Mohon tunggu...
Choirunnisa
Choirunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - mengurus rumah tangga

Thinking extrovert

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Isra Mi'raj: Mengambil Hikmah untuk Kehidupan Manusia Saat Ini

8 Februari 2024   13:33 Diperbarui: 9 Februari 2024   14:51 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar kompas.tv

"Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Al-Isra:1) 

"Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,(yaitu) di Sidratul Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal,(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputi ya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar". (QS An-Najm:13-18)

Dua penggalan ayat di atas menunjukkan peristiwa hebat Isra dan Mi'raj. Peristiwa ini terjadi pada tahun ke-11 dari kenabian  atau disebut dengan 'amul huzn (tahun kesedihan). Saat itu Nabi Muhammad SAW berusia 51 tahun. Isra dan Mi'raj sebagai bentuk tasliyah (hiburan) diberikan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW karena ditinggal oleh dua orang yang dicintainya yaitu Khadijah Radhiyallahu'anha dan Abu Thalib.


Peristiwa Isra Mi'raj terbagi dalam dua peristiwa yang berbeda. Dalam Isra, Nabi Muhammad SAW "diberangkatkan" oleh Allah SWT dari Masjidil Haram hingga Masjidil Aqsa. Lalu dalam Mi'raj Nabi Muhammad SAW dinaikkan ke langit sampai ke Sidratul Muntaha yang merupakan tempat tertinggi untuk menerima perintah sholat lima waktu. 

Dari perjalanan hebat diluar nalar manusia, Allah SWT memberi hadiah atas kesedihan yang dialami Rasulullah SAW dalam bentuk sholat lima waktu. Mengapa sholat yang Allah SWT pilih sebagai obat dari kesedihan? Allah SWT jelaskan dalam firmanNya di dalam surat Al-Baqarah ayat 153:

"Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah 153) 

Hikmah dari peristiwa ini, Allah SWT ingin memberi tahu seluruh hambaNya, bahwa manusia yang paling mulia dan sempurna akhlaknya pun dapat merasakan kesedihan, ketika dalam keadaan sedih bahkan hampir putus asa Allah SWT melalui kekasih Nya Rasulullah SAW sudah memberi solusinya yaitu dengan sholat dan sabar. 

Sholat tidak hanya sebagai menyembuh segala kesedihan tetapi juga rasa sakit yang sedang kita alami. Di zaman yang penuh tantangan, sesuatu yang buruk terlihat baik dan yang baik menjadi asing dan aneh. Hanya sholat dan sabar yang Allah SWT berikan kepada umatNya sebagai penolongnya. 

Dalam hadist lain disebut bahwa sholat sebagai tiang agama, Dari Mu'adz bin Jabal, Rasulullah SAW bersabda:

"Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya yang merupakan sholat." (HR. Tirmidzi no. 2616 dan Ibnu Majah no. 3973.)

Ketika manusia selalu merasakan gundah dan sedih di hatinya, maka periksalah sholatnya. Sholat membuat tenang jiwa, mungkin persoalan mu belum selesai tetapi yakinlah ketenangan di hati yang Allah SWT berikan merupakan jawaban awal dari segala do'a-do'a mu. Di awali dengan hati yang tenang, maka kita sebagai hamba bisa menyelesaikan persoalan dengan baik melalui pertolongan Allah SWT pastinya. 

Hati yang tenang di zaman saat ini merupakan karunia terbesar yang Allah SWT berikan, bagaimana tidak di tengah gempuran orang-orang dalam berlomba mengejar harta dunia, jika tidak ada rasa tenang di hati bisa jadi kita ikut dalam hal yang sia-sia. Dunia tidak harus dikejar tetapi juga tidak ditinggalkan, hakikatnya dunia itu penting sebagai bekal kita di akhirat kelak. Pandai-pandai memilih mana yang bisa menjadi bekal kita selamat dari api neraka dan jauhkan yang bisa menjerumuskan ke api neraka. 

Peristiwa isra mi'raj memberi hikmah bahwa setiap manusia dapat diuji dalam bentuk kesedihan, kekhawatiran, kekurangan, ketakutan. Dijelaskan dalam surat Al-Ankabut ayat 2, Allah SWT berfirman:

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (hanya dengan) berkata, "Kami telah beriman," sedangkan mereka tidak diuji? (Al-Ankabut:2) 

Tetapi yakinlah Allah SWT tidak membebani hambanya di luar batas kemampuannya. 

"Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) "Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir." (Al-Baqarah:286) 

Ketika ujian datang maka tanamkan di hati bahwa kita sanggup melewatinya, dan ini bagian dari takdir yang sudah Allah SWT pilihkan untuk kita dan yakin bahwa bersama kesulitan pasti ada kemudahan yang datang. 

"Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan, Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan." (Al-Insyirah:5-6) 

Dan yang perlu diperhatikan ketika dalam ujian yang sedang menimpa kita, bahwa dalam kitab Manaqib Asy-Syafi'i Lil Baihaqi, Imam Syafi'i menjelaskan bahwa terdapat 3 hal yang menunjukkan kemuliaan seseorang. Hal itu sebagaimana berikut:

Pertama, mampu menyembunyikan kemiskinannya. Sehingga orang disekitarnya menyangka dia adalah orang berada, hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga kehormatannya. Dan juga agar tidak merepotkan orang lain.

Kedua, mampu menyembunyikan kemarahannya. Sehingga orang disekitarnya menganggap dia ridho, dan tidak ada kemarahan sedikitpun ketika sedang menghadapi sesuatu yang tidak disenangi. Hal ini sebagai upaya meminimasilasi konflik, dan munculnya prasangka buruk dari orang lain terhadap diri sendiri.

Ketiga, mampu menyembunyikan kesulitan dan kesusahannya. Sehingga orang disekitarnya menyangka, bahwa dia orang yang penuh kenikmatan dan kecukupan. 

Menjadi mulia adalah keinginan setiap manusia, namun tidak setiap manusia mengetahui tentang hakikat kemuliaan. Dan tidak semua manusia dapat menjaga harga dirinya untuk tidak meminta minta belas kasih manusia di sekitarnya. Apalagi di zaman saat ini, mengumbar kesedihan di media sosial sudah dianggap biasa. Na'udzubillah. 

Semoga Allah SWT hanya menjadi satu-satunya tempat kita berharap dan memohon pertolongan. Jaga rasa malumu, jaga harga dirimu, jaga harga diri keluargamu dengan tidak mudah meminta-minta belas kasih manusia.

Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun