Selain itu, apabila ada lirik-lirik lagu yang dinyanyikan mengandung unsur-unsur percintaan otomatis akan mengundang seruan juga. Kedua grup saman, akan saling bergantian menampilkan hasil koreonya masing-masing dan sang lawan harus bisa mengikuti, kalau tidak bisa siap-siap mendapat sorakan hehe hu. Khakhakha.
Kenapa harus ada bines dalam pertandingan saman? Hal ini dilakukan agar bila pemain saman sedang istirahat (nari saman itu sangat melelahkan, suer) keadaan pentas tidak kosong, tetap ada hiburan yaitu dari para penari bines. Berbeda dengan saman yang mendapat surakan bila tidak dapat menirukan gerakan lawan, para penari bines akan mendapat surakan ketika nyanyian dan gerakan mereka menyerempet lagu percintaan atau gerakan yang melenggok.
Biasanya para penari saman yang sedang istirahat atau rombongan dari kampung tamu akan ikut berjoget disekitar penari bines yang menari berkelompok, dan bila mereka suka pada salah satu penari maka orang tersebut akan memberikan saweran kepada penari bines yang disukainya. Cara nyawernya berbeda. Uang yang digunakan untuk nyawer diikatkan pada sebatang lidi, kemudian bila ingin nyawer lidi beruang tersebut ditancapkan di sanggul sang penari. Besarnya uang sawer terserah si pemberi saweran. Nah, uang sawerannya menjadi hak pemilik sanggul alias penarinya. Hohoho.
Seperti yang saya tulis di atas tadi, bahwa pertandingan saman menjadi semacam pesta untuk kampung tuan rumah. Banyak penonton datang dari kampung-kampung sebelah karena memang kesenian saman ini telah mendarah daging dalam jiwa masyarakat gayo. Jadi bila ada pertandingan saman, tua muda, laki-laki perempuan akan berlomba-lomba datang ke TKP. Apalagi anak-anak mudanya, mereka memanfaatkan momen ini sebagai ajang mencari jodoh. Hmmm, khakhakka.
Itu yang membuat saya terheran – heran dan terkagum – kagum dengan pewarisan budaya, penjagaan tradisinya. Semua elemen masyarakat bersatu dan saling mendukung dengan pelestarian budaya ini. Belum pernah saya melihat, pelestarian budaya dilaksanakan dari semua elemen masyarakat mulai dari anak-anaknya sampai ke orang dewasanya dan sesepuhnya, mereka antusias melestarikan kesenian ini. Semua terlibat dalam usaha pelestarian budaya. Anda dapat melihat, berapa banyak sih yang dapat menarikan tarian daerahnya di setiap suku di Indonesia, saya berani mengatakan masyarakat Gayo lah pemenangnya dalam urusan ini.
Adat berpengaruh besar dalam usaha pelestarian budaya ini. Setiap lajang atau sebujang (anak laki-laki yang belum menikah) wajib belajar saman dan wajib berpartisipasi sebagai penari ketika ada persahabatan saman antar kampung ini. Begitupun dengan seberunya (pemudi)mereka harus mempelajari bines. Baik saman maupun bines, ada tingkatan umurnya. Secara kasar, penari anak-anak, penari remaja/ pemuda/ pemudi, dan penari dewasa. Dengan cara seperti itu, tarian warisan kebudayaan dunia itulah dilestarikan. Para sebujang dan seberu Gayo inilah para penjaga gerbang tradisi.
Salah satu pesona Indonesia yang tidak boleh anda lewatkan dari suku Gayo. Mereka masih memelihara warisan nenek moyangnya hingga sekarang, menjadikannya hobi, menjadikannya darah dagingnya sendiri. Jangan khawatir, momen persahabatan saman ini cukup sering dilaksanakan kok. Jadi berkunjunglah ke Gayo Lues dan nikmati pertandingan saman, sangat seru. Tenang saja, wisata alamnyapun tak kalah menarik kok. Eksplorasi lebatnya rimba gunung Leuser atau menyelamlah di air terjun dan kolam rerebe, dan masih banyak lagi wisata alam mempesona yang dapat anda kunjungi di sana. Sebagai penutup, pada tahun 2014 di blangkejeren Kabupaten Gayo Lues telah diadakan pemecahan rekor MURI tari saman 5005 penari.Â
Karena di daerah saya koneksi jarang bersahabat, makanya dokumentasi yang upload cuma 1.
Tapi itu dokumentasi asli dokumentasi pribadi. So selamat membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H