mahasiswa dapat menjadi generasi yang mencintai dan membela negara dengan cara yang konstruktif.