Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Freelancer - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

"Work in Silent" vs "Cari Muka", Mana yang Lebih Efektif di Dunia Kerja?

28 September 2024   18:05 Diperbarui: 28 September 2024   18:09 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: freepik.com/freepik

Dalam dunia kerja modern, ada dua pendekatan yang sering diambil oleh karyawan: bekerja dalam diam (work in silent) atau mencari perhatian atasan (cari muka). 

Masing-masing pendekatan memiliki kelebihan dan kekurangan, namun dampaknya terhadap produktivitas dan kesejahteraan karyawan bisa sangat berbeda. 

Bagi mereka yang memilih "work in silent," fokus utama mereka adalah hasil kerja. Mereka lebih peduli pada kualitas dan pencapaian tugas dibandingkan dengan sorotan dari atasan atau rekan kerja. 

Cal Newport, penulis buku Deep Work, menjelaskan bahwa bekerja secara mendalam memungkinkan seseorang mencapai hasil yang lebih baik karena mereka tidak terganggu oleh ekspektasi sosial. 

"Bekerja dalam fokus penuh tanpa gangguan adalah kunci produktivitas tinggi," ujar Newport.

Sebaliknya, pekerja yang sering mencari perhatian atasan biasanya lebih berorientasi pada pengakuan eksternal. Mereka cenderung bekerja dengan harapan mendapatkan pujian, promosi, atau sekadar perhatian dari atasan. 

Psikolog industri, Dr. Lisa Orb-Austin, menyebutkan bahwa 

"mereka yang terlalu fokus pada pengakuan sering kehilangan motivasi intrinsik, dan lebih peduli pada bagaimana mereka dipersepsikan dibandingkan dengan kualitas hasil kerja." 

Akibatnya, meski tampak produktif di luar, sering kali kualitas kerja menjadi kurang optimal.

Foto: freepik.com/freepik
Foto: freepik.com/freepik

Fokus tanpa gangguan vs. distraksi pencitraan

Pendekatan "work in silent" sering kali dianggap lebih produktif karena meminimalkan gangguan eksternal. 

Mereka yang memilih untuk bekerja dalam diam cenderung lebih mudah masuk ke dalam "zona" kerja, sebuah kondisi di mana fokus penuh terhadap tugas tercapai. 

Fokus ini memungkinkan mereka untuk bekerja dengan lebih efisien dan memberikan hasil yang lebih berkualitas.

Menurut sebuah studi dari Journal of Applied Psychology, karyawan yang bekerja secara mandiri tanpa tekanan eksternal lebih mampu berinovasi dan menemukan solusi kreatif. 

Tanpa distraksi seperti kebutuhan untuk terus-menerus melaporkan progres atau pamer capaian, mereka dapat menyelesaikan tugas lebih cepat. 

Sikap ini memungkinkan mereka memberikan kontribusi yang nyata tanpa harus menghabiskan energi untuk menarik perhatian atasan.

Sebaliknya, mereka yang sering mencari perhatian atasan atau "cari muka" justru menghadapi risiko penurunan produktivitas. 

Energi mereka terbagi antara menyelesaikan pekerjaan dan memastikan bahwa usahanya terlihat oleh atasan. 

Dampaknya, pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan cepat menjadi tertunda karena waktu dan usaha tersita untuk memoles citra diri.

Harvard Business Review mencatat bahwa perilaku pencitraan ini tidak hanya mengganggu alur kerja, tetapi juga menciptakan tekanan psikologis yang berlebihan. 

Karyawan yang terobsesi dengan penampilan sering kali merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna di mata atasan, yang akhirnya bisa memicu kelelahan mental. Hal ini tentu tidak hanya berdampak pada produktivitas individu, tetapi juga mengganggu kinerja tim secara keseluruhan.

Dari sudut pandang dinamika kerja, pendekatan "work in silent" juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan kerja yang lebih harmonis. 

Karyawan yang fokus pada hasil tanpa terobsesi mencari pengakuan biasanya lebih cenderung menghindari konflik dan persaingan yang tidak sehat. Mereka lebih berfokus pada pencapaian tujuan bersama dan kolaborasi yang efektif. 

Sebuah penelitian yang diterbitkan di Harvard Business Review menunjukkan bahwa karyawan yang tidak terobsesi dengan perhatian eksternal cenderung memiliki hubungan kerja yang lebih baik dengan rekan mereka, minim konflik, dan lebih bersikap kooperatif dalam tim.

Di sisi lain, karyawan yang "cari muka" sering kali tanpa sadar memicu kompetisi yang tidak sehat di lingkungan kerja. Rekan kerja mungkin merasa tersaingi atau bahkan tidak nyaman dengan perilaku yang terlalu menonjolkan diri ini. 

Persaingan semacam ini bisa memicu ketegangan, memperburuk suasana kerja, dan merusak solidaritas tim. Dalam jangka panjang, perilaku ini juga berpotensi merusak hubungan antar kolega, karena rekan kerja bisa merasa diabaikan atau dimanipulasi demi ambisi pribadi.

Kesimpulannya, meskipun "cari muka" mungkin memberikan keuntungan jangka pendek seperti pujian atau promosi, dampak jangka panjangnya sering kali merugikan. 

Pendekatan ini berisiko menurunkan produktivitas, merusak hubungan kerja, dan memicu kelelahan mental. 

Sebaliknya, bekerja dalam diam tanpa mengejar pengakuan eksternal tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga berkontribusi pada hubungan kerja yang lebih sehat dan harmonis. 

Karyawan yang fokus pada hasil dan kualitas kerja biasanya lebih dihargai dalam jangka panjang, karena kredibilitas mereka dibangun berdasarkan hasil yang nyata, bukan sekadar pencitraan.

Pada akhirnya, bekerja dalam diam mungkin tampak kurang menarik di mata beberapa orang, tetapi pendekatan ini jelas memiliki keuntungan yang lebih substansial, baik bagi individu maupun bagi keseluruhan tim.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun