3. Memahami bahwa lebih sedikit barang berarti lebih sedikit stres dan lebih banyak kebebasan.
4. Menyadari bahwa kepemilikan yang berlebihan sering kali berasal dari ketidakamanan dan rasa takut akan kehilangan.
Konsep minimalisme yang diangkat Sasaki sejalan dengan berbagai penelitian dalam bidang psikologi dan filsafat. Dalam The Paradox of Choice (Schwartz, 2004), dikemukakan bahwa semakin banyak pilihan yang kita miliki, semakin besar kemungkinan kita mengalami kecemasan dan ketidakpuasan. Hal ini mendukung gagasan Sasaki bahwa membatasi kepemilikan dapat mengurangi stres dan meningkatkan kualitas hidup.
Selain itu, penelitian oleh Kasser dan Ryan (1993) dalam Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa orientasi materialistik berkorelasi dengan tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dan kecemasan yang lebih tinggi. Sasaki secara tidak langsung membuktikan ini melalui pengalaman pribadinya---ketika ia mulai mengurangi barang, ia merasakan kedamaian yang lebih besar dalam hidupnya.
Filosofi minimalisme juga dapat dikaitkan dengan ajaran Zen yang banyak dianut di Jepang. Dalam tradisi Zen, kesederhanaan dianggap sebagai jalan menuju pencerahan dan ketenangan batin. Hal ini menunjukkan bahwa konsep yang dibahas dalam Goodbye, Things bukan sekadar tren modern, melainkan memiliki akar dalam kebijaksanaan kuno.
Kelebihan dan Kekurangan Buku
Kekuatan utama buku ini terletak pada narasinya yang personal dan reflektif. Sasaki tidak berbicara sebagai seorang ahli yang menggurui, tetapi sebagai seseorang yang telah menjalani perjalanan minimalisme dan berbagi pengalaman serta manfaat yang ia rasakan. Bahasanya lugas, mudah dipahami, dan terasa humanis sehingga pembaca dapat dengan mudah terhubung dengan gagasan yang ia sampaikan.
Dalam buku ini juga tersedia 55 kiat berpisah dari barang dan 15 kiat tambahan untuk tahap selanjutnya dsalam perjalanan menuju minimalisme yang sudah dirangkum oleh Sasaki di halaman belakang, untuk kamu yang ingin mencoba bisa langsung mempraktekannya.
Namun, bagi beberapa pembaca, pendekatan Sasaki mungkin terasa terlalu ekstrem. Tidak semua orang bisa atau ingin membuang sebagian besar barang mereka, dan buku ini tidak banyak membahas cara menemukan keseimbangan antara memiliki barang dan hidup sederhana.Â
Selain itu, meskipun buku ini menawarkan banyak inspirasi, beberapa bagian mungkin terasa repetitif, terutama bagi mereka yang sudah familiar dengan konsep minimalisme.
Kesimpulan
Goodbye, Things bukan sekadar buku tentang merapikan rumah, tetapi tentang bagaimana membebaskan diri dari belenggu materialisme untuk mencapai kebahagiaan yang lebih autentik.Â