Tak terbesit sebelumnya jika daratan yang saya injak di selatan Filipina dahulunya adalah satu daratan dengan Pulau Kalimantan. Daratan yang masih menyatu itulah yang menjadi jalur migrasi manusia purba puluhan ribu tahun silam. Bukti-bukti arkeologis menjawab teka-teki itu bagaimana peradaban manusia purba waktu itu. Di Lipuun Point-Gua Tabon di pulau Palawan-FIlipina menjadi salah satu peradaban para pitarah pada waktu itu.
Saat sebahian asia tenggara masih satu daratan (dok.pri)
Sesaat lepas landas dari Bandara Ninoy Aquino badan pesawat sedikit terguncang karena tumbukan dengan awan. Turbulensi terasa biasa saja saat pesawat mengarah ke selatan Filipina, karena negeri ini kaya akan potensi badai. 1 jam 10 menit setelah berguncang di udara akhirnya pesawat mendarat di Bandara Puerto Princesa.
Palawan adalah pulau yang memanjang ke arah selatan Filipina di sisi barat. Dari penampakannya, Pulau Palawan bak jembatan panjang yang menghubungkan Filipina dengan Borneo. Geologi pulau Palawan memperkuat Teori Out of Taiwan yang dikemukakan arkeolog terkemuka Peter Bellwood, yakni migrasinya para pitarah dari Taiwan menuju Filipina, lalu turun menuju Sulawesi atau Kalimantan pada 100 ribu tahun yang lalu.
Jeepney kendaraan umum khas Filipina, dimana barang dan masnusia sama derajatnya (dok.pri)
Setelah sejenak menginjak tanah, perjalanan belum berakhir karena harus perjalanan dari dari Puerto Princesa menuju Quezon yang berjarak tempuh 4-5 jam dengan kendaraan. Kendaraan yang saya tumpangi melaju dengan kencang, rerata dengan kecepatan hampir 80Km/jam karena jalan yang bagus, walau beberapa titik ada kerusakan. Beberapa jeepney berhasil di lewati, dan menjelang sore akhirnya sampai di Kota Quezon.
Sunset di dermaga Quezon, terlihat gua tabon di balik bukit sana (dok.pri)
Quezon menjadi ibu kota di selatan Palawan. Kota yang kecil, jika di Jawa mirip dengan kecamatan, bahkan lebih ramai dan bagus di Jawa. Sebuah hotel mungil dan satu-satunya di Quezon menjadi tempat menginap malam ini, dan langsung badan ini terlelap usai santap malam dengan
lichon dan segelas sari buah dalam kemasan kaleng.
Pagi hari yang cerah, segera kaki ini beranjak adu cepat dengan matahari yang mulai menyengat kulit. Kapal bercadik milik nelayan sengaja kami sewa untuk mengantarkan memuju Lipuun Point, yakni pintu masuk ke Gua Tabon. Perairan Laut tiongkok Selatan yang tidak bergitu berombak kami arungi sekitar 40 menit dengan melipir sepanjang garis pantai. Di balik bukit, teman saya Mark menununjuk tujuan pelayaran ini.
lipuun-point-575fb6ae367b61f906a5b296.jpg
Sebuah dermaga memanjang sudah terlihat dan dinding batu gamping menjulang tinggi dengan lubang di sana-sini. Itulah komplek Gua Tabon yang menyimpan catatan sejarah sebelum jaman es itu tiba. Perlahan perahu merapat menuju ujung dermaga, dan kaki langsung melangkah menuju Lipuun Point. Tepat, sekarang di depan mata terlihat mulut gua yang pintu masuknya dinamakan Lipuun Point. Gua Tabon adalah komplek gua yang ada di selatan Quezon yang kini menjadi daerah yang dilindungi karena menjadi situs prasejarah. Gua Tabon pada jaman dahulu menjadi tempat singgah para pitarah yang bermigrasi dari Taiwan, menuju Filipina dan terus menuju ke arah Selatan, bisa Kalimantan atau Sulawesi.
Untuk menuju Gua Tabon pengunjung harus berjalan mengikuti ratusan anak tangga menuju lorong-lorong dalam zona remang. Pemerintah memberikan sentuhan yang baik bagi para pengunjung dan peneliti yang hendak menuju Gua Tabon. Setelah sekitar 15 menit berjalan akhirnya sampai di mulut Gua Tabon dan terdapat papan bertulisakan informasi gua tersebut. Gua tersebut sudah di eksplrorasi sejak tahun 1962 oleh Robert B. Fox . Tahun 1972 Dr. Jacob dan Dr. Soejono arkeolog dari Indonesia juga sudah meneliti di sana berkaitan dengan kepurbakalaan.
Fragmen tulang kepala yang dijuluki tabon man atau manusia tabon yang bertarikh ribuan tahun.
Di Gua Tabon ditemukan kerangka kepala manusia yang bertarikh 50.000 tahun dan dikoreksi menjadi 47.000 tahun. Selain kerangka manusia, di komplek gua ini juga ditemukan kerangka binatang berusia puluhan ribu. Tidak hanya kerangka yang ditemukan, tetapi alat bantu manusia seperti bejana dari tanah liat juga ditemukan. Bejana tanah liat yang ditemukan pada jaman dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan tulang belulang jenazah.
Mulut Goa Tabon yang saat ini menjadi obyek penelitian para arkeolog (dok.pri).
Dengan ditemukannya kerangka manusia, binatang dan perlengkapan manusia bisa menjadi kesimpulan jika di tempat ini dahulunya adalah sebuah peradaban manusia purba. Lebih dari 180 liang gua, dan hanya beberapa saja yang baru bisa diungkap misterinya. Tidak terbayangkan, zaman sebelum air laut ini meluap manakala sepanjang Tiongkok, Taiwan, Filipina, Borneo, Jawa, Sumatera adalah satu daratan dan para pitarah sudah tersebar di sana. Gua Tabon menjadi salah satu tempat tinggalnya dan merekam masa lalu itu.
Lihat Travel Story Selengkapnya