[caption id="attachment_411495" align="alignnone" width="640" caption="Kemah-kemah penambang tradisional di Ratatotok Sulawesi Utara (dok.pri)."][/caption]
Suara glundung atau tromol begitu memekakkan telinga manakala sedang berputar bersamaan. Benturan batu-batu cadas dengan batuan yang dicurigai mengandung emas berlangsung 2,5-3 jam hingga menjadi bubur batu yang lembut. Sesaat kemudian air perak dimasukkan lalu glundung kembali diputar. Harap-harap cemas manakala air berwarna putih mengkilat keluar, lalu diperas dan dibakar. Emas murni 99,99% dan kadar 24 karat sudah di tangan, kerusakan lingkungan itu bukan urusan. Sesaat mengikuti proses tambang tradisional di Rakatotok, Sulawesi Utara.
Tahun 1828 untuk pertama kali proses amalgamasi atau proses penyelaputan emas dengan air raksa/air perak/merkuri dilakukan. GV Black pada tahun 1895 bereksperimen bahwa amalgam adalah aman, tetapi masih banyak perdebatan akan dampak merkuri bagi kesehatan dan lingkungan. Secara sederhana, amalgamasio adalah proses kimia dan fisika. Apabila emas yang telah diselaputi merkuri atau biasa disebut amalgam dipanaskan akan terurai menjadi elemen cairan merkuri dan bullion emas.
Sebenarnya ada beberapa teknik dalam permurnian emas, namun penggunaan merkuri jauh lebih mudah dan murah bagi para penambang, terutama tambang tradisional. Di area bekas tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya bertebaran ratusan kemah penambang liar. Pemerintah menyebutnya dengan PETI atau Penambangan Tanpa Ijin. Ratusan kemah-kemah Peti ini berupa lokasi penggalian batuan emas dan lokasi pengolahan dan pemurnian emas.
[caption id="attachment_411498" align="alignnone" width="640" caption="Tromol atau glundung yang sedang diputar untuk dijadikan bubur agar terpisah antara batuan dan bijih emas (dok.pri)."]
Pak Willy salah satu staf PT.NMR mengajak saya untuk melihat lokasi tambang tradisional yang ada di area eks Messel Pit. Kendaraan dobel gardan digeber habis-habisan untuk melibas jalanan yang tak rata lagi semenjak perusahaan tambang ditutup tahun 2006. Akses jalan kini digunakan oleh para Peti, tanpa ada perbaikan setiap ada kerusakan. Akhirnya di tepi hutan kami berhenti di depan sebuah bangunan semi permanen. Dari bangunan tanpa dinding terlihat karung-karung berisi batuan yang digali dari dalam perut bumi. Inilah stock pile yang akan diproses nantinya. Batuan emas/ore digiling dengan alat khusus dengan cara ditumbuk hingga menjadi butiran-butiran lembut. Selanjutnya serbuk batuan ini dimasukkan dalam tromol dan diisi dengan air.
Tromol-tromol atau biasa disebut glundung berputar serentak. Tromol sendiri adalah drum yang digunakan sebagai penggerus batuan emas agar lembut atau menjadi bubur agar batuan dan bijih emas terpisah. Setelah 2-3 jam pintu tromol dibuka lalu satu sloki merkuri dimasukkan untuk mengikat logam emas. Tromol kemudian diputar dan akhirnya emas yang terikat di air raksa disaring menggunakan kain dan jadilah gumpalan emas. Pemurnian selanjutnta adalah dengan pembakaran untuk memisahkan merkuri dengan emas.
[caption id="attachment_411499" align="alignnone" width="640" caption="Pak Yunus menceritakan proses tahapan pengolahan emas dari hulu hingga hilir, berikut suka dukanya. Setiap hari mendapatkan emas, tetapi sepertinya belum bisa merasakan masa keemasan (dok.pri)."]
Air buangan dari tromol tidak dibuang begitu saja. Dalam industri tambang, air buangan berupa lumpur disebut dengan tailing ditampung dalam bak besar. Proses selanjutnya adalah mengais-ngais emas yang terlewat dari merkuri. Pak Yunus selaku salah satu operator tambang emas, mengaku habis panen emas sebanyak hampir 1 Kg dari mendaur ulang tailing. Pengambilan emas kali ini tidak lagi menggunakan merkuri, tetapi larutan Sianida.
Tahun 1738 Carl wilhem Scheele asal Swedia telah membuktikan bahwa emas dapat larut dalam larutan sianida. Namun, pertama kali pemanenan emas dengan Sianida dilakukan oleh Mac Arthur pada tahun 1887 yang dikenal dengan MacArthur-Forrest. Proses ekstraksi emas model ini hingga kini dipakai oleh berbagai perusahaan tambang. Proses hidrometalurgi ini sedikit jauh lebih rumit dibanding dengan merkuri. Proses pertama adalah pelarutan emas dengan mengggunakan odium Cyanide (NaCN), Potassium Cyanide (KCN), Calcium Cyanide [Ca(CN)2], atau Ammonium Cyanide (NH4CN). Proses yang kedua adalah proses pemisahan emas dari hasil pelarutan tersebut.
Emas sudah di tangan, segera pada pembeli dari Manado datang. 1 gram emas murni dihargai 400-450 ribu, begitu sampai di kota besar menjadi 500-550 ribu. Saya tidak membayangkan saat ada yang mengatakan baru saja panen 1 kg emas murni. Uang sudah didapat, dan kini sungai-sungai penuh dengan tailing yang dibuang dan masih mengandung merkuri dan sianida.
[caption id="attachment_411500" align="alignnone" width="640" caption="Tempat penggilingan batuan sebelum masuk dalam tromol (dok.pri)."]
Efek merkuri sudah sangat jelas karena sangat beracun, bahkan menjadi bencana salam dan salah satunya terkenal dengan kasus minamata. Dengan pengolahan yang tepat, merkuri bisa digunakan secara aman dan ramah lingkungan. Intinya adalah merkuri usai digunakan untuk menyalut emas, lalu dipanaskan tidak boleh lepas menuju lingkungan, tetapi ditampung lagi untuk digunakan. Tetapi, proses tersebut butuh ilmu dan pelatihan.
Bagaimana dengan sianida, tentu saja tak kalah beracunnya. Sebenarnya tanpa sadar tiap hari kadang kita mengonsumsi sianida, tetapi dalam kadar sangat kecil. Tidak percaya, daun singkong, ubi terdapat kandungan sianida. Tetapi, saat direbus daun singkong atau ibu, sianida akan terhidrolisir menjadi hidrogen, glukosa dan benzaldehide.
[caption id="attachment_411501" align="alignnone" width="640" caption="Selain menyisakan batuan glundung, tambang emas tidak ramah lingkungan akan mewariskan bencana bagi lingkungan dan manusia (dok.pri)."]
Penghasilan dari menambang emas tak semanis hitung-hitungan di atas kertas. Kadang hasil dari penjualan emas hanya cukup untuk mengupah karyawan yang mempertaruhkan masuk dalam perut bumi mencari urat-urat emas. Pembelian minyak untuk menjalankan kendaraan pengangkut sekaligus mesin produksi juga tidak sedikit. Sekarang siapa yang diuntungkan jika bukan para tengkulak emas atau mereka yang menguasai penjualan merkuri dan sianida. Adakah kompensasi untuk kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, atau dibiarkan alam yang menyembuhkan dan manusia menanggung akibatnya. Pertanyaan selanjutnya apakah ratusan bahkan ribuan meter kubik tailing yang mengandung sianida harus direbus agar menjadi aman, atau akan dibiarkan bebas mencermari lingkungan, yang pasti mereka butuh uang untuk terus merajut kehidupan hingga masa keemasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H