Mohon tunggu...
Dhea AmaliaKhofivatunnisa
Dhea AmaliaKhofivatunnisa Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

HUKUM

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Gaza dan Tantangan Hukum Humaniter Internasional

3 Desember 2024   17:41 Diperbarui: 3 Desember 2024   17:41 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konflik Gaza dan Tantangan Hukum Humaniter Internasional: Apa yang Perlu Diperhatikan?

Konflik Israel-Hamas yang meletus pada Oktober 2023 telah menciptakan dampak kemanusiaan yang luar biasa. Serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober, yang menewaskan lebih dari 1.200 warga Israel, memicu respons militer besar-besaran dari Israel. Hingga Februari 2024, lebih dari 30.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas. Situasi ini memicu kekhawatiran global tentang pelanggaran hak asasi manusia dan kegagalan implementasi hukum humaniter internasional (HHI).

Krisis Kemanusiaan yang Mengkhawatirkan

Konflik ini menyebabkan krisis kemanusiaan yang parah di Gaza. Blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir, serta serangan militer yang intensif, mengakibatkan kelaparan, keterbatasan akses air bersih, dan kerusakan infrastruktur dasar. Ribuan orang terpaksa mengungsi, dan banyak yang kekurangan akses ke layanan medis. Rumah sakit, sekolah, dan fasilitas sipil lainnya menjadi sasaran serangan, mempersulit upaya bantuan kemanusiaan. Situasi ini semakin buruk karena banyak penduduk sipil terjebak di antara dua kekuatan yang bertikai.

Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional

Dalam konflik ini, prinsip-prinsip hukum humaniter internasional sering dilanggar. Hukum internasional melarang serangan terhadap infrastruktur sipil dan menuntut agar pihak yang berkonflik membedakan antara kombatan dan non-kombatan. Namun, di lapangan, prinsip ini sulit diterapkan, terutama di daerah perkotaan yang padat seperti Gaza, di mana kombatan sering bersembunyi di antara warga sipil. Ini meningkatkan risiko korban sipil yang tinggi, yang menjadi tantangan besar bagi upaya perlindungan warga sipil.

Sidang Mahkamah Internasional (ICJ) pada Januari 2024 mengeluarkan perintah agar Israel mencegah tindakan genosida di Gaza. Namun, keputusan ini tidak serta-merta menghentikan eskalasi kekerasan, yang dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan kepentingan internasional yang rumit. Amerika Serikat, misalnya, tetap memberikan dukungan diplomatik dan militer kepada Israel, sementara negara-negara lain mendesak penyelidikan independen terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia.

 

Perang Asimetris: Taktik yang Memperumit Perlindungan Sipil

Konflik Gaza juga mencerminkan perang asimetris, di mana ada ketidakseimbangan kekuatan antara Israel, dengan angkatan bersenjata yang sangat kuat, dan Hamas yang mengandalkan taktik gerilya dan serangan roket. Hamas sering bersembunyi di daerah padat penduduk dan menggunakan fasilitas sipil sebagai tempat perlindungan, mempersulit upaya Israel untuk membedakan antara sasaran militer dan sipil.

Medan pertempuran di Gaza yang sempit dan padat menjadi tantangan besar bagi kedua belah pihak. Israel menghadapi kesulitan besar dalam melaksanakan serangan yang presisi, karena serangan di daerah padat penduduk dapat menyebabkan kerusakan luas pada infrastruktur sipil dan korban jiwa yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun