Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat semakin menyadari pentingnya mengonsumsi makanan yang lebih alami dan sehat, atau yang kita kenal sebagai real food.
Ironisnya, perubahan pola makan ini sering kali dianggap sebagai tanda bahwa seseorang sedang diet atau dalam kondisi kesehatan yang kurang baik.Â
Namun, kenyataannya adalah, real food seharusnya menjadi bagian dari keseharian kita.Â
Apa itu real food?
Real food merujuk pada makanan yang minim proses dan pengawet, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian, dan daging tanpa tambahan zat kimia.Â
Berbeda dengan makanan olahan, real food memertahankan nutrisi alaminya dan memberikan berbagai manfaat kesehatan.Â
Konsumsi real food memberikan asupan nutrisi yang lebih optimal, lebih sedikit konsumsi kalori kosong, dan mengurangi risiko penyakit kronis seperti diabetes dan penyakit jantung.
Stigma yang berkembang
Banyak orang yang beralih ke pola makan real food sering kali mendapat komentar seperti, "Lagi diet, ya?" atau "Kamu sakit?".Â
Stigma ini mungkin berasal dari kebiasaan kita yang sudah terlanjur terbiasa dengan makanan cepat saji dan olahan. Konsumsi real food dianggap sesuatu yang "luar biasa" atau "tidak biasa", padahal seharusnya tidak demikian.
Menurut sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition Education and Behavior (2021), persepsi masyarakat terhadap makanan sehat sering kali dipengaruhi oleh kebiasaan dan lingkungan sosial.Â
Ketika seseorang memilih untuk makan sayuran segar dan protein tanpa lemak, orang di sekitarnya mungkin melihatnya sebagai usaha untuk menurunkan berat badan atau pemulihan dari suatu penyakit.Â