Rinjani, nama yang tak asing bagi para pendaki. Gunung setinggi 3276 mdpl menjadi incaran para penggiat olah raga alam bebas ini. Tidak masalah ketinggiannya yang menjadi no. 2 si Indonesia atau keindahan segara anaknya, tetapi jalur yang ekstrim adalah salah satunya. Secara resmi, Rinjani memiliki 2 jalur pendakian yakni Sembalun dan Senaru. Sebenarnya ada beberapa jalur, tetapi dianggap ilegal karena belum dibuka untuk umum dan tidak ada pengawasan dari Taman Nasional Gunung Rinjani/TNGR. Torean merupakan salah satu jalur pendakian yang menjadi impian, tetapi masih dilarang, mengapa?
Memang tidak mudah untuk mendaki lewat jalur Torean karena medannya sangat bervariasi. Jika lewat Sembalun akan melewati padang rumput yang luas dan hutan, begitu juga dengan Senaru tetapi yang pasti jalur sudah tertata dengan baik dan jelas. Jalur Torean akan melewati hutan, pinggiran lereng, menyeberang sungai dan harus memanjat jalur bebatuan yang curam dan tebing menganga siap menerkam dari bawah.
GPS sudah menyala sembari melirik jalur Sembalun dan Senaru yang tidak terlalu berbeda untuk urusan jarak tempuh. Berjalan pelan dari sebuah Dusun Torean, Desa Loloan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Kebun penduduk dengan tanaman palawija mendominasi 1 jam pertama perjalanan. Setelah melewati sebuah sungai akan masuk dalam hutan primer yang masih rapat tutupan vegetasinya. Kanopi hutan begitu rapat seolah cahaya matahari hanya mengintip saja. Tetiba hujan turun rintik-rintik dan kelamaan tumpah membasahi seluruh badan. Dalam kondisi hujan tetap berjalan tanpa menemui pos-pos pendakian layaknya di jalur resmi.
Hampir 4 jam melewati lebatnya hutan dengan kontur naik turun. Psikis ini kadang diuji betapa beratnya medan ini karena sedari tadi belum keluar dari rapatnya vegetasi. Sebuan catatan awal pendakian dari ketinggian 600 mdpl, sedankan jalur Senaru berada di 1.150 mdpl dengan tujuan 2030 mdpl. Setengah hari saya nampak gusar dengan jalur pendakian lewat Torean yang sama sekali tidak memberikan kesempatan mata untuk melihat keindahan alam, selain lumut janggut (Usnea barbata) yang bergelantungan di dahan-dahan pohon yang mengesankan keangkeran. Suara primata menambahkan bahwa ini hutan belantara yang nyaris tidak tersentuh. Awal pendakian yang sepertinya membuat langkah ini tumbang di tengah jalan.
Jalur Torean diapit oleh 3 puncak yakni Sangkareang, Rinjani dan Waja. Setelah setengah hari dicobai saatnya menikmati bentang alam Gunung Rinjani yang eksotik, tabir kabut sudah terbuka dan mata ini nanar melihat betapa cantiknya jalur pendakian ini. Mungkin saat itu kalau boleh berjingkrak-jingkrak senang saya akan melakukan itu, tetapi jalan setapak hanya selebar sepatu selebihnya adalah tebing.
Bentang alam sepanjang Kokoq Putih akan melewati 3 buah air terjun yang eksotis. Air terjun pertama yang bernama Penimbung terlihat dari atas tebing, air terjun ke-2 tepat di samping jalur pendakian, dan air terjun ke-3 nampak dari kejauhan. Kali ini perjalanan menuju Segara Anak tinggal menyisakan keindahan untuk membayar kelelahan setelah setengah hari diguyur hujan.
Berjalan di tengah-tengah lembah yang diapit oleh 2 bukit yang tinggi, curam, terjal dengan warna hijau. Tidak terbayangkan betapa dahsyatnya lembah ini terbentuk saat tragedi super volcano 1257 yang merobek punggung gunung. Anak-anak tangga yang dibuat oleh penduduk lokal sangat membantu melintasi jalur yang terjal dan curam. Kayu yang mulai lapuk harus ekstra hati-hati sebab Kokoq Putih berada jauh di bawah sana.
Sesaat menikmati perjalanan yang sesaat lagi sampai di Segara Anak, kami harus berhenti. Rombongan penduduk lokal sedang melintas. Seorang pemuda dengan badan tegap sedang menggendong kakek yang berbaju serba putih. Seorang gadis kecil dengan hanya memakai rok dan sandal jepit mengikuti dari belakang dan perempuan paruh baya menyunggi (membawa beban di atas kepala) bekal. Rombongan ini katanya hendak melakukan ritual dan sembahyang memohon penyembuhan di Segara Anak dan sumber air panas (Aik Kalak).
Video perjalanan:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H