Mohon tunggu...
Dhe Wie S
Dhe Wie S Mohon Tunggu... Penulis - Kang Baca Tulis

personal simple

Selanjutnya

Tutup

Roman

Senjata Makan Tuan

8 September 2023   15:03 Diperbarui: 8 September 2023   15:04 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

"Makasih banyak, ya, Mbak buat sotonya kemarin. Mbak Sil, habis bertengkar ya sama Kak Dirga?" tanya Galang.

Galang datang sore hari ketika Sisilia sedang asyik menyiram tanaman di teras rumah. Galang adalah adik kandung dari Dirga, dia mengontrak tidak jauh dari rumah kakaknya.

"Tahu dari mana kamu Lang, kalau Mbak lagi marahan sama Mas Dirga? Mas Dirga ada curhat sama kamu, ya?" Sisilia bertanya balik pada Galang.

"Nggak secara langsung sih Mbak. Hanya tahu saja dari sikap dan raut muka betenya kemarin waktu antar lauk ke kontrakan," jawab Galang yang datang mengembalikan wadah lauk makan milik Sisil.

Pertengkaran kecil memang sedang terjadi akhir-akhir ini antara Sisilia dengan suaminya karena membahas soal momongan. Dirga akan selalu membatin rasakan sedih, jika istrinya sudah mulai membicarakan soal anak.

"Mas, kita adopsi saja yuk, di dekat sini, kan, ada rumah yatim. Kita bisa adopsi dari yang masih bayi," tanya Sisil kala itu.

"Aku dengar kabar dari Bu Inggrid, pengurus panti di sana, ada anak baru datang dan itu sepertinya bayi baru lahir yang ditinggalkan orang tuanya." Sisil menambahi.

Dirga selalu mendengarkan terlebih dahulu, entah dia merasa bosan dengan keluhan Sisil atau memang sedang menahan rasa kesalnya. Jika dirasa keluhan istrinya sudah selesai ditumpahkan, Dirga baru akan buka suara.

"Sisilia sayang, sudah berapa kali Mas bilang. Mas nggak apa-apa kita belum dikaruniai anak, kamu tahu sendiri, kan, kalau hasil dokter tertulis kita sehat. Sabar saja, ya," jawabnya kala itu dengan menorehkan beban di pundaknya.

Begitulah yang diucapkan Dirga ketika sudah membahas soal adopsi. Dia yang memberi Sisilia kekuatan, walaupun Sisilia tahu ada amarah yang disembunyikan suaminya.

***

"Biasalah, Lang, ribut-ribut kecil, nggak serius kok," ucap Sisil pada Adik iparnya, sambil berlalu menuju dapur menaruh peralatan kebun.

"Mbak mau keluar dulu ya, Mau beli kopi dan gula, persediaan sudah habis. Kamu ada mau titip apa?" tanya perempuan berambut sebahu itu pada adik Dirga.

"Oh nggak Mbak, semua kebutuhan pibadi masih ada. Oia Mbak, besok aku ada wawancara kerja," kata Galang yang memang selama ini sedang menganggur karena baru lulus kuliah sebulan yang lalu. Maka dari itu semua keperluan dan kebutuhannya Dirga dan Sisil yang bantu.

"Oh iya? Alhamdulillah, mudah-mudahan yang ini keterima, ya, biar kamu tidak bosan di kontrakan terus." Sisilia menimpali dengan hati senang.

Galang memang suka berkunjung ke rumah walau kakak kandungnya sedang tidak ada, akan tapi hanya satu atau dua kali dalam seminggu di siang atau sore hari. Itu pun jika ada keperluan.

***

Malam hari tiba.

Sepulang kerja Dirga dan juga Sisilia selalu berbincang sebelum tidur. Malam ini Sisil menceritakan kalau Galang ada berkunjung dan membahas soal panggilan wawancara kerja adiknya, begitu juga Dirga bercerita apa saja yang terjadi di kantor pagi tadi.

"Mas, tadi sore, kan, Aku ke warung Bu Jumi. Kebetulan ada ibu-ibu sedang berkumpul. Mas tahu apa yang mereka bicarakan?" tanya Sisil.

"Mana Mas tahu, Sayang." Dikecup kening istrinya.

"Mereka membicarakan lagi soal kita yang belum juga dikasih keturunan, Mas. Karena, tetangga sebelah habis melahirkan." Sisil mulai bicara lagi soal anak.

"Kata mereka, kenapa kita nggak adopsi anak saja, kalau suami tidak setuju, itu tandanya dia punya simpanan lain yang sudah punya anak. Jadi tidak khawatir kalau istri tua tidak punya anak karena sudah punya anak dari istri muda." Sisilia yang halus perasaannya memang selalu terbawa ke hati ketika ada omongan yang menyangkut dirinya. Kini, Dia pun terisak.

"Astagfirullah Sisil, jadi kamu mau bilang, kalau Mas punya istri simpanan gitu? Terus kamu berpikir Mas seling kuh?" Dirga mulai rasakan sesak.

"Mas mau punya anak cuma dari rahim kamu, darah daging kita, kalaupun kita tidak juga dikasih keturunan, Mas tidak masalah. Mas akan tetap setia sama kamu. Kamu jangan gubris omongan orang, ya? Mereka hanya iri saja sama kita," lirihnya pada Sisil.

"Kalau coba ikut program bayi tabung saja gimana, Mas?" Sisil mulai memberanikan diri.

"Kamu yakin?" tanya balik Dirga pada istri tercintanya.

"Ikthiar saja dulu, Mas. Tapi kalau memang memberatkan Mas, ya sudah, nggak usah," ucap Sisilia sisakan isak tangis.

"Ya sudah kalau memang itu bisa bikin hati dan pikiran kamu tenang, kita coba dengan bayi tabung," papar Dirga pada Sisil.

Tangis Sisil pecah dipelukan suaminya. Kini, tinggal sisakan amarah, kecewa dan rasa penyesalan yang dipendam dan akan dibawa di pundak seorang Dirgantara. 

Tiga belas tahun pernikahan tetap saja akan membawa pada sebuah kehampaan dan juga keputusasaan bagi pasangan suami dan istri yang masih menantikan buah hati di dalam keluarganya.

Dirgantara seorang suami yang teramat mencintai istrinya, tidak ingin membuat goresan luka dan kecewa pada bahtera rumah tangganya, akhirnya membuat keputusan yang sangat mampu menciptakan rasa sedih yang berkepanjangan demi sebuah kebahagiaan dan harga diri.

Dirga harus membayar satu kebohongan yang dia ciptakan sendiri dengan kebohongan lainnya. Dan kini, kebohongan itu harus menyeret adiknya sendiri, Galang.

**end**

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun