Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kolbano, Beranda Nirwana di Selatan Timor

28 Oktober 2015   14:18 Diperbarui: 28 Oktober 2015   14:18 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Bebatuan cantik pantai Kolbano yang menggantikan peran pasir putih yang biasa ditemukan di pesisir. Salah satu pantai tercantik di Timor (dok.pri)."][/caption]

Tetiba saya tak bisa berkata-kata saat kaki berpijak pada butiran-butiran batu bulat warna-warni. Batu-batu akik yang di bentuk alam ini sungguh mengatupkan mulut saya untuk berkata "wow" dan memaku kaki untuk melangkah "terlalu sayang untuk di injak". Sejenak tangan ini menggenggam untuk mengeruk batu-batu cantik dengan pola yang unik. Pantai berbatu akik, bisa saya mengatakan tetapi orang Timor menyebutnya dengan pantai Kolbano.

Butuh 2 jam perjalanan dari Soe, ibukota kabupaten Timor Tengah Selatan untuk mencapai salah satu pantai paling cantik di Pulau Timor. Pantai Kolbano terletak di kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Dengan kendaraan bermotor, mata saya bebas memandang apa yang ada di depan mata. Beberapa kali, tangan ini tanpa dikomando sudah otomatis memencet tombol rana kamera. Demikian juga otak yang terus merekam pemandangan yang ada dengan kedua mata ini yang nyaris tak berkedip.

[caption caption="Suasana perkampungan saat perjalanan menuju Kolbano (dok.pri)."]

[/caption]

Deretan pohon-pohon nira mendominasi tumbuan dengan tajuk tinggi, sisanya semak belukar dan padang rumput yang luas. Rumah kotak dan rumah bulat berjajar di tepian jalan. Walau nampak sederhana, tetapi rumah ini memiliki harta kekayaan yang cukup melimpah. Pagar-pagar tinggi dibuat mengelilingi pekarangan untuk menjaga puluan sapi-sapi bali agar tidak keluar kandang. Inilah harta bagi para pemilik rumah bulat, bisa ditaksir berapa ratus juta harta mereka.

2 buah sungai kering membelah jalan aspal yang menghubungkan dengan Bena, namun sayang kendaraan harus mengambil jalan memutar. Jembatan sedang di renovasi, maka sebuah kesempatan untuk melihat perkampungan yang eksotik. Senyum dan sapa ramah penduduknya seolah berada di tengah-tengah keluarga saat kata-kata "shalom" dilontarkan dari mulut merah meraka yang sedang menikmati sirih pinang.

Pulau Timor yang kering, tak sepenuhnya benar. Masih banyak kawasan yang subur dan makmur, terlihat dari hamparan sawah dengan padi yang mulai menguning. Namun mata saya kadang tertahan oleh sisi kanan jalan saat deretan pohon Gewang mulau berjajar menjadi peneduh jalan. Garis horison laut sudah terlihat di mana kaki langit berada. Namun hamparan pasir putih belum juga terlihat, karena tempat ini adalah tebing pantai.

[caption caption="Pepohonan yang mengering di sisi kanan kiri jalan, ciri khas pulau Timor saat musim kemarau menjelang (dok.pri)."]

[/caption]

Toni, temam saya masih saja menarik gas kendaraan roda duanya. "masih 20km lagi" katanya sambil bersemangat. Jarak yang cukup jauh, sehingga memberik kesempatan pada saya untuk menikmati keelokan pulau Timor. Waktu berlalu, sesaat garis pantai sudah terlihat. Mata saya dia memandang aneh. Pantai dengan pasir putih nampak lengang, nyaris tanpa pengunjung.

"Selamat datang di kolbano, tiket parkirnya dua ribu" sapa seorang bapak yang mempersilahkan kami memakirkan kendaraan bermotor. Toni ,langsung mengajak saya naik di sebuah batu yang yang menjulang tinggi. "Dari sini semua pemandangan terlihat jelas" katanya sambil berlari menuju dinding tebing. Saya hanya bisa terdiam, kadang merasa takut juga. Bukan takut untuk memanjat, tetapi jika ada yang tidak terbiasa punya keahlian memanjat lalu ikut-ikutan dan jika terjadi kecelakaan bisa menjadi beban moral tersendiri. Setelah dilakukan pengamatan dan tanpa ada yang melihat sampai juga di atasnya. Benar saja, pemandangan dari atas benar-benar indah.

Tak lama kemudian saya diajak masuk dalam lorong-lorong batu yang sempit. Saya teringat akan canyon-canyon di Colorado seperti film 127 hours, maka bebatuan di sini kira-kira demikian. Jika di film tersebut tangan terjepit bebatuan, tetapi kali ini tubuh saya yang terjepit karena saya menggendong ransel. Alhasil terdengar ledakan dan desisan kecil dari dalam ransel saya. Kontak tubuh saya merasa dingin dan lengket, ternyata sekaleng minuman ringan pecah karena tertindih. Sebuah lensa saya terguyur larutan soda dan gula dan harus masuk ke bengkel kamera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun