Mohon tunggu...
IKA MUSTIKA
IKA MUSTIKA Mohon Tunggu... -

Terlahir dari keluarga yang sederhana. Memiliki adik laki-laki bernama M.Rizal. Masih menjalankan pendidikan di Universitas Siliwangi Kota Tasikmalaya.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Benarkah Pelesetan Bahasa Menunjukan Kekreatifan dalam Berbahasa?

17 Juni 2013   11:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:54 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Lalu bagaimana dengan kata-kata yang muncul saat ini? seperti galau, ciyus, miapa dan lain sebagainya. Kata-kata tersebut mulai muncul di tanyangan tv lalu diikuti oleh anak-anak muda saat ini. apakah itu kategori alay? Koentjara Ningrat mendefinisikan alay sebagai gejala yang dialami pemuda-pemudi Indonesia, yang ingin diakui statusnya diantara teman-temannya. Sementara Selo Soemaridjan mengartikan alay sebagai  perilaku remaja Indonesia, yang membuat dirinya merasa keren, cantik, hebat diantara yang lain. Faktornya isa dipengaruhi oleh media televisi dan dandanan para artis. Gejala seperti itu dapat mengubah gaya tulisan, dan gaya berpakain, sekaligus meningkatkan kenarsisan. Diharapkan sifat ini segera hilang dan tidak akan mengganggu masyarakat sekitar.

Pengklasifikasian Pelesetan Bahasa

Dengan beranalogi pada contoh-contoh di atas, pelesetan bahasa sesungguhnya dapat dibedakan menjadi  bermacam-macam. Sesuai dengan maksud dan tujuan pemelesetannya. Pertama, terdapat bentuk pemelesetan semata-mata ditujukan untuk maksud pemelesetan sendiri. Bentuk-bentuk semacam ini murni merupakan permainan (language game), atau bahkan hanya fakta mempermainkan-mainkan bahasa saja (gaming a language).

Dalam bentuk pelesetan seperti itu tidak ada maksud terselubung, tidak ada tujuan tersamar di balik kreasi-kreasi kebahasaan yang dipelesetkan. Jadi, inilah model pelesetan yang searbitrer sifatnya, dia tidak bermaksud dan tidak bertujuan sama sekali, dia semata-mata memenuhi hakikat dirinya sebagai peranti bahasa penjalin hubungan dengan sesamanya. Dalam jenis pelesetan pertama ini, dapat diberikan contoh bentuk-bentuk seperti 'Matamu bi4a4akan' (matamu biyayakan) dan lain-lain. Menurut saya, karena saya sering menonton salah satu acara di stasiun televisi. Acara tersebut sering mengangkat judul yang tulisannya seperti r3mpOnG, s3RiuZ, dan lain-lain. Bentuk-bentuk seperti itu menurut saya bisa diklasifasikan kategori pertama ini.

Jenis kedua adalah pelesetan bahasa yang sifatnyapurposif, yakni pelesetan yang mengandung maksud tertenyu, entah maksud mempromosikan, menyindir, mempertanyakan atau bahkan menggugat keadaan. Misalnya, 'hidup segan mati ojo nganti,he...he...!' (hidup segan mati jangan sampai, he....he,,!).

Pelesetan jenis ketiga berciri kontradiktif karena memang faktanya berkontradiksi dengan kemapanan dan kelaziman yang ada. Misalnya saja bentuk UUD dipelesetkan menjadi 'Ujung-ujungnya duit', lau KUHP dipelesetkan menjadi 'Kasih Uang Habis Perkara'.

Gejala kebahasaan demikian ini secara pragmatik dipandang sebagai manifestasi permainan bahasa yang lazim dilakukan antarwarga masyarakat guna mempererat hubungan insani dengan sesamanya. Secara psikolinguistik, fakta kebahasaan ini dapat dipandang sebagai manifestasi eksistensi manusia yang berhakikat sebagai makhluk bermain (homo ludens). Dari segi sosiologis barangkali kenyataan kebahasaan ini dapat dipandang sebagai manifestasi ketidakpuasan, kejenuhan, atau kemuakan terhadap keadaan sehingga warga masyarakat tertentu perlu mengungkapkannya di dalam bentuk tulisan yang lucu dan konyol, tetapi di balik semuanya ada semacam luapan dan desakan untuk menggugat atau sekedar mempertanyakan.

Maka, kalau kita sependapat bahwa pelesetan bahasa adalah manifestasi bentuk-bentuk kreativitas dan wujud-wujud inovasi bahasa warga masyarakatnya, dapatlah dengan tegas dikatakan bahwa pelesetan juga merupakan manifestasi ciri kreativogenik dari kebudayaan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun