[caption caption="Soto banjar anang,salah satu tempat makan dan makanan khas Kalimantan Selatan (dok.pri)."][/caption]
Sangat disayangkan jika mengunjungi suatu daerah tetapi tidak mencicipi makanan lokalnya. Dari makana, kita bisa mengetahui kebiasaan masyarakat sekitar terkait dengan budaya kulinernya. Yang pasti, setiap daerah memiliki makanan khas yang jarang ditemui ditempat lain, terlebih jika makanan tersebut sudah langka atau kadang malah tidak diminati lagi.
Payau, mungkin salah satunya. Payau adalah makanan khas Kalimantan Timur yang berbahan dasar daging rusa. Soto banjar, kuliner khas Kalimantan selantan mungkin mudah ditemui di banyak tempat, tetapi jarang yang mengulik di mana tempat aslinya. Datsun RIsers Expedition etape 2 Kalimantan, dari Kaltim menuju Kalsel saya mendapat kesempatan untuk mencicipi 2 makanan khas tersebut.
[caption caption="Soto banjar, berisi kuah soto, potongan ayam kampung, telur dan ketupat (dok.pri)."]
Bagi perut ukuran saya, soto banjar bisa untuk makan 2 – 3 kali. Porsi soto banjar memang luar biasa bagi perut yang biasa makan porsi jawa. Tidak hanya porsi yang ukuran jumbo, namun ada yang unik yakni penyajian daging ayam. Soto yang saya kenal, yakni dengan suwiran daging ayam, sedangkan di Banjarmasin ayam potongan utuh. Soto biasanya dengan nasi, tetapi kali ini kenyang luar biasa karena isinya potongan ketupat.
[caption caption="Suasana di dalam depot Anang yang menyajikan menu soto banjar (dok.pri)."]
[caption caption="Soto biasanya dalam mangkuk kecil atau besar, tetapi kali ini sepertinya dalam mangkuk sayur (dok.pri)."]
Menginjak kota Banjarmasin, kembali saya dikejutkan dengan kuliner aneh. Soto Banjar Anang dalah salah satu tempat makan terkenal di Martapura. Makan soto dengan sate, ya inilah uniknya soto banjar. Soto yang nasinya diganti dengan ketupat dan potongan ayam utuh semakin nikmat. Soal harga, cocok dengan rasa dan porsi, sehingga uang 100 ribu bisa buat makan 4 orang.
[caption caption="Menikmati soto banjar semakin lengkap dengan sate ayam (dok.pri)."]
Saya termasuk jarang mempermasalahkan tentang kuliner jiga melancong ke suatu tempat. Asal makanan itu tidak pedas dan akan unsur hewan bercangkang, maka saya santap. Lidah saya selalu menolak pedas, sedangkan daya tahan tubuh terhadap seafood selalu kalah dan berakhir dengan alergi berupa gatal-gatal atau demam.
Saat kaki menginja kota Balikpapan, saya teringat akan teman saya yang kuliah di Jawa. Dia benar-benar menyukai masakan dengan citarasa pedas. Pikiran saya langsung menuduh jika makanan di Balikpapan adalah pedas. Semula nampak ragu saat diajak kru Datsun Risers Expedition makan di pusat Kota Balikpapan. Ketakutan saya adalam masakan pedas, jika makanan laut masih bisa dicari alternatifnya.