Pendahuluan
Masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan manusia, di mana individu mengalami perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan. Salah satu aspek penting dalam masa remaja adalah pergaulan. Pergaulan yang positif dapat memberikan banyak manfaat bagi remaja, seperti membantu mereka mengembangkan identitas, membangun keterampilan sosial, dan belajar tentang norma dan nilai-nilai. Namun, pergaulan juga dapat membawa pengaruh negatif bagi remaja, seperti terjerumus dalam perilaku berisiko seperti penyalahgunaan narkoba, kenakalan remaja, dan seks pranikah.[1] Dalam hal ini, orang tua memiliki peran penting dalam membantu remaja menghadapi masalah pergaulan dan membangun kemampuan bertahan hidup.
Orang tua idealnya dapat menjadi sistem pendukung yang kuat bagi anak-anak mereka. Mereka dapat memberikan nasihat, bimbingan, dan dukungan emosional yang dibutuhkan remaja untuk menghadapi berbagai tantangan dalam hidup, termasuk masalah pergaulan. Orang tua juga dapat membantu remaja mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang sehat dan bertanggung jawab, serta mengatasi situasi sulit dengan cara yang positif. Pendidikan serta lingkungan hidup pertama dari orang tua sehingga peran orang tua memiliki pengaruh terhadap karakter anak. Melalui pera orang tua yang mendidik, mendampingi, dan mendukung anak diharapkam mampu membentuk karakter anak dan tidak melakukan perbuatan yang tidak sesuai norma yang berlaku.
Meskipun orang tua memiliki peran ideal dalam membantu remaja menghadapi masalah pergaulan, kenyataannya tidak selalu berjalan mulus. Banyak orang tua yang kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak mereka tentang masalah pergaulan, terutama ketika remaja memasuki masa pubertas. Selain itu, orang tua mungkin tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan yang diperlukan untuk membantu anak-anak mereka mengatasi masalah pergaulan yang kompleks. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, terdapat 23,30% remaja di Indonesia yang pernah mengalami perundungan. Data ini menunjukkan bahwa masalah pergaulan merupakan isu yang signifikan yang dihadapi oleh banyak remaja di Indonesia.
Masalah pergaulan dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan emosional remaja. Remaja yang mengalami masalah pergaulan berisiko lebih tinggi mengalami depresi, kecemasan, stres, dan masalah kesehatan mental lainnya. Masalah pergaulan juga dapat berdampak negatif pada prestasi akademik dan masa depan remaja. Remaja yang mengalami masalah pergaulan berisiko lebih tinggi meninggalkan sekolah, terjerumus dalam kriminalitas, dan mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan.
Mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh masalah pergaulan, maka meningkatkan kemampuan bertahan hidup anak dalam menghadapi masalah pergaulan menjadi hal yang sangat penting. Orang tua perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu anak-anak mereka mengatasi masalah pergaulan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran orang tua dalam meningkatkan kemampuan bertahan hidup anak dalam menghadapi masalah pergaulan.
PembahasanÂ
Kemampuan Bertahan (Resiliensi)
Secara etimologis resiliensi diadaptasi dari kata resilience yang berarti daya lenting atau kemampuan untuk kembali dalam bentuk semula. Menurut American Psychological Association (APA), resiliensi adalah proses adaptasi dalam menghadapi kesulitan, trauma, tragedi, ancaman atau bahkan sumber-sumber signifikan yang dapat menyebabkan individu stres.[1] Hal serupa juga disampaikan oleh Connor dan Davidson yang menyatakan bahwa resiliensi adalah kualitas kemampuan seseorang dalam menghadapi kesulitan. Yu dan Zhang menyatakan bahwa resiliensi merupakan kemampuan untuk bertahan dan penyesuaian diri setelah mengalami kejadian yang traumatis.
Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk segera mengatasi dan menghadapi situasi yang berisiko dan penuh tekanan dengan melindungi kemampuan mereka dan beradaptasi dengan positif dan fleksibel terhadap perubahan dari situasi yang penuh tekanan. Kemampuan bertahan atai resiliensi banyak dibahas oleh profesional di bidang psikolog, psikiater, dan sosiolog. Penelitian mereka berfokus pada anak-anak dan mengungkapkan kepada kita tentang karakteristik orang dewasa yang resilien.
Faktor-Faktor Resiliensi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan bertahan seseorang.
- Spiritualitas
Keberagaman, spiritualitas, dan ketabahan, atau ketangguhan, adalah beberapa komponen yang dapat meningkatkan resiliensi seseorang. Dalam hal pandangan spiritual ini, orang percaya bahwa tuhan membantu setiap kesulitan yang ada di dalam diri mereka, bukan hanya manusia yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan semua kesulitan yang ada. Mereka juga percaya bahwa tuhan membantu setiap hambanya.
- Self efficacy
Efikasi diri adalah suatu keyakinan individu akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan serangkaian perilaku atau tindakan yang diperlukan guna menyelesaikan suatu tugas tertentu. Efikasi diri dipengaruhi oleh tiga dimensi, yaitu level, generality, dan strength. efikasi diri memiliki korelasi positif yang kuat terhadap resiliensi pada usia remaja akhir. Dalam hal ini adalah mampu meningkatkan kebermaknaan diri (meaningfulness), ketekunan (perseverance), kemandirian (self-reliance), dan keseimbangan batin (equanimity).
- Optimisme
Snyder dan Lopez (2002) menjelaskan bahwa optimisme adalah suatu harapan yang ada pada diri individu bahwa segala sesuatu akan berjalan menuju arah kebaikan. Individu yang resilien dapat dilihat dari sebearapa banyak harapan yang dimiliki ketika dihadapkan dengan situasi atau kondisi yang menekan.
- Gaya pola asuh
Resiliensi terbentuk dari interaksi antara faktor internal dan eksternal individu, salah satunya adalah pola asuh yang diterima dalam keluarga. Baumrind (Santrock, 2007) menjelaskan bahwa pola asuh orangtua adalah sikap orangtua terhadap anak dengan mengembangkan aturan-aturan dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. Pola asuh ditandai dengan adanya pemenuhan kebutuhan anak oleh orangtua, baik kebutuhan fisik (makan, minum, dan sebagainya), kebutuhan psikologis (rasa aman, kasih sayang, perhatian, dan sebagainya), dan mengajarkan norma-norma atau nilai-nilai yang ada di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan di mana ia tinggal.
- Dukungan sosial
Zimet, Dahlem, Zimet, dan Farley (1988) mengungkapkan bahwa dukungan sosial sebagai diterimanya dukungan yang diberikan oleh orang-orang terdekat meliputi dukungan keluarga, dukungan pertemanan, dan dukungan dari orang-orang yang berarti di sekitar individu. Dukungan sosial memili empat aspek, yaitu dukungan emosional (empati, perhatian, dan afeksi), dukungan penghargaan (pernyataan setuju dan penilaian positif terhadap ide, perasaan, atau performa orang lain), dukungan instrumental (finansial atau materi), dan dukungan informasi (saran, pengarahan, dan umpan balik).
Permasalahan dalam pergaulan
Masa remaja merupakan periode penting dalam perkembangan manusia, di mana individu mengalami perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan. Salah satu aspek penting dalam masa remaja adalah pergaulan. Pergaulan yang positif dapat memberikan banyak manfaat bagi remaja, seperti membantu mereka mengembangkan identitas, membangun keterampilan sosial, dan belajar tentang norma dan nilai-nilai. Â Namun, pergaulan juga dapat membawa pengaruh negatif bagi remaja. Dalam hal ini, masalah pergaulan menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi remaja. Apabila anak terjun ke perbuatan menyimpang tak sesuai norma yang aada, atau bbisa juga disebut pergaulan bebas tentu akan berdampak buruk.
Permasalahan pergaulan remaja dapat dikategorikan menjadi beberapa jenis, antara lain:
- Penggunaan obat-obat terlarang
Narkoba ( Singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan bahan adkitif lainnya) adalah bahan/dzat yang jika dimasukkan dalam tubuh manusia, baik dengan diminum, dihirup, atau disuntikkan, dapat mengubah pikiran, suasana hati, atau perasaan, dan perilaku seseorang. Narkoba dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan psikologis. Narkoba dapat merusak kehidupan penggunanya baik secara fisik ataupun psikis sehingga pengguna narkoba menjadi tidak normal dalam menjalani kehidupan.
- Minuman beralkohol
Saat ini ada kecenderungan seseorang mencari kesenagan yang sementara dengan cara mabuk-mabukan. Hanya untuk kesenagan sementara mereka melupakan hukum atau akibat yang ditimbulkan. Mabuk merupakan kebiasaan buruk yang dapat merusak masa depan dan menjadi awak mula perbuatan keji.
- Seks pranikah
Untuk diusia remaja saat ini tidak bisa dijauhkan dari kisah percintaan seperti pacaran. Hubungan antara remaja laki-laki dan remaja perempuan hanya untuk bersenang-senang dan menuruti nafsu. Banyak kasus pemerkosaan dikalangan remaja karena salahnya pergaulan. Mereka  melakukan seks tanpa berpikir resiko serta dampak yang akan diterima.
- Kenakalan remaja
Kenakalan remaja dapat berupa tindakan seperti tawuran, vandalisme, bullying, pencurian, perjuadian, dll. Perilaku ini dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, serta berakibat hukum. Remaja melakukan hal itu salah satunya karena memenihi ego mereka. Berpikir pendek untuk kepuasan diri tanpa memerdulikan kenyamanan orang lain.
- Bully
Maraknya kasus bully akhir ini cukup mengejutkan, tidak hanya dari pendidikan tingkat menengah, namun juga dasar. Pelaku pem-bullyan cukup berani tidak hanya melakukan secara verbal namun juga secara psikis. Pembullyan bahkan dapat berujung ke pembunuhan atau depresi, stress, trauma, dan ketakutan berlebihan yang akan dialami korban. Perilaku bully ini sudah seharusnya tidak ada, semua anak itu memiliki hak yang sama tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
Peran Orang Tua dalam Meningkatkan Kemampuan Bertahan
Orang tua dapat memberikan pengaruh positif pada anak-anaknya dengan memberikan pendidikan moral dan mengajarkan nilai-nilai yang baik. bahwa peran orang tua dalam mendidik anaknya amat menentukan pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak. Orang tua juga harus memberikan perhatian pada kegiatan anak-anaknya dan memastikan bahwa mereka terlibat dalam kegiatan yang positif.
Dari penjelasan faktor-faktor resiliensi di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kemampuan bertahan berawal dari diri sendiri atau internal dukunga dari luar atau eksternal. Orang tua memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan bertahan anak sedari dini. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:
- Menjalin komunikasi yang terbuka dan jujur
Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak merupakan kunci utama dalam mengatasi pergaulan bebas. Orang tua harus mendengarkan pendapat dan kebutuhan anak, memberikan dukungan pada saat-saat yang sulit, dan membangun hubungan yang baik dengan anak mereka.
- Memberikan dukungan dan motivasi
Memberikan dukungan dan motivasi kepada anak saat mereka menghadapi masalah dalam pergaulan. Bantu anak untuk mencari solusi dan membuat keputusan yang tepat dalam menghadapi masalah. Percaya dan yakinlah pada kemampuan anak untuk mengatasi masalah dan menjadi individu yang kuat.
- Memberikan edukasi tentang nilai moral dan nilai-nilai agama
Orang tua harus memberikan pendidikan dan edukasi tentang nilai-nilai agama dan moral yang baik. Pendidikan ini dapat membantu anak memahami batasan dan aturan yang harus diikuti dalam pergaulan. Serta anak mengetahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan.
- Membangun hubungan yang baik
Orang tua harus membangun hubungan yang baik dengan anak mereka. Hubungan yang baik dapat membantu anak merasa nyaman berbicara dengan orang tua tentang masalah dan kekhawatiran mereka, sehingga orang tua dapat memberikan bimbingan dan dukungan yang tepat.
- Mengingatkan batasan dan aturan
Orang tua harus selalu mengingatkan anak tentang batasan dalam bergaul dengan teman-teman. Pemahaman tentang batasan dapat membantu anak menghindari pergaulan yang tidak sehat dan merugikan.
- Orang tua menjadi teladan bagi anak
Sebagai orang tua menghindari bhal-hal buruk agar anak tidak menirunya. Berbicara dengan baik, jadi pendengar yang baik, menghargai hasil usaha anak, memberikan motivasi. Hindari hal-hal buruk seperti minum alkohol, judi, dan lain sebagainya.
penutup
Membangun kemampuan bertahan (resiliensi) pada anak merupakan investasi jangka panjang bagi masa depan mereka. Dengan kemampuan bertahan yang kuat, anak-anak dapat menghadapi berbagai tantangan dalam hidup, termasuk masalah pergaulan, dengan lebih tegar dan membuat pilihan yang tepat. Kemampuan bertahan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, lingkungan keluarga, dan pengalaman hidup. Orang tua memiliki peran penting dalam membentuk faktor-faktor ini dan membantu anak mengembangkan kemampuan bertahan yang kuat.
Melalui komunikasi terbuka, penanaman nilai-nilai moral, edukasi tentang pergaulan, dukungan dan motivasi, serta menjadi teladan yang baik, orang tua dapat menjadi pilar utama bagi anak dalam menghadapi masalah pergaulan.
Pergaulan bebas, dengan segala konsekuensi negatifnya, dapat dicegah dengan upaya kolaboratif antara orang tua, sekolah, dan masyarakat. Dengan membangun generasi yang tangguh dan resilien, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih cerah bagi bangsa dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H