"Dulu gua-gua di sini jadi rebutan dan akhirnya di lelang untuk dipanen sarang waletnya. Tahun 84 saya harus rela kehilangan sodara saya yang terjatuh dan meninggal di tempat gara-gara memanjat dinding gua untuk mengambil sarang walet". Sepenggal kisah Pak Irawan (65 tahun) mengenang masa lalunya saat masih berkutat dengan gua. Seiring tubuh yang tak muda lagi, kini dia cukup memelihara ikan di kolam sembari menikmati masa tuanya.
Hari ini saya kembali ditemani dengan Ciu Pek Tong begitu saya menyebut nama seorang warga yang menjadi pemandu gua saya-Pak Irawan tepatnya. Kami menyebutnya dengan bocah tua nakal, bagaimana tidak di usianya saat ini yang berkepala 6 tak kalah gesit dengan kami yang masih muda. Urusan masuk gua, dia mendapat predikat sebagai macan gua, karena benar-benar menguasai seluk beluk gua.
Gua Rana Sepuluh
Berjalan menyusuri savana di Kars Bukit Bulan saya melihat sisi kiri adalah Celau Tengah. Bukit gamping yang akan kami tuju terdapat sebuah gua yang membuat kami penasaran. Bagaimana tidak, untuk masuk ke lorongnya harus bertaruh nyawa. Harus memanjat sekitar 12-15 meter dan hanya berpegangan pada celah-celah batu.
Orang kedua yang memanjat adalah Mas Andi. Sepertinya dia juga masih meraba-raba untuk mencari pegangan dan pijakan. Beberapa menit dia sampai juga di atas sembari memegang lututnya. Kini giliran saya. Jika takut ketinggian "jangan lihat ke bawah" pesan pribadi buat saya.
Kaki kanan menyelip pada celah batu, tangan kiri memegang akar akar Ficus benjamina. Tangan kanan kemudian mencari tonjolan batu yang sudah penuh dengan lumut dan licin, apa daya itu satu-satunya jalan. Secara bergantian saya merayapi dinding kapur tersebut. Sesekali saya melirik ke bawah dan benar-benar tinggi.
Yang penting naik dulu, perkara turun nanti dulu. Sampai juga di lorang gua yang langsung masuk dalam lorong horisontal. ZOna terang hanya di mulut gua, lalu Zona remang yang hanya beberapa meter, setalah ada tikungan zona kegelapan total.
Saya berjalan dalam kelakuan bodoh saya. Head lamp atau senter tidak terbawa. Saya hanya mengekor laju Bocah Tua Nakal, begitu kaki terantuk batu saya beru sadar "senter ponsel".
Lorong di Gua Rana Sepulu memiliki panjang sekitar 250 m dangan lorong-lorong kecil. Di dalamnya terdapat stalagtit dan stalagmit yang sudah mati, karena kondisinya kering tidak bertumbuh lagi. Lorong yang sempit acapkali membuat kelalawar yang terbang dekat sekali dengan badan kami.
Sampailah kami di lorong utama. Sebuah pilar besar berada di pinggir lalu ada ruangan selebar 20 meter dengan tinggi sekitar 15 m. Di atas ratusan kelelawar berterbangan karena kedatangan kami. Segera kami mengeluarkan alat kami untuk membuat denah gua.
Memetakan Gua