Mohon tunggu...
Dhanang DhaVe
Dhanang DhaVe Mohon Tunggu... Dosen - www.dhave.id

Biologi yang menyita banyak waktu dan menikmati saat terjebak dalam dunia jurnalisme dan fotografi saat bercengkrama dengan alam bebas www.dhave.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pilih Dada Atau Paha, Awal Jejak Kaki di Negeri Gajah Putih

6 Januari 2014   14:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:06 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_314113" align="alignnone" width="620" caption="kami yang beruntung waktu itu (dok.pri)."][/caption] Wajah-wajah sumringah usai lepas dari gerbang Imigrasi bandara tiba-tiba berubah air mukanya. Pengumuman dari salah satu maskapai tentang keterlambatan kedatangan pesawat karena cuaca buruk membuat wajah yang tadi ceria berubah jadi berduka. Penundaan 2 jam membuat gusar para calon penumpang yang ditanggapi dengan beragam ekspresi. Akhirnya pesawat datang dan penumpang dipersilahkan masuk, namun setelelah duduk manis harus kembali menelan pil pahit. Pesawat harus mengisi bahan bakar, antri untuk jatah terbang dan penumpang kembali gelisah. Malam pun datang dan akhirnya burung besi membawa kami terbang ke Thailand. Pukul 22.00 kami menginjakan kaki di negeri gajah putih, tepatnya di pulau Phuket selatan Thailand. Keluar dari gerbang imigrasi kami di sambut oleh pemandu kami dan langsung mempertemukan dengan sesosok gadis cantik. "Sawadeeka" katanya yang setelah saya tanya artinya selamat datang. Di kalungi kalung berliontinkan kerang dengan senyuman manisnya, gadis ini mengajak foto bersama. Awal yang menyenangkan, minimal mendapat senyuman manis, kalung gratis dan sapaan ramah. [caption id="attachment_314114" align="alignnone" width="620" caption="Seorang pedagang di tepian jalan bangla (dokpri)."]

13889938611216865221
13889938611216865221
[/caption] Malam sudah larut dan bandara serasa sepi. Bus tingkat membawa kami ke dari bandara menuju Patong sekitar 2 jam perjalanan. Hotel di jalan Bangla yang merupakan pusat keramaian di Patong. Pukul 10 malam mungkin waktu yang tepat dimulainya hiburan malam di kota pesisir ini, dan benar saja hingar bingar sudah mulai terdengar. Usai menaruh barang dan mengguyur badan, saatnya klayapan untuk mencari makan. Jalan lurus dalam satu gang, cara ampuh agar tidak tersesat karena disorientasi. Sebuah papan nama bertuliskan Patong Beach dengan 3 buah tuk-tuk terparkir menjadi ucapan selamat datang untuk mereka yang baru pertama kali mendaratkan kakinya. [caption id="attachment_314115" align="alignnone" width="620" caption="Salah satu teras hiburan malam (dok.pri)."]
13889939411708821725
13889939411708821725
[/caption] Jalan bangla malam ini berubah fungsi, tak lagi menjadi jalan kendaraan namun menjadi arena pedestrian. Ratusan orang berjejalan di jalan, kanan kiri adalah pusat-pusat hiburan malam. Di sela-sela lalu lalang orang, para gadis cantik yang berdandan menor dan pakaian minim menawarkan tontonan penggugah iman. Terlalu dini untuk masuk ke celah-celah hiburan malam, sebab masih beberapa malam untuk tinggal di sini. Malam ini saya mencari apa yang bisa untuk mengganjal perut yang sudah keroncongan ditengah-tengah dentuman house music. Beberapa rumah makan sepertinya bukan pilihan, karena harga menu ratusan baht. Berjalan dari ujung ke ujung tak menemukan juga makanan yang cocok untuk isi dompet. [caption id="attachment_314116" align="alignnone" width="620" caption="Transaksi untuk awal kencan malam ini (dok.pri)."]
13889940021121473887
13889940021121473887
[/caption] Berjalan di tengah-tengah hiburan malam. Aroma parfum dan alkohol menjejali sela-sela tubuh-tubuh yang mencari kesenangan dunia. Wanita-wanita seksi dari penjuru dunia dihadirkan untuk menggaet lelaki berkebutuhan khusus. Di sebuah kaca dengan lampu temaran nampak sesosok tubuh melenggak-lenggok dengan menawarkan harga kusus bagi para pengunjung. Kupu-kupu malam berterbangan mencari para lelaki tanpa gandengan. Di tepi jalan sepertinya ada yang menggoda nafsu saya. Tertata tanpa busana dan tergolek di meja. Saya memberanikan diri untuk mendekat, karena rasanya sudah tidak tahan lagi. Tinggal pilih dada atau paha, dengan harga yang tak jauh beda. Mata saya hanya berkedip sambil melihat lembaran baht yang tak seberapa. Hanya untuk menikmati dada atau paha, mahal sekali karena harus merogoh kantong cukup dalam. Akhirnya petunjuk itupun datang, sebuah sayap menjadi pilihan. Ayam goreng ternyata nikmat sekali malam ini. [caption id="attachment_314117" align="alignnone" width="620" caption="Semua tersaji, tinggal pilih dada, paha dan pilihan saya pada sayap seharga 20 baht (dok.pri)."]
13889940521460992316
13889940521460992316
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun