Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Membumikan Ilmu Pengetahuan pada Masyarakat Awam

13 Maret 2019   16:28 Diperbarui: 13 Maret 2019   18:34 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Temuan ilmiah saat ini  hanya menjadi santapan para kaum-kaum akademik dalam bentuk jurnal, majalah sains, dan prosiding seminar. Masyarakat dapat apa? bukankan penelitian itu buat masyarakat. Semakin hari temuan ilmiah semakin menumpuk hingga langit ke tuju, beberapa ada yang jatuh ke tanah dan sisanya belum membumi. Tantangan besar bagi kaum intelektual untuk membumikan hasil olah pikir dan karya ilmiahnya sebagai pertanggung jawaban kepada masyarakat.

Konon katanya, orang dikatakan pintar itu bukan seberapa besar ilmu dan gelar akademiknya. Namun, seberapa besar dia bisa membagikan ilmunya dengan cara yang sederhana dan mudah dimengerti oleh yang awam sekalipun. Kali ini tantangan itu datang, bagaimana para pakar harus mengajar anak-anak SD.

Setelah satu minggu kami bergulat dengan hutan rimba raya di Karst Bukit Bulan-Jambi, kini saatnya kami berbagi. Kami diminta untuk menjelaskan hasil-hasil penelitian kami kepada siswa SD dan SMP yang ada di kawasan penelitian kami. Lantas siapakah kami, sehingga harus demikian dan untuk apa.

Saya kebetulan tergabung dalam penelitian arkeologi di Bukit Bulan. Dalam penelitian ini terdiri dari beberapa pakar untuk melengkapi penelitian ini.

Ada ahli antropologi yang bertanggung jawab meneliti tentang kebudayaan masyarakat. Ada pakar geologi yang akan menjadi dewa bumi, bagaimana tidak, karena dia bertanggung jawab untuk menguak misteri terbentuknya kawasan tersebut. Ada ahli fauna yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi hewan-hewan yang ada di sana. Kebetulan saya diminta membantu untuk mengidentifikasi tumbuhan dan tidak berani mengatakan pakar tumbuhan atau botani.

Pagi yang cerah kami berangkat menuju SD Napal Melintang 2. Satu-satunya SD yang ada di sana dan jumlah murit yang tidak lebih dari 30 siswa dan gurunya hanya 4 orang. Ada juga SMP yang jumlah siswanya hanya sekitar 17 orang saja.

Mereka dikumpulkan di ruang kelas, namun perkiraan kami meleset. Yang hadir tidak hanya anak-anak sekolah, tetapi juga tokoh masyarakat. Jelaslah kami hari ini akan mengajar pada 2 generasi yang berbeda.

Suasana ruangakan kelas dimana para peneliti akan berjualan jamu (dok.pri).
Suasana ruangakan kelas dimana para peneliti akan berjualan jamu (dok.pri).
Karst Bukit bulan adalah kawasan batuan gamping di Jambi. Kawasan ini menyimpan kekayaan alam yang luar biasa, baik flora maupun faunanya. Di samping itu, kawasan di sana juga menjadi hunian manusia purba puluhan ribu tahun silam. Temuan-temuan benda prasejarah seperti, lukis dinding gua dan batu obsidian adalah buktinya.

Warga bukit bulan adalah ahli warisnya, dan anak-anak sekolah adalah ahlinya. Namun sayang, tidak banyak yang mereka ketahui tentang potensi kekayaan alam dan prasejarah tempat ini. Kami sebagai peneliti harus segera membacakan surat wasiat alam ini kepada mereka.

Mas Ruly yang jebolan master arekologi di Eropa nampak kikuk dengan benda-benda temuannya. Dia seperti hendak jualan obat dimana pembelinya anak-anak SD dan SMP. Namun, orang pintar harus bisa bersiasat bagaimana menjelaskan ini kepada anak-anak SD. Kesuksesan jualan jamunya nampak dari anak-anak yang antusias melihat dan bertanya. Saya hanya mencuri dengan saja, supaya bisa menjajal jurus jualan jamunya.

Selanjutnya giliran mas Andi yang seorang peneliti dan ahli geologi. Sebagai dewa bumi dia tak kurang akal. Dia membawa beberapa jenis batu lalu mendongeng seperti pak Raden. Tatapan tajam wajah anak-anak dan sesekali ada yang angkat tangan memotong pembicaraan untuk bertanya. Wah jamunya laris manis.

Kali ini giliran mas Ami. Dia adalah Doktor yang masih fresh gelarnya, dan salah satu universitas ternama di perancis. Dia belajar khusus tentang tulang fauna atau hewan. Dari satu ruas tulang saja, otaknya seperti mesin pemindai dan langsung tau tulang hewan apa dan dibagian mana serta lengkap dengan nama ilmiahnya. Otaknya isinya tulang semua, mirip kamus-guman saya.

Antusiasme anak-anak yang tidak kebagian tempat (dok.pri).
Antusiasme anak-anak yang tidak kebagian tempat (dok.pri).
Kini giliran bu Hamilda ahli antropologi. Dia membawa senjatanya berupa; alat perkakas tradisional, makanan, dan pakaian. Dengan mudah ibu ini menjelaskan dengan gaya mak-mak. Anak-anak tak kalah hebohnya. Kini tinggal saya yang bingung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun