Musim durian telah datang. Beragam durian dipanen digantung di tepi-tepi jalan untuk dijajakan pada pejalan yanv melintas. Ada yang beli dan dibawa pulang, ada juga yang makan di tempat.Â
"Anyep kami ganti" kata penjualnya. Usai makan durian, kulit dan biji diletakan di belakang balai-balaik, tidak menggunung hanya menggunduk saja, tetapi menimbulkan aroma yang kurang sedap dan banyak lalat.
Kulit dan biji durian menjadi perkara usai makan durian, terlebih saat panen raya. Ditumpuk dan dibiarkan membusuk begitu saja. Bisa saja akan menjadi kompos, tetapi butuh waktu berapa lama.Â
Sembari proses pengomposan, pembusukan terjadi dan berdatanganlah lalat-lalat yang mengais sisa-sisa makanan. Aroma dan pemandangan yang tidak sedap tentunya.
Iseng mencoba mencari literatur tentang kulit dan biji durian. Barang dua ini adalah limbah, tentu saja tidak boleh dikonsumsi, terlebih bijinya yang mengandunh zat beracun.Â
Dari bacaan, terkandung banyak zat serat dalam kulit durian, dan bijinya banyak mengandung pati. Berpikir, diolah menjadi apa agar bisa bermanfaat dan bisa menghasilkan rupiah jika pun bisa.
Satu karung penuh saya bawa kulit durian sekresek biji durian. Saya bawa di pojok kebun, lalu saya masukkan di tong besi yang bagian bawahnya sudah bocor dan banyak lubang.Â
Saya buat tiga tiang batu, untuk menopang bagian bawah tong. Kayu-kayu sisa saya bakar untuk membakar bagian bawah tong. Api membara, jilatan api masuk dari bawah tong. Api sudah stabil, bagias atas tong saya tutup pakai seng bekas dam ditindih dengan batu.
Nyala api saya bekap, bukan biar mati, tetapi tetap diberi lubang angin agar tetap membara. Semalam saya biarkan begitu, dan paginya saya buka tong. Semua hangus. Saya keluarkan, dan saya pilah mana kulit dam mana bijinya yang sementara hanya kering saja.
Dengan ember kecil saya tumbuk arang dari kulit durian dan saya ayak dengan menggunakan ayakan pasir. Biji juga saya tumbuk dan diayak dengan ayakan kelapa. Jadilah serbuk arang dan tepung biji durian lalu saya campurkan dengan perbandingan 10:1.
Campuran arang dan tepung yang sudah merata, lalu saya siram dengan air mendidih dan diaduk dengan batang kayu.Â
Tepung biji durian jadi perekat arang, sebab biasanya dengan memggunakan pati dari tapioka. Sesudah tercampur dipadatkan dengan pemggiling daging dan diulang hingga 3-5 kali.
Hasil pemadatan kemudian dicetak dengan potongan pipa PVC dengan diameter 2 inch dengan tinggi 2 cm. Hasil cetakan kemudian dijemur 2-3 hari hingga benar-benar kering. Setelah kering jadilah briket arang dengan berat rerata 5-6 gram.
Uji briket arang saya lakukan di laboratorium tempat saya bekerja. Uji tekan saya lakukan untuk mengetahui tingkat kekerasannya. Sebagai pembanding saya tekan arang biasa, dan hansilnya 25 kgf, sedang untuk briket arang 50 kgf.Â
Untuk kadar air, arang biasa 9%, briket arang 3,64%. Uji lama bakar, 42 menit untuk briket arang, dan arang biasa padam, karena harus diberi hembusan angin/kipas.
Harga briket arang di pasaran Rp 20.000,00 - Rp 25.000,00. Kira-kira berapa harga jual briket arang dari bahan yang gratis dan merupakan limbah.Â
Jikapun tidak dijual, maka bisa digunakan sebagai bahan bakar altirnatif mewujudkan kemandirian energi. Satu lagi, briket arang teraebut tidak menimbulkan asap dan tidak perlu dikipas. Nah limbah yang jadi berkah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H