Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Merengkuh Gua Rana Sepuluh

15 November 2018   17:50 Diperbarui: 16 November 2018   02:31 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memetakan Gua Rana Sepuluh (dok.pri).

"Dulu gua-gua di sini jadi rebutan dan akhirnya di lelang untuk dipanen sarang waletnya. Tahun 84 saya harus rela kehilangan sodara saya yang terjatuh dan meninggal di tempat gara-gara memanjat dinding gua untuk mengambil sarang walet". Sepenggal kisah Pak Irawan (65 tahun) mengenang masa lalunya saat masih berkutat dengan gua. Seiring tubuh yang tak muda lagi, kini dia cukup memelihara ikan di kolam sembari menikmati masa tuanya.

Hari ini saya kembali ditemani dengan Ciu Pek Tong begitu saya menyebut nama seorang warga yang menjadi pemandu gua saya-Pak Irawan tepatnya. Kami menyebutnya dengan bocah tua nakal, bagaimana tidak di usianya saat ini yang berkepala 6 tak kalah gesit dengan kami yang masih muda. Urusan masuk gua, dia mendapat predikat sebagai macan gua, karena benar-benar menguasai seluk beluk gua.

Savana Celau Tengah (dok.pri).
Savana Celau Tengah (dok.pri).
Pertemuan singkat kami membuat kami langsung akrab dengan sosok yang selalu mengepulkan asap setiap saat. Sosok yang humoris, namun kadang membuat kami miris karena pengambilan jalur di gua yang nyaris menyerempet garih hidup dan mati. Hari itu saya merasakan garis-garis tipis dimana saat harus masuk ke Gua Rana Sepuluh.

Gua Rana Sepuluh

Berjalan menyusuri savana di Kars Bukit Bulan saya melihat sisi kiri adalah Celau Tengah. Bukit gamping yang akan kami tuju terdapat sebuah gua yang membuat kami penasaran. Bagaimana tidak, untuk masuk ke lorongnya harus bertaruh nyawa. Harus memanjat sekitar 12-15 meter dan hanya berpegangan pada celah-celah batu.

Pintu masuk Gua Rana Sepuluh (dok.pri).
Pintu masuk Gua Rana Sepuluh (dok.pri).
Mendekati pintu masuk yang di atas sana saya nampak ragu. Bisa atau tidak, itu yang terbesit dalam benak saya. Bocah tua nakal hanya melirik "ayo mas, hati-hati ya" katanya sembari dia menjejakan sepatu bootnya pada celak batu dan tanganya meraba-raba tonjolan batu. Belum sempat saya melihat dan menghafal rutenya, dia sudah nangkring di atas sembari mengepulkan asap rokoknya.

Orang kedua yang memanjat adalah Mas Andi. Sepertinya dia juga masih meraba-raba untuk mencari pegangan dan pijakan. Beberapa menit dia sampai juga di atas sembari memegang lututnya. Kini giliran saya. Jika takut ketinggian "jangan lihat ke bawah" pesan pribadi buat saya.

Kaki kanan menyelip pada celah batu, tangan kiri memegang akar akar Ficus benjamina. Tangan kanan kemudian mencari tonjolan batu yang sudah penuh dengan lumut dan licin, apa daya itu satu-satunya jalan. Secara bergantian saya merayapi dinding kapur tersebut. Sesekali saya melirik ke bawah dan benar-benar tinggi.

Yang penting naik dulu, perkara turun nanti dulu. Sampai juga di lorang gua yang langsung masuk dalam lorong horisontal. ZOna terang hanya di mulut gua, lalu Zona remang yang hanya beberapa meter, setalah ada tikungan zona kegelapan total.

Saya berjalan dalam kelakuan bodoh saya. Head lamp atau senter tidak terbawa. Saya hanya mengekor laju Bocah Tua Nakal, begitu kaki terantuk batu saya beru sadar "senter ponsel".

Lorong di Gua Rana Sepulu memiliki panjang sekitar 250 m dangan lorong-lorong kecil. Di dalamnya terdapat stalagtit dan stalagmit yang sudah mati, karena kondisinya kering tidak bertumbuh lagi. Lorong yang sempit acapkali membuat kelalawar yang terbang dekat sekali dengan badan kami.

Sampailah kami di lorong utama. Sebuah pilar besar berada di pinggir lalu ada ruangan selebar 20 meter dengan tinggi sekitar 15 m. Di atas ratusan kelelawar berterbangan karena kedatangan kami. Segera kami mengeluarkan alat kami untuk membuat denah gua.

Memetakan Gua

Denah gua yang kami buat nantinya bisa menjadi acuan jika suatu saat gua ini hendak diekplorasi, baik untuk pendidikan atau wisata. Denah gua memuat bentuk dimensi bagi ukuran lorong, bentuk lorong, ornamen gua, dan stratifikasi batuannya. Bukan perkara mudah untuk memetakan gua, karen harus ditunjang dengan kemampuan menghitung dan mengintrepetasikan bentuk gua.

Untuk memetakan gua diperlukan alat bantu ukur, bisa menggunakan mistar atau yang paling modern adalah laser pengukur. Yang kedua adalah dibutuhkan patokan orang atau benda sebagai titik penjuru. Yang perlu diperhatikan selain panjang dan lebar gua adalah arah gua dan kemiringan gua. Diperlukan kompas sebagai penunjuk arah dan klinometer untuk menghitung sudut kemiringan lorong gua.

Lorong tengah Gua Rana Sepuluh (dok.pri).
Lorong tengah Gua Rana Sepuluh (dok.pri).
Banyak orang yang masuk dan keluar gua dan menganggap sebagai petualangan, tetapi tidak banyak  yang menggambar dan memetakan gua. Banyak orang mendaki gunung, tetapi hanya beberapa saja yang memetakan jalur pendakiannya. Inilah mengapa, membuat peta itu kadang susah dan memakan waktu sekaligus membutuhkan otak yang sedikit encer.

Kembali memandangi kegelapan total sesekali harus pindah ke sudut-sudut lorong. Kepulan asap rokok Pak Irawan yang mampu mengusir serangga-serangga kecil yang berterbangan namun membuat udara cukup pengap untuk lorong yang sempit. Saya hanya mengumpat "Ciu Pek Tong  rokoknya nanti di luar".

Keluar dari gua (dok.pri).
Keluar dari gua (dok.pri).
Satu dari sekian banyak yang berhasil kami petakan. Nanti lain waktu saya kisahkan saat saya harus menjelajahi gua yang panjangnya 1,6 km dengan ada sungai kecil dibawahnya. Saat itu sedang ada hujan rintik, pikiran saya pada kasus 11 anak-anak dan pelatih sepak bolanya yang terjebak dalam gua. Bagaimana kisahnya... segera.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun