Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Dusun Manggis yang Murung di Tengah Hutan Lindung

6 September 2019   15:58 Diperbarui: 8 September 2019   13:13 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sisa-sisa sawah di Dusun Manggis (Dokumentasi pribadi)

Cerita yang berkembang, di bagian hulu sungai banyak penambang yang mencari emas. Sungai yang keruh dan berwarna kuning menjadi indikator adanya aktivitas penambangan, karena ada lumpur yang ikut terlarut saat pencucian batuan.

Sungai yang keruh akibat penambangan di hulu (dokumentasi pribadi)
Sungai yang keruh akibat penambangan di hulu (dokumentasi pribadi)
Selama 2 jam kami mengikuti jalan eskavator yang naik turun. Matahari sudah semakin condong ke barat dan harus dihadapkan pada sebuah bukit yang benar-benar curam. Dengan tenaga tersisa kami sampai juga di puncak bukit. 

Mas Andi rekan saya duduk terdiam di hamparan pohon-pohon yang telah tumbang. Matanya terlihat nanar melihat kerusakan hutan akibat pembukaan lahan. Sangat kontras sekali dengan hutan disekitarnya yang masih nampak hijau lebat.

"Wadoooh orang manggis ini" kata Pak Tola saat melihat hamparan hutan yang telah gundul. Lantas saya bertanya, memangnya kenapa pak dengan Orang Manggis. 

"Mereka terpaksa membuka lahan di hutan, karena sawah mereka sudah tidak ada lagi karena didonfeng (dikeruk untuk tambang emas). Mereka kini menanam padi lahan kering, dan begini jadinya" sambil menunjuk hutan yang sudah kering kerontang.

Kawasan hutan yang dibuka untuk ladang (Dokumentasi pribadi)
Kawasan hutan yang dibuka untuk ladang (Dokumentasi pribadi)
Kami berjalan pelan menyusuri hutan yang gundul akibat pembukaan lahan pertanian. Yang terbenak dalam pikiran saya, sebentar lagi akan ada pembakaran hutan. 

Akhirnya kami sampai di tepi sungai Kemlako kecil yang airnya jernih. Mungkin ini satu-satunya sungai yang saya temui yang airnya masih jernih. Muka saya yang kepanasan segera saya guyur dan kaki yang kelelahan ini saya rendan.

"Ayo guyur, manggis 1 jam lagi sampai" kaya pak Rusli dan pak Tola sudah jauh di depan. Bergegas kami berjalan menyusuri sungai. Memasuki Dusun Manggis, benar saja terlihat bebatuan hasil galian di sana-sini. 

Terlihat petak-petak bekas sawah yang kini seperti planet mars, penuh dengan batuan dan kering. Inilah salah satu kutukan kekayaan alam ini  yang bisa menghancurkan sumber kehidupan.

Jalan menuju Dusun Manggis (dokumentasi pribadi)
Jalan menuju Dusun Manggis (dokumentasi pribadi)
Selama 1 jam perlanan, akhirnya kami sampai di Dusun Manggis. 8,5 jam kami berlanan dan tepat pukul 5 sore kami memasuki kampung yang ada di tengah taman nasional. 

Wajah asing kami menjadi pusat perhatian warga. Yang membuat kami tenang adalah mereka semua mengenali wajah dan hormat pada pak Tola. Mereka juga kenal dengan pak Rusli dan Roby, sehingga amanlah kita.

Pak Tola yang suka bercanda mengajak kita berkenalan dengan orang-orang di kampung. Saya sepertinya tidak mau melewatkan momen menarik ini. 

Ada beberapa mereka yang menolak saya bidik dengan kamera. Ada juga mereka yang curiga terhadap kami, namun pak Tola meyakinkan meraka dengan berkata "tidak apa-apa, mereka utusannya Jokowi".


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun