Mohon tunggu...
Dhea vella
Dhea vella Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

senang mendengar musik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Prinsip

13 Maret 2023   13:14 Diperbarui: 13 Maret 2023   21:01 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suku Batak menempati ranking ketiga sebagai suku bangsa dengan jumlah populasi terbanyak di Indonesia. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2010 Suku Batak mencapai 8.466.969 juta jiwa atau 3,58 persen dari keseluruhan penduduk di Indonesia.

Populasi suku Batak sendiri mayoritas menghuni pulau Sumatera, tepatnya di Provinsi Sumatera Utara. suku Batak memiliki keunikannya tersendiri mulai dari sistem kekerabatan, kesenian, ekonomi, hingga religi.Dalam "Antropologi" menyebutkan bahwa suku Batak menganut sistem kekerabatan patrilineal. Sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat Batak didasarkan pada satu ayah dan satu kakek atau satu nenek moyang. nini dalam bahasa Karo dan saompu dalam bahasa Toba. Sada nini dan saompu merupakan keluarga dalam klen kecil. Di sisi lain keluarga dalam klen besar dikenal sebagai dalam bahasa Karo atau marga dalam bahasa Toba.

Salah satu budaya batak yang terkenal adalah Dalihan Na Tolu.Dalihan Na Tolu terdiri dari 3 kata yang berasal dari Bahasa Batak yaitu Dalihan,Na dan Tolu.Dalihan artinya:Tungku. Na artinya yang/ke.Sedangkan Tolu artinya Tiga.Jadi jika dirangkai akan menjadi: Tungku yang tiga atau tungku yang memiliki 3 dasar penopang.Dalihan natolu terkenal di adat dan budaya batak. Yang memiliki arti tiga dasar dalam kehidupan sosial dan budaya yang harus di amalkan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam adat istiadat orang batak

Dalihan Na Tolu adalah bentuk perumpamaan dalam menjalani kehidupan sehari-hari baik dalam bentuk sosial maupun budaya dan adat masyarakat batak yang didasari 3 asas pokok dasar yang dikenal dengan 3 istilah, yaitu Somba Marhula-hula, Manat Mardongan Tubu dan Elek Marboru.Nilai hukum dalam prinsip dalihan natolu sering digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam masyarakat karena sebagai sistem hukum, prinsip dalihan natolu mempunyai tata cara dan pembagian tugas yang tegas antara ketiga unsur kekeluargaan/kekerabatan dalam menyelesaikan konflik yang terjadi antara kerabat yang terikat dalam prinsip dalihan natolu.

Lantas bagaimana perlindungan hukum terhadap prinsip Dalihan Na Tolu sebagai hak konstitusional masyarakat adat batak toba? Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap hak masyarakat adat Batak Toba dijamin secara konstitusional dalam Pasal 18 ayat (2) jo. Pasal 28 I ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia sepanjang masih eksis sebagai sub sistem hukum Indonesia juga sebagai identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati.

Secara yuridis, ditentukan bahwa hakim dan hakim konstitusi sebagai penegak hukum wajib untuk selalu mengikuti perkembangan nilai-nilai hukum dan keadilan masyarakat dalam mengadili dan memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya. Konsep yang sangat mendasar dalam organisasi kekeluargaan/kekerabatan masyarakat adat Batak Toba adalah marga. Marga adalah kelompok orang-orang yang merupakan keturunan dari kakek yang sama dengan menarik garis keturunan dari bapak, yang disebut dengan sifat patrilineal.

3 Marga merupakan suatu pertanda bahwa orang-orang yang menggunakannya merupakan keturunan dari kakek yang sama atau dengan satu keyakinan bahwa orang-orang yang menggunakan marga yang sama terjalin suatu hubungan darah yang akibatnya terdapat larangan kawin bagi wanita dan pria yang mempunyai marga yang sama. Ikatan kekerabatan tersebut dikenal dengan dongan sabutuha/dongan tubu (keturunan satu perut). Realitas berlakunya prinsip dalihan Na Tolu didukung dengan adanya pengakuan negara secara konstitusional dan dikuatkan dengan menjadikan masyarakat hukum adat sebagai pihak dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi. 

Selain itu, diimplementasikan dalam UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan hakim dan hakim konstitusi sebagai penegak hukum untuk selalu mengikuti perkembangan nilai-nilai hukum dan keadilan masyarakat dalam mengadili dan memutuskan perkara yang dihadapkan kepadanya .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun