Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Keharmonisan Budaya di Filipina Selatan

15 Juli 2016   14:37 Diperbarui: 15 Juli 2016   16:18 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Moda transportasi darat di Palawan (dok.pri).

Senja itu pun datang manakala semburat warna kuning keemasan berpadu dengan gradasi warna merah di sekeliling matahari yang mulai merona. Perahu-perahu nelayan mulai bersandar dan lampu mercu suar sudah dinyalakan. Tiga remaja tampaknya sedang asyik bercengkerama di bibir dermaga sembari menikmati terbenamnya matahari. Suasana yang tidak berbeda jauh dengan kampung saya, Indonesia tetapi kali ini saya berada di pulau di tenggara Filipina.

Palawan sebuah pulau di sisi tenggara Filipina yang beberapa hari ke depan menjadi kampung saya sementara. Dua orang polisi ditugaskan untuk mengikuti jejak langkah saya yang kadang liar tidak tentu arah, sembari bercerita tentang pulau karang ini. Semenjak terjadinya gangguan keamanan di negeri Jose Rizal ini, tamu-tamu negara mendapat pengawalan ketat, terlebih di daerah yang rawan akan keamanan. Kebetulan waktu itu saya tergabung dalam tamu negara dan merasakan sedikit menjadi orang penting yang ke mana-mana dikawal aparat bersenjata. Dalam sebuah obrolan berkaitan dengan dengan penculikan para pelaut dan orang asing, salah seorang polisi mengatakan, "Inilah politik, bukan semata-mata tindakan kriminal karena tidak bisa makan dan harus merampok." Selebihnya tidak ada pembicaraan.

Moda transportasi darat di Palawan (dok.pri).
Moda transportasi darat di Palawan (dok.pri).
Berbicara Pulau Palawan, saya teringat akan Nusa Tenggara Timur. Pulau yang kering, panas, curah hujan minim, dan penuh dengan karang untuk beberapa sisinya. Tanah yang saya pijak seolah tidak asing lagi, kecuali bahasanya, yakni Inggris dan Tagalog. Acap kali mereka mengira saya serumpun bahasa dengan mereka. Begitu bilang, "I'm from Indonesia," maka bahasa tagalog berubah Inggris. Yang berbeda hanya bahasa, selebihnya sama.

Pasaar ikan di Cuezon (dok.pri).
Pasaar ikan di Cuezon (dok.pri).
Japan Cake, rasa dan bentuknya tidak beda jauh dengan yang ada di Indonesia (dok.pri).
Japan Cake, rasa dan bentuknya tidak beda jauh dengan yang ada di Indonesia (dok.pri).
Sayang jika mengunjungi sebuah daerah tidak melihat keaslian penduduk setempat. Maka dengan meminta ijin kepada dua penjaga tersebut, saya minta untuk diantar masuk pasar tradisional mereka. Senja berlalu, dan pasar pun masih buka, bahkan ada yang baru menggelar dagangannya. Sebagian besar penduduknya nelayan, maka ikan menjadi produk utama yang dijual dalam pasar. Pasar ikan menjadi satu dalam satu los, begitu juga dengan barang dagangan lain. Benar-benar seperti pasar di kampung saya, termasuk kumuhnya juga. Namun, bedanya mereka fasih berbahasa Inggris.

Rumah panggun, yang katanya orang laut/Bugis yang menetap di Palawan (dok.pri).
Rumah panggun, yang katanya orang laut/Bugis yang menetap di Palawan (dok.pri).
Secara demografis, penduduk di Palawan berasal dari beragam suku. Yang tidak habis pikir, saya melihat sebuah rumah panggung di antara rumah-rumah modern. Saya hanya memastikan apakah ini rumah khas Bugis, dan mereka membenarkan tebakan saya. Mereka mengatakan banyak orang laut atau pelaut yang tinggal dan mendirikan rumah di sini. Tidak salah lagi, Bugis menjadi salah satu suku yang menjelajah luatan hingga membentuk koloni sendiri dan tinggal menetap di daerah tertentu.

Masjid dan gereja yang ada dalam 1 halaman, sebuah simbol kerukunan dari perbedaan keyakinan (dok.pri).
Masjid dan gereja yang ada dalam 1 halaman, sebuah simbol kerukunan dari perbedaan keyakinan (dok.pri).
Berbicara toleransi agama, saya terkagum dengan perkembangan pola pikir masyarakatnya. Agama tak lagi menjadi hal yang krusial untuk diperdebatkan, bahkan menjadi akar masalah. 90% penduduk di sini adalah Kristen dan 10% muslim. Agama Islam menjadi minoritas, tetapi mendapat tempat yang istimewa. Surau-surai kecil terdapat di beberapa tempat, bahkan ada masjid yang berdiri megah di samping gereja. Saat itu, kebetulan sedang azan Maghrib dan saya merasakan seperti di kampung sendiri.

Jamuan makan malam di balai kota Cuezon (dok.pri).
Jamuan makan malam di balai kota Cuezon (dok.pri).
Malam itu kebetulan saya dan teman-teman mendapat undangan makan malam dari Dinas Pariwisata Palawan. Balai kota yang di tempat saya sekelas balai desa menjadi tempat berkumpulnya. Ruangaan sebesar dua kali lapangan bulu tangkis disulap menjadi ruang jamuan makan malam. Yang membuat saya merinding sekaligus meneteskan air liur adalah sajian masakannya. Aneka jenis makanan laut disajikan dalam meja besar lengkap dengan bebuahan dan aneka macam sayuran.

Lichon, babi guling khas Filipina (dok.pri).
Lichon, babi guling khas Filipina (dok.pri).
"Are you moslem?" salah satu dari mereka bertanya. Mereka begitu menghormati tamu yang beragama Islam karena pada jamuan makan malam ini ada menu yang tidak dimakan oleh mereka yang muslim. Lichon, jika di Pulau Bali disebut dengan babi guling. Awalnya babi dibunuh dengan cara ditusuk lehernya lalu dibuang bagian isi perutnya dan diganti dengan bumbu dan rempah-rempah. Selanjutnya, babi utuh ini ditusuk lubang anusnya hingga tembus ke mulut lalu dipanggang di atas bara api. Ini adalah salah satu menu khas Filipina teruntuk mereka yang tidak berpantang.

Makan malam yang luar biasa untuk sebuah kota kecil. Awalnya saya mengira yang ikut makan malam hanya para tetamu. Pada awalnya memang demikian, tetapi setelah para tamu mengambil makanan dan duduk di kursinya masing-masing, masyarakat sekitar juga ikut berpartisipasi dalam pesta malam ini. Suasana yang egaliter, tanpa ada pembeda siapa wali kota, siapa rakyat jelata, dan siapa tamu negara. Semua larut dalam pesta tidak peduli apa agamamu, suku, ras, jabatan, yang pasti saya merasakan seperti di kampung sendiri.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun