Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Gua Gedang, tentang Kejayaan Walet di Bukit Bulan

9 Januari 2020   08:36 Diperbarui: 9 Januari 2020   08:33 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kabut di Napal Melintang Bukit Bulan (dok.pri)..

Rinai hujan di pagi ini masih meninggalkan jejak di dedaunan yang basah kuyup. Kabut pagi di kaki Bukit Bulan masih menyelimuti hutan yang berdiri kokoh di atas bekas batu karang purba. Dari balik jendela saya memandang, "ah pagi ini harus ke Gua gedang".

Sepenggal perjalanan di Bukit Bulan, Jambi. Hari ini saya berkisah tentang sebuah penelusuran gua alam yang ada di Kawasan Karst Bukit Bulan, tepatnya di Bukit Raja. Gua Gedang, menjadi tujuan kami. Bukan tanpa alasan memilih gua ini, tetapi ada kejayaan masa lalu yang membuat orang jauh-jauh datang ke situ.

Pak Irawan, yang kini sudah berkepala 6 pagi ini nampak bersemangat mendatangi base camp kami. Beliau adalah warga lokal di Napal Melintang yang dahulunya adalah pencari sarang walet di Kars Bukit Bulan. Puluhan gua, mungkin lebih dari 100 gua beliau hafal di luar kepala. Jangankan jalan menuju mulut gua, setiap jengkal pijakan dan pegangan sudah melekat kuat di ingatannya.

Sehari sebelum perjalanan di sampaikan, "mas jalan ke sana berat, harus pakai tali" katanya. Malamnya saya mengemas peralatan caving/penelusuran gua lengkap. Pagi ini kami berempat sudah bergegas menuju Gua Gedang.

Embun pagi yang belum beranjak tersapu oleh langkah sepatu boot kami. Sayang sepertinya, embun-embun cantik ini terinjak begitu saja dan meninggalkan bekas. Saya yang jalan paling belakang, beberapa saat berhenti dan menarik napas melihat jejak-jejak kaki itu.

Langkah kaki kami berhenti di Sungai Ketari Kecil, lalu segera kami merangsek di hamparan ilalang dan semak setinggi pemain basket Yao Ming. Semua bedan kami terlindungi, kecuali wajah dan leher kami.

Garis-garis merah yang dibuat tepi daun Imperata cylindrica menimbulkan rasa perih terlebuh jika kena daun yang basah. Namun, inilah nikmatnya perjalanan.

Pak Irawan, dahulunya penjaga Gua Gedang (dok.pri).
Pak Irawan, dahulunya penjaga Gua Gedang (dok.pri).
Setalah hampir 4 jam perjalanan, sampai juga kami di mulut Gua Gedang. Saya sebagai orang Jawa, nampak plonga-plongo (melihat kesana kemari dengan tatapan kosong).

"Pak mana pohon gedang (pisang) tidak ada cuma paku-pakuan?" tanya saya pada pak Irawan. Toponimi Gua Gedang saya terjemahkan sebagai pisang, mungkin banyak pohon bisang.

"Mas, Gedang itu artinya luas" kata beliau.

"Ah mirip jalan ke Manggis yang tidak ada manggisnya, ada peradun gedang artinya tempat istirahat yang luas" sergah saya dan dia hanya menggerakan hidungnya yang artinya iya.

Sembari istirahat dan mencari sisa-sisa lintah siapa tahu masih asyik menyedot darah kami mendengarkan Pak Irawan bercerita tentang gua ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun