"Kabupaten apa yang paling luas di Indonesia..?" tanya saya. "Wamena, semua kabupaten di Papua" jawab teman saya. "Salah, Kulon Progo-karena dari batas Bantul sampai Aceh sana" seketika hening memutar peta di google map "iya ya..".Â
Hari itu saya berada di kabupaten terluas bersama Sejuta kacamata untuk membagi-bagikan kacamata kepada kepada warga di Dusun Tubin.
Pukul 07.45 saya dan rombongan sudah berdatangan. Di sebuah rumah pendopo yang digunakan sebagai Taman Baca Saab Shares digunakan sebagai lokasi pembagian kacamata. Jemari saya langsung bergerak menghitung warga yang sudah hadir. Dengan mengenakan batik dan peci untuk kaum pria dan yang wanita dengan kebaya, khas dengan budaya jawa.
Warung belum dibuka, namun antusiasme warga sudah tidak terbendung. Alhasil kamis harus segera mengatur lokasi pembagian kacamata. Om Denny sebagai founder Sejuta Kacamata segera memberikan pengarahan pada kami, tidak ada 3 menit dan segera kami bergerak.Â
Jajaran meja dan kursi segera kami tata, begitu juga dengan kacamata kalibrasi. Tidak ada 5 menit semua sudah tertata dan siap menerima warga yang hendak mengantri mendapatkan kacamata.
Dia menggelang. "Mangkih kulo aturi kaca mripat kersane njenengan saged maos" (nanti saya kasih kacamata supaya bisa membaca). Dia nampak senang bukan kepalang.Â
Kacamata plus 1, 2, 3, sampai 4 tidak ada yang cocok dan ternyata mBahnya buta huruf. "Menawi Alquran kulo saged maos mas" (kalau Alguran saya bisa membaca,mas) jawabnya.Â
Untung saja ada taman bacaan dan dapat dengan mudah mendapatkan Al quran. Betapa riang saat mBah Ngatiyem mendapat kacamata plus 2,5 dan optimal di matanya. Â "Matur suwun mas, kulo saged ngaji " pamitnya.
Hari ini kami menargetkan 300 lansia satu dusun untuk mendapatkan kacamata baca. Dengan membuka 6 meja layanan maka per-orang dari kami harus melayani 50 warga.Â
Bisa dibayangkan kami haru menanyakan usia, kemampuan membaca, dan mengukur berapa ukuran kacamata yang pas buat mereka. Ada beberapa dari kami yang berdomisili di Jakarta dan hanya bisa bahasa Jawa kasar, sedangkan warga menggunakan bahasa Jawa Halus.Â
Maka kita saling menukar warga yang bisa bahasa Indonesia sebelaha sana, yang bahasa Jawa halus bagian saya, meskipun saya juga terbata-bata.
Yang pasti, semua warga boleh datang meskipun tanpa kupon yang diberikan dan tetap akan dilayani. Kami juga menerima warga yang ingin menukarkan kacamata saat ukurannya plusnya bertambah. Dengan senang hati saya buka kotak kacamata dan memberikan kacamata yang baru dan ukuran yang pas bagi warga sehingga fungsinya lebih optimal.
Mulut ini sudah mau berbusa rasanya melayani warga dan ekstra sabar terutama melayani lansia yang sudah mengalami penurunan daya dengan. Suara kami harus sedikit lebih keras agar bisa didengar.Â
Tidak terasa, 2 botol air mineral sudah habis membasahi kerongkongan saya dan antrian masih berjajar. Akhirnya pukul 11.45 sudah tidak ada lagi warga yang datang dan kami menutup lapak kami sembari menyisakan satu meja untuk berjaga-jaga siapa tahu ada yang ketinggalan.Â
Benar saja ada 3 warga yang tergopoh-gopoh menuju pendopo dan segera kami layani, dan 1 warga yang ingin menukar kacamata karena terlalu dalam (kebesaran plus-nya) sehingga pusing.
Pukul 12.30 kami sudah selesai dan segera mengemas barang kami masing-masing. Di Tubin kami dipertemukan dan dari situ juga kami berpisah harus kembali ke tempat kami masing-masing. "Sampai jumpa dipelayanan berikutnya, meski mata sama memandang, tapi kami yakin tetap ada jalan" salam sejuta kacamata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H