Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Sarjana Hukum Berakhir Jadi Kurir: Ironi Pendidikan dan Lapangan Kerja di Indonesia

31 Agustus 2024   10:24 Diperbarui: 9 Oktober 2024   05:50 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Sarjana Hukum Berakhir Jadi Kurir: Ironi Pendidikan dan Lapangan Kerja di Indonesia

Ini adalah kisah nyata adikku. Lulus sebagai sarjana hukum pada tahun 2020, ia berharap dapat segera meniti karir sesuai dengan latar belakang akademiknya. 

Namun, hingga kini, mungkin sudah ratusan surat lamaran yang dia kirim, ijazah yang diperolehnya tak kunjung laku. Dengan realitas yang dihadapi, ia akhirnya berkarir sebagai kurir paket, bukan keinginan tetapi memang tidak ada pilihan lain daripada menganggur.  

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang ironi sistem pendidikan dan sulitnya lapangan pekerjaan di Indonesia.

Kesenjangan Antara Pendidikan dan Realitas

Pendidikan tinggi di Indonesia sering kali dipandang sebagai jalan menuju karir yang sukses. Namun, kenyataannya, banyak lulusan hukum yang menemukan bahwa ijazah mereka tidak menjamin akses ke pasar kerja yang sesuai. 

Pendidikan hukum di Indonesia sering kali lebih fokus pada teori daripada keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Akibatnya, lulusan merasa kurang siap menghadapi tantangan yang sebenarnya.

Krisis Lapangan Pekerjaan

Ketika ribuan sarjana hukum memasuki pasar kerja, persaingan semakin ketat. Posisi di bidang hukum, seperti advokat atau notaris, sangat terbatas dan sangat kompetitif. 

Bahkan, banyak posisi ini memerlukan pengalaman atau jaringan profesional yang sulit diperoleh tanpa adanya kesempatan kerja yang memadai. Dengan situasi ini, lulusan hukum terpaksa mencari pekerjaan di sektor lain, seperti menjadi kurir paket, untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Pendidikan Tinggi: Kuantitas vs. Kualitas

Sistem pendidikan tinggi di Indonesia cenderung fokus pada kuantitas lulusan daripada kualitas. Universitas berlomba-lomba mencetak sarjana tanpa memastikan bahwa mereka benar-benar siap menghadapi pasar kerja. 

Banyak lulusan merasa terjebak dalam utang pendidikan tanpa jaminan pekerjaan yang layak. Ditambah lagi, minimnya keterampilan praktis dan kurangnya program magang yang relevan semakin memperburuk situasi.

Dampak Teknologi dan Ekonomi

Transformasi teknologi dan perubahan ekonomi juga berperan dalam krisis ini. Digitalisasi dan otomatisasi telah menciptakan jenis pekerjaan baru tetapi juga menghilangkan pekerjaan tradisional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun