Saat aku mulai menyerah, dan berusaha pasrah dengan menutup mata. Meyakini ini hanyalah mimpi, tiba-tiba, aku mendengar dengan jelas, ada yang berbisik ditelinga.Â
"Kubebaskan kamu dari ritual Nyak Srintil, pengantinku," desisnya.
Aku pun berusaha keras membuka mata, saat menatap langit kamar, sosok wajah menyeramkan muncul, dia berada satu jengkal di atas wajahku.
Membelalakkan mata besarnya, seluruh wajahnya menghitam, lalu mengeluarkan air liur, dan menetesi hidungku. Kami saling pandang, perlahan pipi mulai basah dengan air mataku bercampur tetesan liur, mengeluarkan bau amis yang menyengat.Â
Sekuat tenaga aku berusaha gerakan lagi seluruh tubuh, berteriak sekencangnya. Anehnya, semakin keras berusaha, semakin kuat kungkungannya.Â
Inikah akhir hidupku? Nafasku mulai terasa berat, sesak yang kurasakan teramat dalam.Â
Aku kalah, menyerah, lemas tak berdaya dan pasrah pada keadaan. Akhirnya, mataku pun pelan-pelan terpejam.Â
"Selamat jalan tumbalku, aku sangat menikmati sajian malam ini." Seringainya.Â
***End***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H