Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Menyesap Teh Tiongke di Lereng Gunung Merbabu

21 Juni 2023   05:47 Diperbarui: 21 Juni 2023   19:01 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daun teh untuk di olah (Dokumentasi pribadi)

Teh berasal dari Tiongkok dan Asia Timur seperti Jepang atau Korea, bahkan India dan Srilangka yang berada di Asia Selatan adalah penghasil teh istimewa. Teh "Tiongke" di lereng Gunung Merbabu sisi timur, begitu saya diberi tahu teman saya. 

Saya diajak untuk mengunjungi pengolahannya. Dalam perjalanan, saya hanya berimajinasi tentang sosok seorang warga keturunan Tionghoa yang mengolah sekaligus menjadi juragan teh.

Berbicara teh, adalah minuman kuno yang saat ini masih terus menjadi sajian wajib dari meja tamu hingga meja makan, bahkan menjadi bekal dalam perjalanan. Semua orang bisa mengonsumsi, kecuali balita yang berpotensi terhambatnya asupan zat besi kerana adanya tanin, sehingga bisa menyebabkan anemia.

Teh menjadi minuman wajib dalam berbagai situasi (Dokumentasi pribadi)
Teh menjadi minuman wajib dalam berbagai situasi (Dokumentasi pribadi)
Lebih dari 700 senyawa ada di dalam daun teh, meskipun didominasi; ketekin, tanin, kafein, dan yang terbesar adalah senyawa fenol. Daun teh yang masih kuncup mengandung kafein dan katekin, sehingga dibuat menjadi white tea atau teh putih-harganya sangat fantastis. 

Untuk daun teh lembaran pertama dan kedua akan diolah menjadi teh hijau, sedangkan daun ketiga dan empat biasanya diolah menjadi teh oolong dan teh hitam, lamunan saya di perjalanan yang menanjak hinggan 800 m dpl.

Beberapa phon teh di Desa Jlarem (Dokumentasi pribadi)
Beberapa phon teh di Desa Jlarem (Dokumentasi pribadi)

Menuju Desa Jlarem di Kecamatan Ampel-Boyolali, saya melihat pohon-pohon teh yang menjulang ke atas. Berbeda dengan perkebunan teh, di mana tehnya adalah hamparan. Di sini, tanaman teh dijadikan tanaman pagar atau pembatas lahan dan memikiki dahan yang tinggi. Saya membayangkan, bagaimana memetik pucuh tehnya,

Sampai juga di Desa Jlarem dan saya bertemu dengan Pak Sumarno dan Bu Maryati yang mengolah teh. Buyar hipotesis tentang sosok orang China, justru orang Kulonprogo dan asli Jlarem. Langsung saya bertanya dengan pemilik kebun teh di pekarangan rumahnya tentang bagaimana pengolahan teh di sini.

Pucuh teh yang diambil peko 1 dan 2, yakni daun kuncup dan daun pertama untuk dibuat menjadi teh hijau. Daun yang sudah dipetik kemudian dilayukan dengan cara disangrai dengan kwali terakota yang dipanaskan dengan kayu bakar.

Proses pelayuan ini untuk mengurangi kadar air, sekitar 40%. Lalu daun teh digulung dengan tangan untuk membentuk daun teh. Tujuan penggulungan agar daun teh nanti tidak mudah remuk dan memudahkan dalam sangrai kedua. Berikutanya adalah penyangraian untuk benar-benar mengeringkan teh hijau ini.

Untuk daun kedua dan ketiga, prosesnya sama tetapi tidak digulung, justru digelar di tampah agar airnya menguap. Setelah agak kering, kembali disangrai hingga kering, kemudian di kemas dan jadilah teh hitam atau bisa juga oolong tea jika dikategorikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun