Sebuah budaya yang kini sudah banyak banyak yang meninggalkan, tetapi masih ada juga yang menjalani. Pemerintah setempat lewat dinas kesehatan sudah melarang tradisi tersebut dengan alasan kesehatan ibu dan anak. Paling menarik adalah sebuah Perdes (Peratusan Desa) di Desa Binaus, Kab. Timor Tengan Selatan. Kepala Desa yang bernama Nahor Tasekeb, dengan tegas melarang budaya neno boha. Dia bahkan akan mengancam mendenda siapa saja yang melakukan ritual tersebut. Dia menyarankan agar melahirkan tidak lagi di rumah bulat, tetapi di puskesmas atau rumah sakit. Selama pasca melahirkan harus tinggal di rumah kotak (rumah sehat) dan makan seperti yang dianjurkan oleh dinas kesehatan.
Aturan, kadang hanya menjadi ancaman semata, tetapi masih ada saja yang tetap menjalani tradisi neno baha. Namun, setidaknya pemerintah sudah tanggap terhadap tradisi ini mengingat dampak buruk terhadap kesehatan ibu dan bayi. Lantas saya melihat anak-anak ini yang barusan berangkat sekolah membawa jerigen dan menanyakan di mana letak rumahnya. Iseng-iseng saya menanyakan bagaimana anak-anak ini dulu saat usai kurang 40 hari. Sebagian besar anak-anak ini menurut orang tuanya yang bertutur, mereka menjalani ritual neno baha.
[caption caption="Potret generasi Timor yang tangguh, sejak kecil sudah menghadapi kerasnya alam (dok.pri)."]
Saya terkesima dengan ketangguhan anak-anak ini. Dari semenjak lahir mereka sudah mendapat tempaan tradisi dan alam yang keras. Secara genetis tubuh-tubuh kecil merekan adalah makhluk yang kuat dan bisa bertahan di kerasnya batu karang yang menjadi pulau. Walau menghadapi budaya yang kini perlahan coba dikikis dan disesuaikan dengan jaman, tetapi anak-anak ini tetaplah berkembang menjadi insan-insan seteguh batuan dasar lautan. Saya teringat akan sebuah lagu "batu karang yang teguh" dan inilah salah satu pesona Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H