Lampu berkedip-kedip layaknya lampu disko di diskotek, namun ini bukan ulah DJ tetapi turbin generator. Malam ini saya berada di Desa Napal Melintang, di Bukit Bulan-Jambi.
Sebuah desa paling ujung di Selatan Provinsi Jambi, dengan jarak tempuh 73 km dari Kabupaten Sarolangun. Desa paling pinggir yang nyaris teriosolir.
Bagi yang ingin ketenangan dari kancah sosial media dan dunia luar, anda bisa datang ke Bukit Bulan.Tiada listrik, jaringan telepon selular, sinyal radio, dan nyaris minin sarana prasarana.Â
Benar-benar sebuah wilayah yang jauh dari mana-mana, bagaimana tidak wilayah ini di tengah-tengah Bukit Barisan yang membentang dari Lampung hingga Aceh.
Pagi ini selepas malam, saya segera berjalan menyusuri jalanan kampung. Geliat warga mulai terlihat manakala waktu usai subuh. Pagi ini sepertinya tiada matahari terbit, kerena semalam hujan dengan lebat dan kabut pagi masih tebal.
Saya berjalan menyusuri jalanan tanah menuju ujung desa. Jalanan yang masih sepi dan hanya terdengar gemericik Sungai Limun yang mengalir samping jalan.Â
Nampak beberapa warga sudah beraktifitas di sungai seperti mencuci, mandi, dan menunaikan hajatnya. Saya hanya berani melirik dari kejauhan, sebab fenomena ini jarang saya lihat.
Andaikata jalannya bagus, rata, bukan terlalu menjadi masalah. Jalan di sini masih berupa tanah, genangan air, dan yang membuat enggan berjalan adalah ada 2 gundukan tanah yang tinggi alias bukit.
Semangat anak-anak di sini untuk menuntut ilmu layak diacungi jempol. Sepagi ini mereka sudah meretas asa untuk menimba ilmu di satu-satunya SD di desa itu. Keceriaan meraka meruntuhkan rasa iba saya dan berubah menjadi rasa bangga. Teruslah menuntunt ilmu generasi penerus bangsa.
Lampu di terus rumah masih nampak berkedip-kedip, dan itu terjadi di seluruh rumah. Kebetulan pagi ini saya bertemu dengan Pak Rusli. Dia mengajak saya menuju sumber bekedip-kedipnya lampu tersebut di bendungan sungai Limun.
Kami berjalan di semak-semak mengikuti jalan setapak. "hati-hati, banyak pacet di sini" kata Pak Rusli. Sepinta saya melihat kaki saya belum ada benda bulat hitam yang menempel-saya kira masih aman. 5 menit kami berjajalan, sampailah kami di sebuah dam atau bendungan.
Dalam KBBI, napal adalah tanah liat merah yang dapat dimakan (ampo), ada juga yang mendefinisikan sebagai batuan yang terdiri atas lempung dan kalium karbobnat/kapur.
Di bendungan kami menyeberang untuk menuju sebuha gardu yang merupakan rumah listrik. Di dalam gardu nampak sebuah turbin yang digerakan air kemudian akan menggerakan generator lalu ada pengatur arus listrik. Dari generator ini mampu memberikan aliran listrik 1 dusun yang terdiri dari 109 rumah.
Akhir perjalanan, benar saja kaki saya ada lintah yang menempel dan sudah tambun. Sembari berjalan saya bertanya pada Pak Rusli, "setiap bulan warga mendapat retribusi berapa pak untuk membayar listri..?". "Gratis" jawabnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H