Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Papua, Syo Tuhan Terima Kasih

20 Desember 2016   14:28 Diperbarui: 20 Desember 2016   16:04 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
100 ribu tahun yang lalu saat Nusantara masih satu daratan karena jaman es (dok.pri).

"Keindahan alammu yang memesona
Sungaimu yang deras mengalirkan emas, Syo....
Ya Tuhan.. Trima..kasih."

Tiga baris lirik lagu Tanah Papua tersebut membuat saya membuncahkan emosi bahkan menumpahkan air mata. Bagaimana tidak lagu tersebut saya putar dan dengarkan saat di Danau Habema seraya melihat Puncak Mandala dengan salju abadinya dan saat menyeberang menuju Waisai-Raja Ampat. Berkali-kali saya bersenandika, "Syo Tuhan terima kasih, sudah membawa saya ke tempat dimana tetesan surga itu jatuh di Bumi".

Sejarah sangat panjang jika berbicara tentang Papua, tak hanya ratusan bahkan jutaan tahun yang lalu ada cerita tentang pulau paling timur Indonesia. Sejak zaman pangea saat bumi ini hanya ada beberapa daratan besar, Papua sebagian adalah dasar lautan. Akibat desakan oleh aktivitas vulkanik dan tektonik, dasar lautan terdesak dan menyembul keluar menjadi daratan bahkan menjadi titik tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 4.484 mdpl. Dahulu Papua dan Australia masih satu daratan, dan kini dipisahkah oleh lautan. Hewan Marsupialia menjadi buktinya, jika di Papua dan Australian terdapat hewan berkantung.

100 ribu tahun yang lalu saat Nusantara masih satu daratan karena jaman es (dok.pri).
100 ribu tahun yang lalu saat Nusantara masih satu daratan karena jaman es (dok.pri).
Kejadian di atas adalah kisah jutaan tahun yang lampau saat bumi sedang membentuk dirinya seperti yang terlihat saat ini. 100 ribu tahun yang lalu ada cerita berdasar teori Out of Africa. Menurut teori tersebut, nenek moyang kita berasal dari Afrika yang melakukan migrasi ke penjuru dunia. 100 ribu tahun yang lalu, saat Nusantara masih menjadi 1 daratan karena jamas es (ice age). Manusia modern gelombang pertama yang sampai ke wilayah Nusantara ini berciri Melanosoid (seperti ciri orang Papua dan Aborigin) atau disebut austro melanesia. Gelombang ke-2 terjadi 50-70 ribu tahun yang lalu dan gelombang ke-3 30-40 ribu tahun yang lalu.

Berdasarkan penggolongan ras, maka bisa disimpulkan orang Papua aseli adalah mereka yang datang pertama kali menginjakan kaki di Nusantara. Mereka adalah rombongan pertama dan menetap. Ada juga yang perjalananya berlanjut hingga ke Australian dan Polinesia/Hawai. Saat ini dengan mudah menjumpai mereka di Papua berikut dengan kebudayaan yang masih tetap di jaga dari jaman nenek moyangnya.

Untuk menyaksikan salju abadi tak harus datang ke Eropa. di Papua juga ada. Salju Abadi menutupi Puncak Mandala dan Danau Habema di ketinggian 3.200m dpl nampak memesona (dok.pri).
Untuk menyaksikan salju abadi tak harus datang ke Eropa. di Papua juga ada. Salju Abadi menutupi Puncak Mandala dan Danau Habema di ketinggian 3.200m dpl nampak memesona (dok.pri).
Sangat naif jika kita mengatakan mereka adalah orang-orang yang primitif atau tertinggal. Saya justru meyakini mereka adalah orang-orang hebat dengan segala keterbatasannya bisa bertahan hidup sejak kedatangan pertama hingga saat ini dan tetap eksis keberadaannya. Memang rintangan geografis menjadi jurang pemisah yang cukup dalam dengan wilayah luar, sehingga kenyataannya memang demikian. Tetapi tengoklah, ada sesuatu yang luar biasa yang masih mereka pegang teguh yang merupakan hasil budi daya dan tetap dipertahankan. Hidup diketinggian hampir 2.000 mdpl dengan pakaian sederhana, makanan ala kadarnya, dan rumah yang masih tradisional tetapi itulah keunikan mereka yang tidak semua orang bisa melakukannya.

"Tanah Papua tanah yang kaya, surga kecil jatuh ke bumi." Tidak salah Edo Kondologit menyanyikan lagu dengan syair tersebut. Papua benar-benar tanah surga. Siapa tidak kenal dengan Raja Ampat, walau tidak kenal tetapi dunia sudah mengakuinya, bahkan ada yang menganggap lebih indah dibanding Karibia di Kuba. Bolehlah Raja Ampat menjadi ikon Papua, padahal itu hanya satu tetesan surga saja sedangkan sisi lain masih banyak lagi serpihan-serpihan surga yang belum terjamah. Menjadi pertanyaan sederhana, mengapa surga-surga itu hanya Raja Ampat?

Tahun 2012 saya mengunjungi Wemena. Saat pesawat mendarat dan masuk dalam terminal bandara saya tercengang bukan main. "Ini bandara apa terminal angkudes," benak saya berkata demikian. Terminal bandara dengan dinding dari papan dan jendela kawat ram, kursi dari kayu, dan tiket pesawat seperti karcis bus AKAP. Lihatlah sekarang, Bandara Wamena yang baru yang sudah disulap menjadi bandara modern dan semakin banyak maskapai yang melayani penerbangan.

Raja Ampat adalah surga yang terendam di Papua. Dunia bawah airnya menjadi salah satu yang terindahh di Bumi. Terumbu karang di perairan Sawingrai - Raja Ampat masih terjaga keberadaannya (dok.pri)
Raja Ampat adalah surga yang terendam di Papua. Dunia bawah airnya menjadi salah satu yang terindahh di Bumi. Terumbu karang di perairan Sawingrai - Raja Ampat masih terjaga keberadaannya (dok.pri)
Berbicara tentang Raja Ampat, mungkin dulu hanya mereka yang memiliki uang tak berseri yang bisa ke sana, alias orang kaya. Namun saat ini, turis ala back packer bisa menjelahah hingga Pianemo atau Wayang yang dulu dikenal dengan angka 17, alias 17 juta sekali jalan. Saat ini penerbangan ke Papua tak semahal dahulu yang ongkosnya bisa buat bolak-balik Jakarta-Kuala Lumpur 2X. Semakin berkembangnya sarana transportasi baik laut dan udara semakin memudahkan orang untuk mengunjungi Indonesia di ujung timur.

Berwisata ke Papua yang dulu hanya monopoli orang kaya, dengan stigma yang super mahal saat ini semakin terjangkau. Semakin banyak dan mudah akses menuju Papua, begitu juga dengan informasi wisata yang ada. Untuk mengunjungi Wemena atau indahnya Raja Ampat bisa dengan mudah dan murah. Papua segalanya ada. Untuk melihat salju abadi, budaya asali 100 ribu tahun yang lalu, hingga surga bawah air semuanya ada di Papua. Saya bisa mengatakan, "Syo Tuhan terima kasih".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun